
Tarif Listrik Tetap Saat Harga Batu Bara Naik, Apa Risikonya?
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
15 May 2018 17:52

Jakarta, CNBC Indonesia- Harga komoditas seperti batu bara dan minyak terus merangkak naik. Sementara, pemerintah menerbitkan kebijakan untuk tidak menaikkan tarif listrik hingga akhir 2019. Apa risikonya untuk sektor kelistrikan?
Harga batu bara terakhir sudah menyentuh angka US$ 102,5 per ton, sementara minyak mentah untuk jenis Brent sudah berada di kisaran US$ 78 per barel. Dua komoditas ini, seperti diketahui memiliki dampak di sektor kelistrikan karena masih diandalkan untuk menyalakan pembangkit.
Peneliti Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IIEFA) Melissa Brown mengatakan naiknya harga ini berpotensi mendorong biaya produksi listrik PT PLN (Persero). Sehingga, menurutnya, sudah saatnya PLN menaikkan tarif listrik mereka.
Kebutuhan atas peningkatan tarif , kata Melissa, adalah satu hal yang tak akan diabaikan begitu saja oleh investor. Apalagi PLN juga berencana menerbitkan obligasi internasional yang disebut-sebut mencapai US$ 1 juta.
Kondisi ini, ia melanjutkan, berpotensi meningkatkan risiko operasional perusahaan pelat merah itu, dalam empat tahun ke depan."Namun, itu memang hal yang tak ingin Pemerintah dan PLN bicarakan saat ini, di saat pilkada akan berlangsung serta disusul pemilihan presiden tahun 2019 mendatang," ujar Melissa dalam keterangan tertulis, Selasa (15/5/2018)
Menurut catatan IEEFA kerugian operasional PLN selama ini ditutupi oleh subsidi Pemerintah dan peningkatan tarif. "Dari penghitungan kami, terindikasi pembangunan agresif atas PLTU berujung dengan peningkatan besar subsidi dan tarif dalam empat tahun ke depan, setidaknya meningkat tiga kali lipat pada 2021," tulis Melissa.
Dasarnya adalah, pada 2017 pemerintah telah memberi subisidi Rp 50,6 triliun dalam bentuk cash kepada PLN. Prediksi IEEFA, subsidi tahunan yang dibutuhkan pada 2021 bisa mencapai Rp 133,7 triliun. Lalu, peningkatan tarif menjadi hal yang tak akan bisa dihindari.
(gus) Next Article Tagihan Listrik Bengkak, Pelanggan Bisa Mencicil ke PLN
Harga batu bara terakhir sudah menyentuh angka US$ 102,5 per ton, sementara minyak mentah untuk jenis Brent sudah berada di kisaran US$ 78 per barel. Dua komoditas ini, seperti diketahui memiliki dampak di sektor kelistrikan karena masih diandalkan untuk menyalakan pembangkit.
Kebutuhan atas peningkatan tarif , kata Melissa, adalah satu hal yang tak akan diabaikan begitu saja oleh investor. Apalagi PLN juga berencana menerbitkan obligasi internasional yang disebut-sebut mencapai US$ 1 juta.
Kondisi ini, ia melanjutkan, berpotensi meningkatkan risiko operasional perusahaan pelat merah itu, dalam empat tahun ke depan."Namun, itu memang hal yang tak ingin Pemerintah dan PLN bicarakan saat ini, di saat pilkada akan berlangsung serta disusul pemilihan presiden tahun 2019 mendatang," ujar Melissa dalam keterangan tertulis, Selasa (15/5/2018)
Menurut catatan IEEFA kerugian operasional PLN selama ini ditutupi oleh subsidi Pemerintah dan peningkatan tarif. "Dari penghitungan kami, terindikasi pembangunan agresif atas PLTU berujung dengan peningkatan besar subsidi dan tarif dalam empat tahun ke depan, setidaknya meningkat tiga kali lipat pada 2021," tulis Melissa.
Dasarnya adalah, pada 2017 pemerintah telah memberi subisidi Rp 50,6 triliun dalam bentuk cash kepada PLN. Prediksi IEEFA, subsidi tahunan yang dibutuhkan pada 2021 bisa mencapai Rp 133,7 triliun. Lalu, peningkatan tarif menjadi hal yang tak akan bisa dihindari.
(gus) Next Article Tagihan Listrik Bengkak, Pelanggan Bisa Mencicil ke PLN
Most Popular