Piala Dunia 2018
Dengan VAR, Tak Ada Lagi 'Perampokan' Jutaan Dolar
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 June 2018 08:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Piala Dunia 2018 menjadi debut bagi sebuah teknologi bernama Video Assistant Referee (VAR) di sebuah turnamen besar. Musim lalu, beberapa liga sepakbola di Eropa sudah menerapkan teknologi ini seperti Serie A Italia.
VAR adalah teknologi perekam pertandingan. Kala wasit ragu terhadap sebuah kejadian (pelanggaran, offside, bola sudah melewati garis, dan sebagainya), sang pengadil akan menghentikan pertandingan sejenak untuk melihat VAR.
Kali pertama VAR digunakan di Rusia 2018 adalah dalam pertandingan Prancis vs Australia. Antoine Griezmann, penyerang Prancis, dijatuhkan oleh bek Australia Josh Risdon di kotak terlarang. Wasit awalnya menilai tackle Risdon halal, tetapi karena ragu dia berpaling kepada VAR.
Hasilnya adalah wasit mengubah keputusannya, dan Prancis mendapat hadiah tendangan penalti. Griezmann sukses mengonversinya menjadi gol.
Teknologi kembali berperan dalam pertandingan ini, yaitu untuk gol kedua Prancis yang dicetak Paul Pogba. Tembakan Pogba membentur mistar gawang, memantul di tanah, dan bola berhasil ditangkap kiper Australia. Namun saat memantul di tanah ternyata bola sudah melewati garis gawang. Ini juga ditentukan oleh wasit melalui bantuan teknologi.
Kehadiran VAR membawa pro dan kontra. Suara pendukungnya adalah kini sepakbola bisa lebih adil karena tidak ada lagi peristiwa-peristiwa 'gaib' yang merugikan salah satu tim.
Contoh paling nyata adalah ke depan tidak akan ada lagi yang namanya Gol Tangan Tuhan a la Diego Maradona. Kemudian gol dari bola pantul seperti yang dibuat Frank Lampard kala Inggris berhadapan dengan Jerman di Piala Dunia 2010 juga akan disahkan. Seperti gol Pogba ke gawang Australia.
Namun ada pula suara yang menentang. VAR dinilai mencabut sisi kemanusiaan dari sepakbola. Teknologi membuat sepakbola menjadi terlalu kaku, terlalu rigid, terlalu baku, terlalu textbook. Kita sudah menjadi hamba teknologi dalam kehidupan sehari-hari, masak untuk sepakbola (yang urusan rasa) pun harus menyerah kepada teknologi?
Kesalahan-kesalahan manusiawi kadang menjadi warisan yang melegenda. Ya contohnya Gol Tangan Tuhan tadi. Maradona memang pemain hebat bin berbakat, mungkin yang terbaik pada masanya. Namun Maradona tanpa Gol Tangan Tuhan sepertinya kurang afdhal. Maradona adalah Gol Tangan Tuhan dan Gol Tangan Tuhan adalah Maradona, titik.
Selain itu, VAR terkadang membuat pertandingan menjadi molor. Di Italia, VAR sudah digunakan sebanyak 1.736 kali dan menghasilkan 105 keputusan. Kadang pertandingan bisa menjalan lebih dari 100 menit karena VAR.
Permainan yang sudah panas bisa mendingin lagi saat wasit memutuskan break untuk melihat VAR. Laga yang sudah berjalan seru pun bisa melambat. Kesenangan menjadi berkurang.
VAR adalah teknologi perekam pertandingan. Kala wasit ragu terhadap sebuah kejadian (pelanggaran, offside, bola sudah melewati garis, dan sebagainya), sang pengadil akan menghentikan pertandingan sejenak untuk melihat VAR.
Kali pertama VAR digunakan di Rusia 2018 adalah dalam pertandingan Prancis vs Australia. Antoine Griezmann, penyerang Prancis, dijatuhkan oleh bek Australia Josh Risdon di kotak terlarang. Wasit awalnya menilai tackle Risdon halal, tetapi karena ragu dia berpaling kepada VAR.
Teknologi kembali berperan dalam pertandingan ini, yaitu untuk gol kedua Prancis yang dicetak Paul Pogba. Tembakan Pogba membentur mistar gawang, memantul di tanah, dan bola berhasil ditangkap kiper Australia. Namun saat memantul di tanah ternyata bola sudah melewati garis gawang. Ini juga ditentukan oleh wasit melalui bantuan teknologi.
Kehadiran VAR membawa pro dan kontra. Suara pendukungnya adalah kini sepakbola bisa lebih adil karena tidak ada lagi peristiwa-peristiwa 'gaib' yang merugikan salah satu tim.
Contoh paling nyata adalah ke depan tidak akan ada lagi yang namanya Gol Tangan Tuhan a la Diego Maradona. Kemudian gol dari bola pantul seperti yang dibuat Frank Lampard kala Inggris berhadapan dengan Jerman di Piala Dunia 2010 juga akan disahkan. Seperti gol Pogba ke gawang Australia.
Namun ada pula suara yang menentang. VAR dinilai mencabut sisi kemanusiaan dari sepakbola. Teknologi membuat sepakbola menjadi terlalu kaku, terlalu rigid, terlalu baku, terlalu textbook. Kita sudah menjadi hamba teknologi dalam kehidupan sehari-hari, masak untuk sepakbola (yang urusan rasa) pun harus menyerah kepada teknologi?
Kesalahan-kesalahan manusiawi kadang menjadi warisan yang melegenda. Ya contohnya Gol Tangan Tuhan tadi. Maradona memang pemain hebat bin berbakat, mungkin yang terbaik pada masanya. Namun Maradona tanpa Gol Tangan Tuhan sepertinya kurang afdhal. Maradona adalah Gol Tangan Tuhan dan Gol Tangan Tuhan adalah Maradona, titik.
Selain itu, VAR terkadang membuat pertandingan menjadi molor. Di Italia, VAR sudah digunakan sebanyak 1.736 kali dan menghasilkan 105 keputusan. Kadang pertandingan bisa menjalan lebih dari 100 menit karena VAR.
Permainan yang sudah panas bisa mendingin lagi saat wasit memutuskan break untuk melihat VAR. Laga yang sudah berjalan seru pun bisa melambat. Kesenangan menjadi berkurang.
Next Page
Menyelamatkan Jutaan Dolar
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular