Jokowi Sebut Ekonomi Sedang Sulit, Benarkah?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 July 2018 14:29
The Fed Menambah Ketidakpastian
Foto: REUTERS/Kai Pfaffenbach
Tidak hanya perang dagang, tetapi ada risiko besar lain yang mungkin kurang dilihat sebelumnya oleh pasar. Meski terlibat perang dagang dengan berbagai negara, tetapi ternyata perekonomian AS justru melaju kencang. Salah satunya didorong oleh stimulus fiskal dari Trump. 

The Federal Reserve, Bank Sentral AS, memperkirakan ekonomi AS tumbuh 2,8% pada 2018. Lebih baik ketimbang proyeksi sebelumnya yaitu 2,7%. 

Seiring laju pertumbuhan ekonomi, inflasi pun terakselerasi. Inflasi di Negeri Paman Sam sudah stabil di kisaran 2% sejak kuartal III-2013, sudah memenuhi target The Fed. Angka pengangguran pun terus turun ke 3,8% pada April 2018, terendah sejak 18 tahun lalu. 

Pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan angka pengangguran yang membaik bisa membuat perekonomian AS mengalami overheating bila tidak dikendalikan. Cara yang paling ampuh untuk agak mengerem perekonomian adalah dengan menaikkan suku bunga acuan. 

Sejak akhir tahun lalu, pasar sudah memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali sepanjang 2018. Namun semakin lama, sepertinya perekonomian AS semakin membaik sehingga mungkin perlu kenaikan dosis pengetatan moneter. 

Benar saja. Dalam rapat edisi Juni, The Fed memberi kode keras bahwa kemungkinan suku bunga acuan bisa naik empat kali sepanjang 2018. Pada akhir tahun, median proyeksi suku bunga berada di 2,25-2,5%. 

The Fed yang kian agresif ternyata tanpa lawan. Bank Sentral Uni Eropa (European Central Bank/ECB) baru mulai mengurangi stimulus fiskal pada September dan mengakhirinya pada akhir 2018. Untuk kenaikan suku bunga, paling cepat dieksekusi pada pertengahan 2019 meski pasar memperkirakan kebijakan itu baru ditempuh setidaknya September atau mundur tiga bulan. 

Sementara Jepang malah agak mengendur. Laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi Jepang pada 2018 justru melambat, yang menadakan periode stagnasi masih menghantui. 

Oleh karena itu, Bank Sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) masih akan mempertahankan kebijakan moneter longgar dan suku bunga acuan ultra rendah. Sampai kapan? BoJ hanya meminta pelaku pasar bersabar. 

Situasi ini membuat AS lagi-lagi menjadi darling-nya investor global. Berinvestasi di AS akan mendapatkan keuntungan lebih karena tren suku bunga yang cenderung naik. Ini yang tidak bisa diberikan oleh negara-negara maju lainnya. 

Dampaknya, dolar AS menguat luar biasa karena minat investor yang berjubel. Penguatan greenback berujung pada tekanan terhadap hampir seluruh mata uang, tidak terkecuali rupiah. (aji/wed)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular