
Kebijakan Longgar, Produksi Batu Bara RI Diprediksi Jebol
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
25 July 2018 17:59

Jakarta, CNBC Indonesia- Produksi batu bara di semester satu 2018 capai 163,44 juta ton. Hingga akhir tahun, produksi komoditas ini diperkirakan bakal lewati target 400 juta ton sebagaimana ditetapkan dalam rencana pemerintah.
Dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) Tahun 2015-2019, target produksi tahun ini hanya 406 juta ton, dengan skenario RPJMN semestinya bisa diturunkan hingga hanya 400 juta ton di tahun 2019.
"Tapi jika melihat produksi semester satu tahun ini yang sudah mencapai ton, gelagatnya akhir tahun bakal lebih dari 485 juta ton (target RKAB). Padahal Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) juga sudah sejalan dengan RPJMN yang memasang skenario pembatasan produksi batubara," ujar Peneliti Tata Kelola Pertambangan PWYP Indonesia Rizky Ananda, Rabu (25/7/2018).
Rizky menilai inkonsistensi kebijakan pemerintah merupakan faktor utama yang membuat produksi kelewat tinggi.
Salah satu bentuk inkonsistensi pemerintah yakni terwujud dalam Keputusan Menteri ESDM No.1395K/30/MEM/2018 yang justru memberikan insentif berupa kenaikan kuota produksi sebesar 10% bagi pelaku usaha yang memenuhi kewajiban Domestic Market Obligation(DMO).
"Padahal, pengalokasian DMO sebesar 25% sudah menjadi kewajiban pelaku usaha. Semestinya tidak perlu diberi insentif, karna justru memicu eksploitasi batubara yang berlebihan, apalagi di saat harga merangkak naik," tutur Rizky.
Lebih lanjut, sanksi pemotongan kuota produksi yang diatur SE Menteri ESDM bernomor 2841/30/MEM.B/18 bagi pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajiban DMO juga dinilai tidak efektif, karena kurangnya pengawasan.
"Pemerintah Indonesia harus konsisten dengan kebijakan pengendalian produksi batubara, sebagaimana dimandatkan oleh Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang baru-baru ini juga diperkuat dengan penerbitan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Mineral dan Batubara," pungkas Rizky.
(gus) Next Article Jangan Serakah! Ingat Batu Bara RI Bisa Habis
Dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) Tahun 2015-2019, target produksi tahun ini hanya 406 juta ton, dengan skenario RPJMN semestinya bisa diturunkan hingga hanya 400 juta ton di tahun 2019.
Rizky menilai inkonsistensi kebijakan pemerintah merupakan faktor utama yang membuat produksi kelewat tinggi.
Salah satu bentuk inkonsistensi pemerintah yakni terwujud dalam Keputusan Menteri ESDM No.1395K/30/MEM/2018 yang justru memberikan insentif berupa kenaikan kuota produksi sebesar 10% bagi pelaku usaha yang memenuhi kewajiban Domestic Market Obligation(DMO).
"Padahal, pengalokasian DMO sebesar 25% sudah menjadi kewajiban pelaku usaha. Semestinya tidak perlu diberi insentif, karna justru memicu eksploitasi batubara yang berlebihan, apalagi di saat harga merangkak naik," tutur Rizky.
Lebih lanjut, sanksi pemotongan kuota produksi yang diatur SE Menteri ESDM bernomor 2841/30/MEM.B/18 bagi pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajiban DMO juga dinilai tidak efektif, karena kurangnya pengawasan.
"Pemerintah Indonesia harus konsisten dengan kebijakan pengendalian produksi batubara, sebagaimana dimandatkan oleh Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang baru-baru ini juga diperkuat dengan penerbitan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Mineral dan Batubara," pungkas Rizky.
(gus) Next Article Jangan Serakah! Ingat Batu Bara RI Bisa Habis
Most Popular