Ini Tantangan Pertamina untuk Kelola Blok Rokan

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
01 August 2018 19:53
Pertamina akan kelola blok Rokan setelah 2021, hingga 20 tahun mendatang. Namun, apa tantangannya?
Foto: Istimewa Via Pertamina
Jakarta, CNBC IndonesiaPenantian siapa yang akan mengelola blok minyak tersubur di RI akhirnya berakhir sudah. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar memutuskan Pertamina duduk sebagai operator di blok Rokan. Pertamina akan kelola blok ini setelah 2021, hingga 20 tahun mendatang.

"Setelah melihat proposal yang dimasukkan. Pemerintah, lewat Menteri ESDM, menetapkan pengelolaan blok Rokan mulai tahun 2021 selama 20 tahun ke depan akan diberikan kepada Pertamina," ujar Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar di kantornya, Selasa (31/7/2018).


Terdapat 3 hal yang jadi pertimbangan pemerintah menyerahkan blok Rokan ke Pertamina. Hal itu adalah besaran bonus tanda tangan senilai Rp11,3 triliun, komitmen kerja pasti Rp7,2 triliun, dan potensi pendapatan negara dalam 20 tahun ke depan senilai US$57 miliar atau Rp825 triliun.

Blok Rokan akan diperpanjang menggunakan skema Gross Split, dengan bagian pemerintah diperkirakan sebesar 48% secara rata-rata, selama 20 tahun masa perpanjangan. Pertamina akan menginvestasikan uang sebesar US$70 miliar (sekitar Rp1.000 triliun) di sepanjang masa perpanjangan, untuk menghasilkan produk sebanyak 1,4 miliar setara barel minyak.

Perusahaan energi global Wood Mackenzie menilai bahwa akuisisi blok Rokan akan melipatgandakan produksi minyak Pertamina di tahun 2022, dan lantas memperkuat kekuatan Indonesia dalam mengendalikan aset hulu migas strategis. Sebagai informasi, Rokan adalah wilayah kontrak terminasi ke-11 yang diberikan sepenuhnya ke Pertamina, sejak wilayah lepas pantai Mahakam di 2015.

Meski demikian, analis Wood Mackenzie, Johan Utama, menilai bahwa Pertamina perlu menggenjot pengeluarannya secara signifkan di tahun 2022 nanti.

"Untuk memenuhi kebutuhan kapital untuk operasi hulu eksisting, dan perpanjangan PSC (Rokan) yang baru, Pertamina perlu meningkatkan pengeluaran sektor hulu sebesar 3 kali lipat pada tahun 2022, dari pengeluaran tahun lalu sebesar US$2,6 miliar," jelas Johan pada CNBC Indonesia.

Johan juga menggarisbawahi bahwa kemungkinan besar Pertamina akan mencari mitra untuk mengelola kebutuhan kapital dari Rokan, dan Chevron bisa saja ditawarkan bagian untuk tetap beroperasi di Rokan.

"Akan tetapi, maukah Chevron sebagai non-operator mengambil peran kembali dengan pembagian pendapatan yang akan diajukan oleh Pertamina?" ujar Johan. 

Sejauh ini, komentar dari Chevron Pacific Indonesia, perusahaan yang dimiliki Chevron untuk beroperasi di tanah air, belum menunjukkan sinyal ke arah sana.

"Kami mengerti keputusan pemerintah Indonesia. Meskipun kami kecewa mendengar informasi ini, kami sedang berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mendapatkan informasi lebih lanjut. Namun, Chevron bangga telah menjadi mitra untuk Indonesia lebih dari 90 tahun," ujar Senior Vice President Policy, Goverment and Public Affairs Chevron Indonesia Yanto Sianipar saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (1/8/2018).

Terakhir, Wood Mackenzie menyoroti bahwa pengelolaan transisi operator di Blok Rokan akan menjadi penting bagi Indonesia, untuk menjaga pasokan minyak negara. Namun, melihat pengalaman Pertamina di Mahakam, nampaknya hal ini akan menjadi tantangan besar tersendiri.

"Investasi dan operator baru dapat menggenjot produksi Rokan hingga 350.000 barel/hari. Namun, dari pengalaman dari Blok Mahakam, baik Total maupun INPEX sama-sama tidak mau terlibat lagi. Produksi gas lantas jatuh sebesar 15% di bawah target operator baru (Pertamina). Hal ini perlu diwaspadai," tegas Johan.

"Kisah Rokan baru saja dimulai," tutup analis Wood Mackenzie itu.  

(RHG/gus) Next Article Dapat Rokan,Pertamina Pangkas Impor Minyak 100.000 barel/hari

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular