Internasional

Pertemuan AS-Korut Batal, Trump: Militer AS Siap Jika Perlu

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
25 May 2018 12:18
Presiden AS Donald Trump mengatakan militer AS
Foto: REUTERS/Kim Hong-Ji
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada hari Kamis (24/5/2018) mengatakan militer AS "siap jika diperlukan" setelah dia membatalkan rencana pertemuan tingkat tinggi dengan pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong Un. Pernyataan itu pun semakin meningkatkan ketegangan retorika antara Washington dan Pyongyang.

Sang presiden menyebut pembatalan pertemuan itu sebagai "kemunduran terbesar untuk dunia". Dengan bersesumbar tentang militer Amerika "yang sangat kuat" dan kekuatan sekutu AS, Trump memperingatkan Kim untuk tidak bertindak "bodoh atau ceroboh".

"Saya sudah berbicara dengan Korsel dan Jepang, dan mereka tidak hanya siap jika tindakan bodoh atau ceroboh diambil oleh Korea Utara. Mereka mau menanggung sebagian besar biaya dari beban keuangan - segala biaya terkait operasi Amerika Serikat, jika situasi malang terjadi pada kami," katanya ketika menandatangani rancangan undang-undang (RUU) yang mengembalikan regulasi bank.

Pembatalan pertemuan itu mengurangi harapan pemerintahan Trump untuk segera mencapai kesepakatan perdamaian agar Pyongyang menyerah dari program nuklir dan misil. Pembatalan itu juga membuat sekutu dan anggota dewan AS susah payah menentukan cara terbaik untuk melanjutkan pertemuan, dan memahami bagaimana Trump ingin pembicaraan berlanjut.


Bursa saham AS pun anjlok setelah pengumuman pembatalan itu.

Pengumuman pembatalan menandai rangkaian drama yang tiba-tiba terjadi di antara Washington dan Pyongyang. Retorika Trump di hari Kamis itu hampir mirip dengan sikap agresifnya tahun lalu, ketika dia mengancam akan membawa "api dan kemarahan" ke Korut dan menyebut Kim "Pria Roket Kecil".

Meskipun begitu, Trump tetap mengharapkan resolusi perdamaian atau bahkan penjadwalan ulang pertemuan tingkat tinggi dengan Kim sambil AS tetap memberi tekanan ekonomi ke Pyongyang. Dia berkata "semua orang jangan cemas" dan "kami harus melakukan ini dengan benar".

"Jika dan ketika Kim Jong Un memilih berpartisipasi dalam dialog dan aksi yang membangun, saya menantikannya. Untuk saat ini, sanksi terkuat kami, sejauh ini sanksi terkuat yang pernah diterapkan, dan tekanan maksimal akan tetap berjalan seperti biasa," kata Trump.

Pemerintahan Trump mempertimbangkan untuk menerapkan sanksi terbaru ke Korut paling cepat pekan depan, menurut pemberitaan The Wall Street Journal di hari Kamis yang dikutip CNBC International.

Trump berkata dia sudah berbicara dengan Menteri Pertahanan AS James Mattis tentang kesiapan militer. Dana White, Juru Bicara Kepala Pentagon, mengatakan kepada para reporter bahwa pemerintahan Trump akan tetap memberlakukan tekanan perekonomian, serta menambahkan "kami siap untuk bertempur malam ini, itu selalu berlaku".

"Jalan ke depan ada di tangan Korea Utara," tambah White.

Dalam sebuah surat untuk Kim yang dirilis hari Kamis, Trump menuduh pemimpin diktator itu menunjukkan "kemarahan yang luar biasa dan kebencian yang diungkapkan secara terbuka" menjelang pertemuan. Pertemuan yang dijadwalkan tanggal 12 Juni di Singapura itu seharusnya menjadi pertemuan tatap muka pertama antara Presiden AS dan pemimpin Korut.

Trump menulis bahwa membatalkan pertemuan, yang rencananya akan dimanfaatkan untuk menekan denukrilisasi, sebagai "demi kebaikan kedua pihak, tetapi menjadi kerugian bagi seluruh dunia". Dia kembali menggunakan retorika pedas, yang selama ini dihindari, ke Korut.

"Anda berbicara tentang kemampuan nuklir Anda, tetapi milik kami lebih masif dan kuat sehingga saya berdoa kepada Tuhan supaya nuklir itu jangan sampai digunakan," tulis si presiden.

Saat berbicara dengan para jurnalis di hari yang sama, dia mengatakan dialog dengan Kim "berlangsung baik sampai beberapa waktu ini". Dia menambahkan, "saya pikir saya tahu mengapa itu terjadi," tanpa memberi keterangan lebih lanjut. Sebelumnya, Trump menuduh China ikut campur dalam proses ini.

Peningkatan ketegangan antara Washington dan Pyongyang muncul pekan ini, ketika Wakil Presiden Mike Pence memperingatkan rezim Korut bisa berakhir seperti mantan Pemimpin Libya Moammar Gadhafi. Sebagai catatan, pemerintahan Gadhafi digulingkan beberapa tahun setelah sepakat untuk menyerah dari program senjata nuklir.


Choe Son Hui, seorang pejabat Korut, meresponsnya dengan menyebut pernyataan Pence "bodoh dan tolol".

Setelah Trump membatalkan pertemuan tingkat tinggi itu, baik sekutu AS maupun anggota dewan mempertanyakan cara Trump melanjutkan diskusi perdamaian. Perwakilan dari Presiden Korsel Moon Jae-in, yang membantu memunculkan diskusi diplomatis antara AS-Korut, berkata pemerintahnya "mencoba mencari tahu apa motif dan arti di balik semua ini," tulis kantor berita negara Yonghap News Agency.

Di Capitoll Hill, Partai Republik menyambut baik langkah yang diambil Trump dan berkata mereka merasa Kim memiliki niat yang meragukan saat berbicara tentang potensi meninggalkan program nuklir dan persenjataannya. Di sisi lain, Partai Demokrat khawatir apakah Trump memiliki rencana untuk melanjutkan perbincangan perdamaian.

Ketika ditanya apakah menurutnya yang terjadi di hari Kamis dapat meningkatkan kemungkinan perang, Trump berkata "kita lihat apa yang akan terjadi. Saya harap kita akan terus maju".

"Saya pikir mereka ingin melakukan apa yang terbaik," katanya tentang rezim Korut.
(prm) Next Article Jelang Pertemuan dengan Kim Jong Un, Trump Melunak

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular