Darmin Ungkap Cara Visa dan MasterCard Sedot Dana Nasabah RI
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
24 July 2018 20:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan bagaimana cara perusahaan sistem pembayaran seperti Visa dan MasterCard menyedot dana dari nasabah di Indonesia, ketika melakukan transaksi.
Hal itu dia sebut telah lama menjadi persoalan di Bank Indonesia (BI), yang akhirnya memunculkan program Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) untuk menghindari cross-border transaction.
"Jadi persolan kita dari dulu dengan MasterCard dan Visa sebenarnya adalah kalau Anda gesek di sini, dia akan terus keluar diproses di sana," jelas Darmin, Selasa (24/7/2018).
Lalu, apa ruginya keberadaan cross-border transaction itu? Darmin mengatakan, selama ini dana yang dibutuhkan atas transaksi itu. Namun, pihak bank yang menalangi sehingga konsumen tidak tahu-menahu.
"Anda bayar tanpa Anda tahu. Gimana ceritanya anda nggak tahu? Karena yang bayar itu banknya dan banknya menutupkan biayanya ke Anda," lanjut Darmin.
Menurut Darmin, dana yang dibutuhkan oleh bank cukup besar, yakni US$ 2 miliar setiap tahunnya. Hal tersebutlah yang menjadi keberatan Bank Indonesia."Ya sebenarnya, dulu, waktu saya di BI keberatan. Kenapa [transaksi] harus keluar," ujarnya.
Hal itu disebut Darmin menjadi pemicu fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) oleh AS ditinjau ulang. Selain itu, salah satu keberatan AS adalah pembatasan besaran saham perusahaan asing di perusahaan switching Indonesia. Yakni, terbatas hanya sampai 20%.
"Memang aturan BI gitu. Kalau asing masuk, boleh, tapi hanya 20 % punya saham. Berarti harus join dengan investor yang lain. Nah itu dia marah itu," tutur Damin.
(dru) Next Article Lantik Dua Pejabat Eselon I, Ini Pesan Menko Darmin
Hal itu dia sebut telah lama menjadi persoalan di Bank Indonesia (BI), yang akhirnya memunculkan program Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) untuk menghindari cross-border transaction.
"Jadi persolan kita dari dulu dengan MasterCard dan Visa sebenarnya adalah kalau Anda gesek di sini, dia akan terus keluar diproses di sana," jelas Darmin, Selasa (24/7/2018).
"Anda bayar tanpa Anda tahu. Gimana ceritanya anda nggak tahu? Karena yang bayar itu banknya dan banknya menutupkan biayanya ke Anda," lanjut Darmin.
Menurut Darmin, dana yang dibutuhkan oleh bank cukup besar, yakni US$ 2 miliar setiap tahunnya. Hal tersebutlah yang menjadi keberatan Bank Indonesia."Ya sebenarnya, dulu, waktu saya di BI keberatan. Kenapa [transaksi] harus keluar," ujarnya.
Hal itu disebut Darmin menjadi pemicu fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) oleh AS ditinjau ulang. Selain itu, salah satu keberatan AS adalah pembatasan besaran saham perusahaan asing di perusahaan switching Indonesia. Yakni, terbatas hanya sampai 20%.
"Memang aturan BI gitu. Kalau asing masuk, boleh, tapi hanya 20 % punya saham. Berarti harus join dengan investor yang lain. Nah itu dia marah itu," tutur Damin.
(dru) Next Article Lantik Dua Pejabat Eselon I, Ini Pesan Menko Darmin
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular