
Internasional
Gara-gara Naikkan Harga BBM, Presiden Haiti Dipaksa Mundur
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
09 July 2018 15:15

Haiti, CNBC Indonesia - Ibu kota Haiti mulai terlihat tenang hari Senin (9/7/2018) setelah dua hari penjarahan dan demonstrasi mematikan akibat rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar. Rencana itu pun segera ditangguhkan akibat kencangnya aksi protes masyarakat.
Dengan jumlah korban tewas yang bertambah menjadi empat orang, para pemrotes di negara Karibia yang miskin itu menyerukan pemogokan umum dua hari, meskipun pemerintah menangguhkan kenaikan harga.
Banyak penduduk Haiti saat ini menuntut mundurnya Presiden Jovenel Moise.
"Jika presiden menjabat satu hari lagi, keadaan akan lebih parah: kami akan memblokir jalan dan membakar semuanya, karena kami tidak akan kehilangan apa pun," kata seorang pemrotes bertopeng.
Sekelompok pemuda yang mencoba memeras uang dari pengendara dan pejalan kaki menyebar di berbagai persimpangan dan jalan di Port-au-Prince pada hari Minggu.
Radio lokal melaporkan bahwa kelompok orang bersenjata dalam pakaian sipil telah terlihat di beberapa distrik pusat kota.
Di jantung ibu kota, wartawan AFP melihat toko-toko digeledah sebagai upaya yang dilakukan pemrotes yang menuntut keluarnya Moise.
Beberapa pemuda yang agresif membawa pisau, dan unit kontrol massa polisi khusus menembakkan senjata mereka ke udara dan meledakkan gas air mata.
Bersamaan dengan adegan-adegan kacau dan penuh kekerasan ini, sebagian penduduk di beberapa bagian ibu kota telah kembali ke kehidupan normal.
Setelah unjuk rasa, banyak pedagang buah dan sayuran kembali berdagang di trotoar dan ojek kembali menunggu penumpang di persimpangan jalan meski pelanggan masih langka.
Lalu lintas mobil dengan malu-malu kembali ke beberapa jalan di mana polisi telah menyingkirkan barikade.
Beberapa penerbangan juga kembali beroperasi, dengan tiga pesawat mendarat dari Amerika Serikat setelah semua maskapai penerbangan membatalkan layanan pada hari Sabtu.
Namun ketidakpastian tetap ada, dan kedutaan besar Prancis dan Kanada mengatakan mereka akan tetap tutup pada hari Senin.
Moise telah mendesak para demonstran pada Sabtu malam untuk "pulang", mengatakan penangguhan kenaikan harga "memperbaiki apa yang harus diperbaiki".
Pidatonya yang disiarkan televisi mengecewakan banyak penduduk dan kelas politik: "Kami mengharapkan pidato lain, analisis mendalam tentang situasi yang telah terjadi di negara itu dalam dua hari terakhir dan menyebabkan begitu banyak korban jiwa dan materi," kata anggota parlemen, Jerry Tardieu kepada AFP.
Dilansir dari AFP, kerusuhan terjadi setelah pengumuman pemerintah pada hari Jumat bahwa harga bensin akan naik 38%, solar 47%, dan minyak tanah 51% mulai akhir pekan ini.
Pemerintahan terancam
Dalam menangguhkan kenaikan harga, Perdana Menteri Jack Guy Lafontant pada hari Sabtu menekankan bahwa "kekerasan dan demokrasi pada dasarnya tidak sejalan".
Bahkan sebelum kontroversi harga bahan bakar, para deputi telah memulai perdebatan tentang masa depan sang perdana menteri, dan situasi buruk di hari Sabtu dapat menyebabkan jatuhnya pemerintah.
Pada Jumat malam, pengawal politikus partai oposisi tewas dalam pertengkaran dengan para demonstran di pusat kota Port-au-Prince ketika ia berusaha melewati jalan yang diblokir. Tubuhnya kemudian dibakar di jalan.
Pada Sabtu sore, seorang wartawan AFP melihat seorang pria muda yang ditembak mati. Dua orang lainnya juga kehilangan nyawa mereka.
Diskusi parlemen sedang berlangsung untuk menentukan langkah-langkah berikutnya yang ditujukan untuk menenangkan krisis. Beberapa pejabat terpilih mendesak pengunduran diri segera perdana menteri.
Pada hari Minggu, satu orang Haiti, Alphonse Charles, mengungkapkan rasa frustrasi dan rasa fatalisme yang dirasakan oleh banyak orang sebangsanya.
Berdiri di samping sisa-sisa mobilnya yang terbakar di dekat toko-toko yang terbakar dan dijarah, dia menyalahkan para politisi tetapi menyesalkan bahwa orang-orang telah "terbawa."
"Ini realitas negara: ketika kita hidup di Haiti kita marah, frustrasi tentang bagaimana politisi mengatur berbagai hal."
(prm) Next Article Kejam! Presiden Negara Haiti Dibunuh di Rumahnya
Dengan jumlah korban tewas yang bertambah menjadi empat orang, para pemrotes di negara Karibia yang miskin itu menyerukan pemogokan umum dua hari, meskipun pemerintah menangguhkan kenaikan harga.
Banyak penduduk Haiti saat ini menuntut mundurnya Presiden Jovenel Moise.
Sekelompok pemuda yang mencoba memeras uang dari pengendara dan pejalan kaki menyebar di berbagai persimpangan dan jalan di Port-au-Prince pada hari Minggu.
Radio lokal melaporkan bahwa kelompok orang bersenjata dalam pakaian sipil telah terlihat di beberapa distrik pusat kota.
Di jantung ibu kota, wartawan AFP melihat toko-toko digeledah sebagai upaya yang dilakukan pemrotes yang menuntut keluarnya Moise.
Beberapa pemuda yang agresif membawa pisau, dan unit kontrol massa polisi khusus menembakkan senjata mereka ke udara dan meledakkan gas air mata.
Bersamaan dengan adegan-adegan kacau dan penuh kekerasan ini, sebagian penduduk di beberapa bagian ibu kota telah kembali ke kehidupan normal.
Setelah unjuk rasa, banyak pedagang buah dan sayuran kembali berdagang di trotoar dan ojek kembali menunggu penumpang di persimpangan jalan meski pelanggan masih langka.
Lalu lintas mobil dengan malu-malu kembali ke beberapa jalan di mana polisi telah menyingkirkan barikade.
Beberapa penerbangan juga kembali beroperasi, dengan tiga pesawat mendarat dari Amerika Serikat setelah semua maskapai penerbangan membatalkan layanan pada hari Sabtu.
Namun ketidakpastian tetap ada, dan kedutaan besar Prancis dan Kanada mengatakan mereka akan tetap tutup pada hari Senin.
Moise telah mendesak para demonstran pada Sabtu malam untuk "pulang", mengatakan penangguhan kenaikan harga "memperbaiki apa yang harus diperbaiki".
Pidatonya yang disiarkan televisi mengecewakan banyak penduduk dan kelas politik: "Kami mengharapkan pidato lain, analisis mendalam tentang situasi yang telah terjadi di negara itu dalam dua hari terakhir dan menyebabkan begitu banyak korban jiwa dan materi," kata anggota parlemen, Jerry Tardieu kepada AFP.
Dilansir dari AFP, kerusuhan terjadi setelah pengumuman pemerintah pada hari Jumat bahwa harga bensin akan naik 38%, solar 47%, dan minyak tanah 51% mulai akhir pekan ini.
Pemerintahan terancam
Dalam menangguhkan kenaikan harga, Perdana Menteri Jack Guy Lafontant pada hari Sabtu menekankan bahwa "kekerasan dan demokrasi pada dasarnya tidak sejalan".
Bahkan sebelum kontroversi harga bahan bakar, para deputi telah memulai perdebatan tentang masa depan sang perdana menteri, dan situasi buruk di hari Sabtu dapat menyebabkan jatuhnya pemerintah.
Pada Jumat malam, pengawal politikus partai oposisi tewas dalam pertengkaran dengan para demonstran di pusat kota Port-au-Prince ketika ia berusaha melewati jalan yang diblokir. Tubuhnya kemudian dibakar di jalan.
Pada Sabtu sore, seorang wartawan AFP melihat seorang pria muda yang ditembak mati. Dua orang lainnya juga kehilangan nyawa mereka.
Diskusi parlemen sedang berlangsung untuk menentukan langkah-langkah berikutnya yang ditujukan untuk menenangkan krisis. Beberapa pejabat terpilih mendesak pengunduran diri segera perdana menteri.
Pada hari Minggu, satu orang Haiti, Alphonse Charles, mengungkapkan rasa frustrasi dan rasa fatalisme yang dirasakan oleh banyak orang sebangsanya.
Berdiri di samping sisa-sisa mobilnya yang terbakar di dekat toko-toko yang terbakar dan dijarah, dia menyalahkan para politisi tetapi menyesalkan bahwa orang-orang telah "terbawa."
"Ini realitas negara: ketika kita hidup di Haiti kita marah, frustrasi tentang bagaimana politisi mengatur berbagai hal."
Tapi "Saya harus terus hidup," tambahnya. "Kami tidak akan terbawa hanya oleh hal itu."
(prm) Next Article Kejam! Presiden Negara Haiti Dibunuh di Rumahnya
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular