
Jokowi Minta Orang Terkaya Negeri Ini Ikut Selamatkan Rupiah
Arys Aditya, CNBC Indonesia
27 July 2018 09:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo mengumpulkan orang terkaya di Indonesia, Kamis (26/7/2018).
Daftar tamu di Istana Bogor itu dipenuhi nama-nama berpengaruh di negeri ini seperti Robert Budi Hartono (Djarum Group), Anthony Salim (Salim Group), Sudhamek (GarudaFood), Peter Sondakh (Rajawali Corpora), Hariyadi Sukamdani (Sahid Grpup), dan Arifin Panigoro (Medco).
Total, ada 40 pengusaha papan atas yang bertemu Kepala Negara. Kepala Negara sendiri didampingi sejumlah menteri di bidang ekonomi.
Di depan para pengusaha kakap itu, Jokowi meminta para pengusaha untuk terlibat dalam penyelamatan rupiah. Caranya, dengan meminta pengusaha untuk tidak menahan devisa hasil ekspor di luar negeri.
"Para pengusaha mengatakan devisa masuk, tapi ada sebagian untuk membeli bahan baku atau kewajiban mereka ke perbankan. Ada persolan mungkin persepsi yang namanya kepercayaan, apakah mereka akan mendapatkan devisa waktu membutuhkannya kembali," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kepada pers usai pertemuan.
Menkeu juga menyampaikan bahwa Pemerintah dan Bank Indonesia bertujuan untuk menjaga stabiitas dan kontinuitas kegiatan ekonomi.
"Sehingga memperkecil atau mengurangi berbagai aspek spekulasi atau tindakan yang merugikan dunia usaha sendiri atau perekonomian secara keseluruhan."
Permohonan ini direspons oleh pengusaha.
Hariyadi Sukamdani dari Sahid Group, yang juga sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), mengungkapkan selama ini pengusaha memang menahan sebagian kecil devisa di luar negeri.
Namun, ia membantah apabila penahanan devisa tersebut mengandung unsur aksi spekulasi atau ketidakpercayaan terhadap otoritas.
Hariyadi mengungkapkan pengusaha dan eksportir sudah melaksanakan permintaan dari Presiden tersebut. Apabila devisa ekspor yang dibawa pulang dinilai kecil, ujarnya, hal itu disebabkan karena memang terjadi penurunan kinerja ekspor.
"Kami nggak ada masalah, nggak ada sama sekali disembunyikan. Kalau memang hasilnya seperti itu, ya kan masalahnya pertumbuhan melambat jadi perolehannya tidak besar. Nah, melambatnya bagaimana ceritanya jadi panjang," ujar Hariyadi yang juga ikut hadir dalam pertemuan dengan Jokowi itu.
Dia mengatakan, Presiden sempat membahas bahwa ada 15% devisa hasil ekspor yang tidak kembali ke Indonesia. Ia setuju dengan data Pemerintah.
"Memang masuk akal kalau 15% devisa tidak masuk. Menurut kami, isunya bukan bagaimana menarik devisa tapi ekspor kita itu sangat lambat naiknya, dan impornya tumbuhnya cukup tinggi."
(ray) Next Article Jokowi Kecam Aksi Teroris Saat Gelar Bukber
Daftar tamu di Istana Bogor itu dipenuhi nama-nama berpengaruh di negeri ini seperti Robert Budi Hartono (Djarum Group), Anthony Salim (Salim Group), Sudhamek (GarudaFood), Peter Sondakh (Rajawali Corpora), Hariyadi Sukamdani (Sahid Grpup), dan Arifin Panigoro (Medco).
Total, ada 40 pengusaha papan atas yang bertemu Kepala Negara. Kepala Negara sendiri didampingi sejumlah menteri di bidang ekonomi.
"Para pengusaha mengatakan devisa masuk, tapi ada sebagian untuk membeli bahan baku atau kewajiban mereka ke perbankan. Ada persolan mungkin persepsi yang namanya kepercayaan, apakah mereka akan mendapatkan devisa waktu membutuhkannya kembali," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kepada pers usai pertemuan.
Menkeu juga menyampaikan bahwa Pemerintah dan Bank Indonesia bertujuan untuk menjaga stabiitas dan kontinuitas kegiatan ekonomi.
"Sehingga memperkecil atau mengurangi berbagai aspek spekulasi atau tindakan yang merugikan dunia usaha sendiri atau perekonomian secara keseluruhan."
Permohonan ini direspons oleh pengusaha.
Hariyadi Sukamdani dari Sahid Group, yang juga sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), mengungkapkan selama ini pengusaha memang menahan sebagian kecil devisa di luar negeri.
Namun, ia membantah apabila penahanan devisa tersebut mengandung unsur aksi spekulasi atau ketidakpercayaan terhadap otoritas.
Hariyadi mengungkapkan pengusaha dan eksportir sudah melaksanakan permintaan dari Presiden tersebut. Apabila devisa ekspor yang dibawa pulang dinilai kecil, ujarnya, hal itu disebabkan karena memang terjadi penurunan kinerja ekspor.
"Kami nggak ada masalah, nggak ada sama sekali disembunyikan. Kalau memang hasilnya seperti itu, ya kan masalahnya pertumbuhan melambat jadi perolehannya tidak besar. Nah, melambatnya bagaimana ceritanya jadi panjang," ujar Hariyadi yang juga ikut hadir dalam pertemuan dengan Jokowi itu.
Dia mengatakan, Presiden sempat membahas bahwa ada 15% devisa hasil ekspor yang tidak kembali ke Indonesia. Ia setuju dengan data Pemerintah.
"Memang masuk akal kalau 15% devisa tidak masuk. Menurut kami, isunya bukan bagaimana menarik devisa tapi ekspor kita itu sangat lambat naiknya, dan impornya tumbuhnya cukup tinggi."
(ray) Next Article Jokowi Kecam Aksi Teroris Saat Gelar Bukber
Most Popular