Darmin Jelaskan Kenapa Dolar Bisa Jadi 'Super Power'

Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
24 July 2018 19:36
Dolar Amerika Serikat (AS) tengah perkasa dibanding mata uang negara, termasuk rupiah.
Foto: CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) tengah perkasa dibanding mata uang negara, termasuk rupiah. Tanpa penguatan yang terjadi akhir-akhir ini, bukan rahasia lagi bahwa dolar AS memang menjadi acuan utama mata uang di berbagai negara sejak lama.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution bercerita tentang sejarah dolar AS bisa menjadi mata uang global seperti saat ini. Dia memulai cerita itu, dengan bagaimana pada tahun 1973 AS mengawali penguatan dolar AS dengan memanfaatkan pergerakan mata uang di bisnis minyak dan gas bumi.

Mantan Menteri Luar Negeri AS, Henry Alfred Kissinger, pada saat itu diutus ke Arab Saudi untuk bertemu pihak kerajaan untuk bagaimana penjualan minyak menggunakan dolar AS.

"Henry Kissinger diutus ke Arab Saudi menemui Raja Faisal dan minta dukungannya supaya siapapun yang membeli minyak harus pakai dolar AS. Tadinya pakai real itu. Dengan janji politik, Arab Saudi mau. Tidak lama negara-negara teluk lain mau. Sejak itu dolar diperlukan oleh semua negara," tutur Darmin di Gedung Pusdiklat Kemenlu, Selasa (24/7/2018).

Dari situ, dia mengatakan AS memang telah cukup lama paham pentingnya mengglobalkan mata uang mereka. Dengan meningkatkan permintaan berbagai negara lain atas dolar AS, Negeri Paman Sam mampu mencetak uang dalam jumlah besar tanpa takut akan terjadinya inflasi.

"Kenapa dia bisa? Karena dolar AS itu diperlukan di mana-mana. Walaupun negara seperti rusia, tetap perlu dolar AS," ungkap Darmin.

Melihat kondisi saat ini, utamanya terkait rencana Federal Reserve Bank meningkatkan suku bunga acuan kembali, Darmin mengakui AS semakin perkasa atas perekonomian global. Dana di negara-negara berkembang (emerging market) banyak yang tertarik ke AS karena imbal hasil yang lebih menarik.

Belum lagi, hal itu terdorong pula dengan bagaimana sikap proteksionis AS atas perdagangannya. Seperti diketahui, pengetatan perdagangan akan dilakukan kepada China, Uni Eropa, serta beberapa negara lain. Indonesia pun menjadi salah satu negara yang tengah ditinjau ulang atas fasilitas Generalized System of Preferences (GSP), sebuah fasilitas pengurangan tarif impor ke AS.

(dru) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular