
Internasional
Trump Tolak Salahkan Putin Atas Dugaan Intervensi Pilpres
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
17 July 2018 13:46

Helsinki, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada hari Senin (16/7/2018) mengatakan dalam konferensi pers bersama Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa meskipun ia memiliki "keyakinan besar" pada kekuatan intelijen AS, Putin telah "dengan kuat dan tegas mengemukakan penyangkalannya" atas tuduhan ikut campur dalam pemilihan presiden AS 2016.
Presiden menyalahkan "kedua negara" atas hubungan yang tegang itu. Ketika seorang wartawan bertanya kepada presiden apakah dia akan membahas upaya Rusia yang ikut campur dalam pemilihan presiden, Trump justru membahas isu server email Hillary Clinton.
"Saya pikir itu aib bagi kami karena tidak bisa mendapatkan 33.000 email Hillary Clinton. Saya memiliki kepercayaan besar pada orang-orang intelijen saya, tetapi saya akan memberitahu Anda bahwa Presiden Putin sangat kuat dan tegas dalam penyangkalannya hari ini," kata Trump.
"Saya akan mengatakan ini: Saya tidak melihat alasan mengapa" Rusia dituduh mencampuri pemilu 2016, kata Trump.
Putin mengatakan kepada Trump dalam pertemuan Senin (16/7/2018) bahwa dia tidak pernah ikut campur dalam pilpres AS. Pada konferensi pers itu, Putin menyebut tuduhan itu "omong kosong", dan menawarkan untuk mengizinkan penasehat khusus Robert Mueller datang ke Rusia.
"Negara Rusia tidak pernah ikut campur dan tidak akan ikut campur dalam urusan internal Amerika termasuk proses pemilihan," kata Putin dalam briefing bersama Trump.
Saat kedua pemimpin membahas isu-isu mulai dari Perang Sipil Suriah hingga nuklir, para kritikus cenderung menangkap apa yang tidak dibahas: Tiga hari setelah penasihat khusus Robert Mueller mendakwa 12 warga negara Rusia karena ikut campur dalam pemilihan AS, Trump tidak mengatakan apapun kepada Putin kecuali memujinya.
Anggota parlemen, termasuk sejumlah pejabat Partai Republik di Senat, dengan cepat mengritik komentar presiden di hari Senin itu.
"Putin hanya memahami kekuatan," kata Ketua Senat Hubungan Luar Negeri, Bob Corker, R-Tenn., kepada wartawan. "Dan saya tidak berpikir ini saat yang bagus untuk negara kita."
Dalam sebuah pernyataan yang diposting ke Twitter pada Senin malam, presiden mengatakan dia memiliki kepercayaan pada komunitas intelijen AS.
"Namun, saya juga mengakui bahwa untuk membangun masa depan yang lebih cerah, kita tidak dapat secara eksklusif fokus pada masa lalu - sebagai dua kekuatan nuklir terbesar dunia, kita harus akur," tulisnya, dilansir dari CNBC International.
Kemungkinan untuk 'usaha bersama'
Putin mengatakan dia bersedia bekerja dengan AS untuk "menganalisa bersama" setiap materi spesifik yang terkait dengan pemilihan umum.
Dia mengatakan bahwa dia akan mengizinkan penyelidik Mueller ke Rusia dengan syarat bahwa penyelidikan akan menjadi "upaya bersama" di mana para pejabat Rusia juga dapat menginterogasi petugas penegak hukum AS "yang ada hubungannya dengan tindakan ilegal di wilayah Rusia."
Pemimpin Rusia itu juga mengatakan keduanya membahas "tanggung jawab mereka untuk menjaga keamanan internasional" dengan mengutip gudang senjata nuklir masing-masing.
"Sangat penting bahwa kami menyempurnakan stabilitas dan keamanan global dan nonproliferasi senjata pemusnah massal," kata Putin. "Kami menyerahkan kepada rekan-rekan Amerika kami catatan dengan sejumlah saran spesifik dan kami percaya perlu bekerja sama untuk berinteraksi dalam agenda yang diinginkan, kerja sama militer dan teknis."
Hasil pertemuan, yang termasuk dampak dari perjanjian yang dicapai kedua negara, belum jelas, kata para ahli kepada CNBC.
Harry Kazianis, direktur studi pertahanan di Pusat untuk Kepentingan Nasional, mengatakan ada jalan panjang untuk mengembalikan kepercayaan dalam hubungan AS-Rusia.
Namun, katanya, ada sebuah poin penting yang positif.
"Kabar baiknya adalah kedua belah pihak, yang memiliki lebih dari 90% senjata nuklir dunia, sedang berbicara dan itu seharusnya menjadi hal yang baik," kata Kazianis kepada CNBC.
(prm) Next Article Bertemu Putin, Trump Tak Kejar Rusia Soal Intervensi Pilpres
Presiden menyalahkan "kedua negara" atas hubungan yang tegang itu. Ketika seorang wartawan bertanya kepada presiden apakah dia akan membahas upaya Rusia yang ikut campur dalam pemilihan presiden, Trump justru membahas isu server email Hillary Clinton.
"Saya pikir itu aib bagi kami karena tidak bisa mendapatkan 33.000 email Hillary Clinton. Saya memiliki kepercayaan besar pada orang-orang intelijen saya, tetapi saya akan memberitahu Anda bahwa Presiden Putin sangat kuat dan tegas dalam penyangkalannya hari ini," kata Trump.
Putin mengatakan kepada Trump dalam pertemuan Senin (16/7/2018) bahwa dia tidak pernah ikut campur dalam pilpres AS. Pada konferensi pers itu, Putin menyebut tuduhan itu "omong kosong", dan menawarkan untuk mengizinkan penasehat khusus Robert Mueller datang ke Rusia.
"Negara Rusia tidak pernah ikut campur dan tidak akan ikut campur dalam urusan internal Amerika termasuk proses pemilihan," kata Putin dalam briefing bersama Trump.
Saat kedua pemimpin membahas isu-isu mulai dari Perang Sipil Suriah hingga nuklir, para kritikus cenderung menangkap apa yang tidak dibahas: Tiga hari setelah penasihat khusus Robert Mueller mendakwa 12 warga negara Rusia karena ikut campur dalam pemilihan AS, Trump tidak mengatakan apapun kepada Putin kecuali memujinya.
Anggota parlemen, termasuk sejumlah pejabat Partai Republik di Senat, dengan cepat mengritik komentar presiden di hari Senin itu.
"Putin hanya memahami kekuatan," kata Ketua Senat Hubungan Luar Negeri, Bob Corker, R-Tenn., kepada wartawan. "Dan saya tidak berpikir ini saat yang bagus untuk negara kita."
Dalam sebuah pernyataan yang diposting ke Twitter pada Senin malam, presiden mengatakan dia memiliki kepercayaan pada komunitas intelijen AS.
"Namun, saya juga mengakui bahwa untuk membangun masa depan yang lebih cerah, kita tidak dapat secara eksklusif fokus pada masa lalu - sebagai dua kekuatan nuklir terbesar dunia, kita harus akur," tulisnya, dilansir dari CNBC International.
Kemungkinan untuk 'usaha bersama'
Putin mengatakan dia bersedia bekerja dengan AS untuk "menganalisa bersama" setiap materi spesifik yang terkait dengan pemilihan umum.
Dia mengatakan bahwa dia akan mengizinkan penyelidik Mueller ke Rusia dengan syarat bahwa penyelidikan akan menjadi "upaya bersama" di mana para pejabat Rusia juga dapat menginterogasi petugas penegak hukum AS "yang ada hubungannya dengan tindakan ilegal di wilayah Rusia."
Pemimpin Rusia itu juga mengatakan keduanya membahas "tanggung jawab mereka untuk menjaga keamanan internasional" dengan mengutip gudang senjata nuklir masing-masing.
"Sangat penting bahwa kami menyempurnakan stabilitas dan keamanan global dan nonproliferasi senjata pemusnah massal," kata Putin. "Kami menyerahkan kepada rekan-rekan Amerika kami catatan dengan sejumlah saran spesifik dan kami percaya perlu bekerja sama untuk berinteraksi dalam agenda yang diinginkan, kerja sama militer dan teknis."
Hasil pertemuan, yang termasuk dampak dari perjanjian yang dicapai kedua negara, belum jelas, kata para ahli kepada CNBC.
Harry Kazianis, direktur studi pertahanan di Pusat untuk Kepentingan Nasional, mengatakan ada jalan panjang untuk mengembalikan kepercayaan dalam hubungan AS-Rusia.
Namun, katanya, ada sebuah poin penting yang positif.
"Kabar baiknya adalah kedua belah pihak, yang memiliki lebih dari 90% senjata nuklir dunia, sedang berbicara dan itu seharusnya menjadi hal yang baik," kata Kazianis kepada CNBC.
(prm) Next Article Bertemu Putin, Trump Tak Kejar Rusia Soal Intervensi Pilpres
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular