Piala Dunia 2018
Dapat Ratusan Miliar Rupiah, Belgia dan Inggris Tak Bahagia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 July 2018 09:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Piala Dunia 2018 sudah menjelang senja. Malam ini, partai puncak akan menyajikan pertandingan Prancis vs Kroasia. Namun sebagai curtain raiser, tadi malam digelar pertandingan 'penghibur' perebutan juara ketiga antara Belgia vs Inggris.
Tim Setan Merah dan Tim Tiga Singa sama-sama bermain lepas. Pelatih Roberto Martinez dan Gareth Southgate menurunkan pemain-pemain terbaiknya. Generasi Emas versus Generasi Emas.
Belgia akhirnya pulang dengan membawa 'hadiah hiburan' yaitu peringkat ketiga. Harry Kane dan rekan tidak mampu membalas lesatan gol Thomas Meunier dan Eden Hazard. Skor akhir 2-0 buat Belgia.
Selain berhak atas peringkat ketiga alias second runners-up, Belgia juga mengantongi uang hadiah total US$ 60 juta (Rp 857,14 miliar dengan kurs saat ini) yang didapat sejak fase penyisihan grup. Sementara Inggris di peringkat empat alias third runners-up memperoleh US$ 58 juta (Rp 828,57 miliar).
Meski begitu, dalam sepakbola uang kadang bukan segalanya. Apalagi di Piala Dunia. Trofi dan kebanggan menjadi incaran utama, hadiah uang hanyalah bonus pelengkap kebahagiaan.
Jadi walau mendapat uang ratusan miliar rupiah, tentunya baik Belgia maupun Inggris tidak otomatis bahagia. Sebab, mereka pergi Rusia dengan satu misi yaitu menjadi yang terbaik di dunia.
Generasi Emas Belgia datang dengan predikat mentereng. Di antara empat tim semifinalis Rusia 2018, mereka berada di peringkat terbaik versi Federasi Sepakbola Dunia (FIFA) yaitu di rangking tiga. Mencapai final dan mengangkat trofi tentu menjadi target utama mereka.
Namun apa daya. Belgia harus menyerah dengan skor tipis 0-1 di tangan Prancis yang lebih berpengalaman. Belgia memang naif, sementara Prancis lebih taktis.
Setelah unggul melalui gol Samuel Umtiti, Tim Ayam Jantan bermain lebih defensif mengamankan kemenangan. Pelatih Didier Deschamps lebih tahu harus berbuat apa kala menghadapi siapa. Pengalamannya yang sempat membawa Prancis juara dunia 20 tahun lalu ditularkan kepada para junior yang juga anak asuhnya.
Belgia yang terus menyerang sukses dibuat frustrasi. Di sini, terlihat nyata bahwa pengalaman yang berbicara.
Rusia 2018 bisa jadi merupakan momentum terakhir bagi Generasi Emas Belgia untuk meraih gelar di Piala Dunia. Pasalnya, rata-rata usia di skuat Belgia saat ini adalah 27 tahun. Di Qatar 2022, tim ini akan berusia 31 tahun jika masih dipertahankan. Usia yang sudah memasuki waktu Maghrib bagi pesepakbola.
Oleh karena itu, wajar jika Belgia agak kecewa dengan hasil yang mereka peroleh di Rusia. "Kecewa itu pasti, tidak ada yang lain," ujar Martinez, mengutip Reuters.
Tidak hanya Belgia, Inggris (yang tadi malam kalah) pun pasti kecewa. Seperti Belgia, Inggris juga mendapat label Generasi Emas. Tim di Rusia 2018 mencapai hasil terbaik di Piala Dunia setelah Italia 1990 dengan masuk ke babak empat besar.
Namun Generasi Emas Inggris pun seperti Belgia, terlalu naif. Di semifinal, anak-anak muda ini terlihat kelelahan meladeni semangat spartan Kroasia. Lagi-lagi pengalaman berbicara. Skuat Inggris di Rusia 2018 punya rata-rata usia 25,9 tahun, berbanding Kroasia dengan 27,5 tahun.
Di level klub, Luka Modric cs juga kenyang pengalaman. Modric sudah bermandikan gelar di Real Madrid, mulai dari juara La Liga (1), Piala Raja (1), Piala Super Spanyol (2), Liga Champions Eropa (4), Piala Super Eropa (3), dan Kejuaraan Dunia Antar Klub (3).
Kompatriot Modric yaitu Ivan Rakitic pun sudah bermain di level tertinggi kala membela Sevilla dan Barcelona. Di Sevilla, Rakitic menjadi bagian dari tim yang memenangkan Europa League pada musim 2013-2014. Sementara di Barcelona, pria 30 tahun kelahiran Swiss ini mengoleksi trofi La Liga (3), Piala Raja (4), Piala Super Spanyol (1), Liga Champions Eropa (1), Piala Super Eropa (1), dan Kejuaraan Dunia Antar Klub (1).
Sedangkan skuat Inggris, walau penuh bakat, tidak punya pengalaman sekaya itu. Di Level Eropa, paling mentok hanya Jordan Henderson dan Trent Alexander-Arnold yang membawa Liverpool ke final Liga Champions musim lalu, dan kalah dari Modric dkk.
Namun tidak seperti Belgia, skuat Inggris masih punya harapan di Qatar 2022. Bisa dibilang Rusia 2018 membentuk fondasi tim yang bisa terus dikembangkan menjadi lebih baik. Empat tahun lagi di Qatar 2022, rata-rata usia tim ini (jika dipertahankan) adalah 29,9 tahun. Kematangan yang optimal dalam karier seorang pesepakbola.
Meski begitu, Inggris tetap kecewa karena pulang tanpa gelar di Rusia 2018. "Saya sangat kecewa, semuanya kecewa. Anda tidak melihat senyum di ruang ganti," ungkap Arnold, dikutip dari Reuters.
Well, ternyata hadiah uang ratusan miliar rupiah tidak bisa membayar kebahagiaan yang sesungguhnya. Mengangkat trofi Piala Dunia adalah sesuatu yang priceless, kebahagiaan yang tidak bisa diukur dengan uang...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Football Is (Not) Coming Home
Tim Setan Merah dan Tim Tiga Singa sama-sama bermain lepas. Pelatih Roberto Martinez dan Gareth Southgate menurunkan pemain-pemain terbaiknya. Generasi Emas versus Generasi Emas.
Belgia akhirnya pulang dengan membawa 'hadiah hiburan' yaitu peringkat ketiga. Harry Kane dan rekan tidak mampu membalas lesatan gol Thomas Meunier dan Eden Hazard. Skor akhir 2-0 buat Belgia.
Meski begitu, dalam sepakbola uang kadang bukan segalanya. Apalagi di Piala Dunia. Trofi dan kebanggan menjadi incaran utama, hadiah uang hanyalah bonus pelengkap kebahagiaan.
Jadi walau mendapat uang ratusan miliar rupiah, tentunya baik Belgia maupun Inggris tidak otomatis bahagia. Sebab, mereka pergi Rusia dengan satu misi yaitu menjadi yang terbaik di dunia.
Generasi Emas Belgia datang dengan predikat mentereng. Di antara empat tim semifinalis Rusia 2018, mereka berada di peringkat terbaik versi Federasi Sepakbola Dunia (FIFA) yaitu di rangking tiga. Mencapai final dan mengangkat trofi tentu menjadi target utama mereka.
Namun apa daya. Belgia harus menyerah dengan skor tipis 0-1 di tangan Prancis yang lebih berpengalaman. Belgia memang naif, sementara Prancis lebih taktis.
Setelah unggul melalui gol Samuel Umtiti, Tim Ayam Jantan bermain lebih defensif mengamankan kemenangan. Pelatih Didier Deschamps lebih tahu harus berbuat apa kala menghadapi siapa. Pengalamannya yang sempat membawa Prancis juara dunia 20 tahun lalu ditularkan kepada para junior yang juga anak asuhnya.
Belgia yang terus menyerang sukses dibuat frustrasi. Di sini, terlihat nyata bahwa pengalaman yang berbicara.
Rusia 2018 bisa jadi merupakan momentum terakhir bagi Generasi Emas Belgia untuk meraih gelar di Piala Dunia. Pasalnya, rata-rata usia di skuat Belgia saat ini adalah 27 tahun. Di Qatar 2022, tim ini akan berusia 31 tahun jika masih dipertahankan. Usia yang sudah memasuki waktu Maghrib bagi pesepakbola.
Oleh karena itu, wajar jika Belgia agak kecewa dengan hasil yang mereka peroleh di Rusia. "Kecewa itu pasti, tidak ada yang lain," ujar Martinez, mengutip Reuters.
Tidak hanya Belgia, Inggris (yang tadi malam kalah) pun pasti kecewa. Seperti Belgia, Inggris juga mendapat label Generasi Emas. Tim di Rusia 2018 mencapai hasil terbaik di Piala Dunia setelah Italia 1990 dengan masuk ke babak empat besar.
Namun Generasi Emas Inggris pun seperti Belgia, terlalu naif. Di semifinal, anak-anak muda ini terlihat kelelahan meladeni semangat spartan Kroasia. Lagi-lagi pengalaman berbicara. Skuat Inggris di Rusia 2018 punya rata-rata usia 25,9 tahun, berbanding Kroasia dengan 27,5 tahun.
Di level klub, Luka Modric cs juga kenyang pengalaman. Modric sudah bermandikan gelar di Real Madrid, mulai dari juara La Liga (1), Piala Raja (1), Piala Super Spanyol (2), Liga Champions Eropa (4), Piala Super Eropa (3), dan Kejuaraan Dunia Antar Klub (3).
Kompatriot Modric yaitu Ivan Rakitic pun sudah bermain di level tertinggi kala membela Sevilla dan Barcelona. Di Sevilla, Rakitic menjadi bagian dari tim yang memenangkan Europa League pada musim 2013-2014. Sementara di Barcelona, pria 30 tahun kelahiran Swiss ini mengoleksi trofi La Liga (3), Piala Raja (4), Piala Super Spanyol (1), Liga Champions Eropa (1), Piala Super Eropa (1), dan Kejuaraan Dunia Antar Klub (1).
Sedangkan skuat Inggris, walau penuh bakat, tidak punya pengalaman sekaya itu. Di Level Eropa, paling mentok hanya Jordan Henderson dan Trent Alexander-Arnold yang membawa Liverpool ke final Liga Champions musim lalu, dan kalah dari Modric dkk.
Namun tidak seperti Belgia, skuat Inggris masih punya harapan di Qatar 2022. Bisa dibilang Rusia 2018 membentuk fondasi tim yang bisa terus dikembangkan menjadi lebih baik. Empat tahun lagi di Qatar 2022, rata-rata usia tim ini (jika dipertahankan) adalah 29,9 tahun. Kematangan yang optimal dalam karier seorang pesepakbola.
Meski begitu, Inggris tetap kecewa karena pulang tanpa gelar di Rusia 2018. "Saya sangat kecewa, semuanya kecewa. Anda tidak melihat senyum di ruang ganti," ungkap Arnold, dikutip dari Reuters.
Well, ternyata hadiah uang ratusan miliar rupiah tidak bisa membayar kebahagiaan yang sesungguhnya. Mengangkat trofi Piala Dunia adalah sesuatu yang priceless, kebahagiaan yang tidak bisa diukur dengan uang...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Football Is (Not) Coming Home
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular