
Selain Jual Tiket, MRT Jakarta dapat Untung dari 4 Bisnis Ini
Exist In Exist, CNBC Indonesia
26 July 2018 15:05

Jakarta, CNBC Indonesia - PT MRT Jakarta sebagai sebuah perusahaan tansportasi umum memiliki sumber pendapatan utama dari penjualan tiket yang disubsidi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Namun, Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar mengatakan pihaknya juga berupaya untuk memperoleh pendapatan komersial dari sumber lainnya.
"Kereta api itu selalu ada dua sumber revenue, pendapatan tiket, dan non tiket. Dalam pengalaman kita, pendapatan tiket itu tidak bisa membuat industri itu sustainable. Seperti tarif tadi Rp 8.500 berdasarkan willingness to pay masyarakat, secara ekonomi kan pasti lebh dari itu, makanya nanti disubsidi," jelasnya dalam Forum Jurnalis di Kantor MRT Jakarta, Kamis (26/07/2018).
"Kita sedang bicara dengann pemerintah untuk membicarakan bagaimana agat MRT Jakarta bisa menjalankan bisnis lain supaya tidak mengandalkan subsidi terus," lanjutnya.
Pendapatan non-tiket tersebut setidaknya dapat diperoleh dari empat sumber. Pertama, lanjutnya, berasal dari telekomunikasi, seperti layanan Wi-Fi di stasiun.
"Kedua, advertisement [periklanan]. Itu juga kita beauty contest kan. Ketiga, itu ritel [di stasiun]," katanya.
Lalu, yang keempat adalah menjual nama stasiun-stasiun ke perusahaan. Apabila perusahaan menang lelang, maka berhak memberi nama ke stasiun dimaksud.
Selain keempat sumber tersebut, William mengatakan pihaknya juga sedang memikirkan sumber pendapatan lainnya, seperti pengelolaan intergrasi antar moda atau Transit Oriented Development (TOD).
"Kita belum sampai menghitung porsi persentase pendapatan tiket dan nontiket tadi. Karena kita kan belum tahu nih pemerintah bakal kasih subsidi berapa, aset dari pemerintah berapa, ini keputusannya akan datang dari pemerintah. Setelah itu baru kita bisa menghitung," pungkasnya.
(ray) Next Article Ada Jalur Baru MRT 'Belah' Jakarta, Ini Rute-Rutenya
Namun, Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar mengatakan pihaknya juga berupaya untuk memperoleh pendapatan komersial dari sumber lainnya.
"Kereta api itu selalu ada dua sumber revenue, pendapatan tiket, dan non tiket. Dalam pengalaman kita, pendapatan tiket itu tidak bisa membuat industri itu sustainable. Seperti tarif tadi Rp 8.500 berdasarkan willingness to pay masyarakat, secara ekonomi kan pasti lebh dari itu, makanya nanti disubsidi," jelasnya dalam Forum Jurnalis di Kantor MRT Jakarta, Kamis (26/07/2018).
Pendapatan non-tiket tersebut setidaknya dapat diperoleh dari empat sumber. Pertama, lanjutnya, berasal dari telekomunikasi, seperti layanan Wi-Fi di stasiun.
"Kedua, advertisement [periklanan]. Itu juga kita beauty contest kan. Ketiga, itu ritel [di stasiun]," katanya.
Lalu, yang keempat adalah menjual nama stasiun-stasiun ke perusahaan. Apabila perusahaan menang lelang, maka berhak memberi nama ke stasiun dimaksud.
Selain keempat sumber tersebut, William mengatakan pihaknya juga sedang memikirkan sumber pendapatan lainnya, seperti pengelolaan intergrasi antar moda atau Transit Oriented Development (TOD).
"Kita belum sampai menghitung porsi persentase pendapatan tiket dan nontiket tadi. Karena kita kan belum tahu nih pemerintah bakal kasih subsidi berapa, aset dari pemerintah berapa, ini keputusannya akan datang dari pemerintah. Setelah itu baru kita bisa menghitung," pungkasnya.
(ray) Next Article Ada Jalur Baru MRT 'Belah' Jakarta, Ini Rute-Rutenya
Most Popular