Trump Mulai Melunak dengan Kim Soal Isu Denuklirisasi?
gita rossiana, CNBC Indonesia
10 June 2018 18:39

Singapura, CNBC Indonesia- Denuklirisasi telah menjadi isu utama yang akan dibicarakan Amerika Serikat dengan Korea Utara. Namun, Presiden Amerika Serikat Donald Trump tampaknya mulai sedikit menghaluskan nada suaranya, meski masih banyak yang menduga apakah Trump masih akan menekan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada pertemuan minggu depan.
Trump menyatakan, pertemuan pada 12 Juni mendatang kembali dilakukan setelah berbagai penundaan sebelumnya. Trump juga mengindikasikan bahwa perjanjian denuklirisasi ini akan didiskusikan melalui beberapa pertemuan.
"Kami tidak akan ikut serta ataupun menandatangani sesuatu pada 12 Juni, kami baru akan memulai proses,"ujar dia seperti dilansir dari CNBC International, Minggu (10/6/2018).
Hal ini menjadi sebuah perubahan yang dramatis dari seorang Trump yang sebelumnya bersikeras untuk meminta rezim menyerahkan senjatanya secara lengkap, dapat diverifikasi dan dengan cara yang tidak bisa diubah.
"Perubahan Trump ke posisi yang sedikit lunak dikhawatirkan tidak akan membuat Trump menekan Kim dari janjinya untuk melakukan denuklirisasi secara lengkap, bisa diverifikasi dan tidak diubah lagi dalam waktu dekat,"ujar Analis Eurasia Group.
Trump juga tidak lagi menggunakan istilah "tekanan maksimum", sebuah kebijakan yang menunjukkan sanksi tegas, aksi diplomatik dan ancaman militer yang telah lama menjadi landasan kebijakan Korea Utara."Kami akur, jadi tidak ada masalah tekanan maksimum,"kata Trump pada 1 Juni 2018.
Direktur Kebijakan di Ploughshares Fund, organisasi kemasyarakat untuk melawan senjata nuklir Tom Collina mengatakan, Trump mulai menyadari situasi.
"Trump seharusnya terus mendorong denuklirisasi, namun dia menyadari butuh berapa lama hal tersebut terjadi,"ucap dia. "Lagipula selama Korea Utara tidak melakukan uji coba rudal dan nuklir, tidak harus terburu-buru,"tambah dia.
Pendekatan Trump sekarang lebih sejalan dengan keinginan Pemerintahan Kim yang menginginkan adanya proses pelucutan senjata yang panjang, dan disertai konsensi pemberian sanksi dan jaminan keamanan.
"Oleh karena itu, daripada menghasilkan sebuah kesepakatan yang konkrit, pertemuan pada 12 Juni akan menjadi pijakan atas negosiasi yang panjang dan selangkah demi selangkah dari kedua belah pihak yang pada akhirnya akan membuat Kim menyerahkan beberapa, tentu tidak semuanya dari kemampuan nuklirnya,"ujar Analis Eurasia.
Namun demikian, proses itu berisiko menghancurkan diplomatik dan membuat Washington kembali ke "tekanan maksimum".
"Trump mungkin frustrasi dengan perkembangan yang lambat dari denuklirisasi dan merasa dia akan dikritik karena dia dipermainkan oleh Kim,"ujar Eurasia Group.
(gus) Next Article Trump dan Kim Tiba di Singapura Hari Ini, Tapi Tak Bersua
Trump menyatakan, pertemuan pada 12 Juni mendatang kembali dilakukan setelah berbagai penundaan sebelumnya. Trump juga mengindikasikan bahwa perjanjian denuklirisasi ini akan didiskusikan melalui beberapa pertemuan.
Hal ini menjadi sebuah perubahan yang dramatis dari seorang Trump yang sebelumnya bersikeras untuk meminta rezim menyerahkan senjatanya secara lengkap, dapat diverifikasi dan dengan cara yang tidak bisa diubah.
"Perubahan Trump ke posisi yang sedikit lunak dikhawatirkan tidak akan membuat Trump menekan Kim dari janjinya untuk melakukan denuklirisasi secara lengkap, bisa diverifikasi dan tidak diubah lagi dalam waktu dekat,"ujar Analis Eurasia Group.
Trump juga tidak lagi menggunakan istilah "tekanan maksimum", sebuah kebijakan yang menunjukkan sanksi tegas, aksi diplomatik dan ancaman militer yang telah lama menjadi landasan kebijakan Korea Utara."Kami akur, jadi tidak ada masalah tekanan maksimum,"kata Trump pada 1 Juni 2018.
Direktur Kebijakan di Ploughshares Fund, organisasi kemasyarakat untuk melawan senjata nuklir Tom Collina mengatakan, Trump mulai menyadari situasi.
"Trump seharusnya terus mendorong denuklirisasi, namun dia menyadari butuh berapa lama hal tersebut terjadi,"ucap dia. "Lagipula selama Korea Utara tidak melakukan uji coba rudal dan nuklir, tidak harus terburu-buru,"tambah dia.
Pendekatan Trump sekarang lebih sejalan dengan keinginan Pemerintahan Kim yang menginginkan adanya proses pelucutan senjata yang panjang, dan disertai konsensi pemberian sanksi dan jaminan keamanan.
"Oleh karena itu, daripada menghasilkan sebuah kesepakatan yang konkrit, pertemuan pada 12 Juni akan menjadi pijakan atas negosiasi yang panjang dan selangkah demi selangkah dari kedua belah pihak yang pada akhirnya akan membuat Kim menyerahkan beberapa, tentu tidak semuanya dari kemampuan nuklirnya,"ujar Analis Eurasia.
Namun demikian, proses itu berisiko menghancurkan diplomatik dan membuat Washington kembali ke "tekanan maksimum".
"Trump mungkin frustrasi dengan perkembangan yang lambat dari denuklirisasi dan merasa dia akan dikritik karena dia dipermainkan oleh Kim,"ujar Eurasia Group.
(gus) Next Article Trump dan Kim Tiba di Singapura Hari Ini, Tapi Tak Bersua
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular