Piala Dunia 2018

Merekrut Bintang Piala Dunia, Investasi Untung atau Buntung?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 June 2018 14:35
Merekrut Bintang Piala Dunia, Investasi Untung atau Buntung?
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Piala Dunia menjadi ajang bagi pemain untuk 'menjual diri'. Setiap gelaran besar, para pemandu bakat dari berbagai klub hadir untuk memantau pemain-pemain potensial untuk direkrut. 

Tidak terkecuali di Piala Dunia 2018, yang akan dimulai dalam hitungan hari. Pastinya perwakilan klub-klub sudah bersiap untuk melaksanakan tugasnya. 

Namun, melihat permainan seorang pemain di sebuah turnamen bisa dibilang perjudian. Turnamen tentu berbeda dengan kompetisi setahun penuh.  

Bisa saja (bahkan sering) seorang pemain yang bersinar di turnamen ternyata tidak optimal kala menjalani kompetisi reguler. Apalagi jika si pemain pindah ke negara lain, sehingga perlu penyesuaian yang mungkin memakan waktu. 

Pemain yang seringkali menjadi contoh kasus adalah El Hadji Diouf. Di Piala Dunia 2002, penampilan ciamik Diouf menjadi salah satu kontributor laju Senegal. Kala itu, Senegal menjadi negara Afrika pertama yang mencapai babak perempat final setelah Kamerun di Italia 1990. 

Diouf yang sebelum Piala Dunia bermain di Prancis bersama RC Lens menjadi rebutan. Liverpool berhasil memenangkan persaingan ini dan berhasil menggaet Diouf dengan biaya 10 juta poundsterling (Rp 186,8 miliar dengan kurs sekarang). 

Namun, penampilan Diouf selama berseragam merah kurang meyakinkan. Pada musim pertamanya di Inggris, Diouf tampil di 46 laga di seluruh kompetisi dengan sumbangan enam gol. Enam gol. Penyerang macam apa itu?

Pada musim keduanya, pelatih Liverpool kala itu Gerard Houllier mencoba memasang Diouf di posisi baru, yaitu gelandang sayap kanan. Penampilannya agak membaik, dan berhasil membukukan 33 penampilan di seluruh kompetisi. Namun tidak mencetak gol sama sekali.


Mungkin jengah dengan penampilan Diouf yang jauh dari harapan, Liverpool melepasnya ke Bolton Wandeders pada musim 2004/2005. Diouf hanya bermain dua musim di Merseyside.

Harga pelepasan ke Bolton hanya 2,6 juta poundsterling (Rp 49,15 miliar), jauh dibandingkan kala Liverpool merekrutnya. Ibarat investasi, menanamkan modal di Diouf bisa dibilang buntung, bukan untung.
 

Setelah empat tahun di Bolton dengan koleksi 136 penampilan plus 24 gol (rasio satu gol dalam 5,67 pertandingan), Diouf menjadi pengelana. Sunderland, Blackburn Rovers, Doncaster Rovers, Leeds United, sampai Sabah FC di Malaysia sempat disinggahinya. 

Diouf pensiun pada 2011 dengan catatan 486 penampilan dan 70 gol di level klub. Kira-kira Diouf harus melalui tujuh pertandingan dulu untuk mencetak sebiji gol. 

Diouf adalah gambaran bagaimana hype pemain yang bersinar di Piala Dunia tidak terbukti. Bisa jadi membeli pemain berdasarkan penampilan di Piala Dunia adalah investasi buntung.   

Namun, tidak semua cerita seperti Diouf. Banyak pula kisah sukses pemain yang direkrut karena penampilan yang impresif di Piala Dunia, dan berhasil meneruskannya di klub baru.

Contoh paling nyata adalah Mesut Oezil. Di Afrika Selatan 2010, awalnya Oezil dipandang sebelah mata. Namun, performa Oezil ternyata eksepsional dan berhasil mengantar Jerman ke semifinal sebelum disingkirkan oleh sang calon juara, Spanyol. Die Manschaff kemudian berhasil meraih peringkat ketiga setelah mengalahkan Uruguay.

Berkat penampilannya, Oezil pun masuk nominasi penghargaan pemain terbaik (Golden Ball). Namun, Oezil harus merelakan gelar itu ke tangan Diego Forlan (Uruguay).

Gocekan Oezil di Piala Dunia 2010 juga membuat banyak klub kepincut. Real Madrid beruntung bisa meyakinkan Oezil untuk merapat. Dengan mahar yang relatif murah, yaitu sekitar 15 juta euro (Rp 280,41 miliar), Oezil pun pindah dari Weder Bremen (Jerman) ke ibukota Spanyol.

Di Madrid, penampilan Oezil bukannya turun tapi malah menanjak. Pada musim pertamanya, Oezil membukukan 53 penampilan dengan sumbangan 10 gol plus 25 asis. 25 asis. Oezil pun jadi raja umpan di Eropa, tidak ada pemain yang melebihi dirinya di liga-liga sepakbola Benua Biru.


Oezil bertahan empat musim di Santiago Bernabeu dengan catatan 159 penampilan dan 27 gol. Pada musim terakhirnya di Madrid, Oezil lagi-lagi menjadi raja umpan Eropa dengan raihan 29 asis.

Pada 2013, kebersamaan Oezil dengan Madrid berakhir setelah Arsenal bersedia membayar 50 juta euro (Rp 933,72 miliar) untuk membawanya ke London. Madrid menang banyak, karena uang dari penjualan Oezil meningkat 233,33% dibandingkan biaya transfernya dari Bremen. Investasi Madrid dalam diri Oezil benar-benar untung.

Berkaca dari cerita Diouf atau Oezil, pemadu bakat memang harus ekstra hati-hati. Dibutuhkan pembacaan yang komprehensif sebelum memilih pemain incaran. Gaya bermain, performa musim sebelumnya, sampai riwayat cedera harus menjadi perhatian.

Insting juga memainkan peran penting, karena pemandu bakat tentunya punya naluri tersendiri untuk mengendus bakat-bakat baru. Walau terkadang insting bisa salah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular