Pengakuan Dosa Bos Air Asia di Pemilu Malaysia
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
14 May 2018 19:30

Jakarta, CNBC Indonesia- Setelah pemilu Malaysia menunjukkan hasil yang mengesankan, salah satu tokoh bisnis yang paling dihormati di negara itu mengaku "tunduk" terhadap tekanan dari pemerintah sebelumnya.
Tony Fernandes, CEO Air Asia yang menikmati statusnya sebagai bintang di negara-negara Asia Tenggara, meminta maaf pada hari Minggu (13/5/2018) atas dukungan mencolok terhadap mantan Perdana Menteri Najib Razak selama masa kampanye hingga pemilu tanggal 9 Mei lalu.
Najib kalah telak dari Mahathir Mohammad, yang dilantik sebagai Perdana Menteri pada hari Kamis (10/5/2018).
Saham AirAsia anjlok hingga 10% pada hari Senin (14/5/2018) ketika pasar Malaysia kembali dibuka paska pemilu, dilansir dari CNBC Internasional.
Fernandes, yang disebut-sebut seperti Richard Branson versi Malaysia, berkata di Facebook bahwa dia membuat "kesalahan besar dalam penilaian" dengan muncul di video tanggal 6 Mei. Di video itu dia berterima kasih kepada Najib, yang sedang terlilit skandal, atas pertumbuhan AirAsia.
Segera setelah video itu tersebar, Najib memposting foto dirinya dengan Fernandes di pesawat AirAsia yang menunjukkan slogan kampanye partai Barisan Nasional, koalisi pendukung Najib.
Pengembangan tersebut memicu reaksi dari warganet Malaysia. Kemarahan masyarakat atas dugaan keterlibatan Najib dalam kasus korupsi dana negara senilai miliaran dolar adalah alasan utama dari kekalahan pria berusia 64 tahun tersebut. Najib sendiri mengelak semua tuduhan terkait skandal 1MDB itu.
Fernandes berkata pada hari Minggu dia dengan "bodohnya" membuat video tertanggal 6 Mei, yang dia sebut "cukup netral dan factual", untuk memuaskan pemerintahan Najib.
Fernandes juga mengatakan mantan pemerintahan mendesaknya untuk menyingkirkan Direktur Rafidah Aziz dari AirAsia X dan membatalkan 120 penerbangan tambahan yang dibuat khusus bagi warga negara Malaysia agar pulang ke negaranya dan menggunakan hak pilih.
Ketidaksenangan pemerintah terhadap kedua faktor itu menciptakan "tekanan intens" ke AirAsia, jelas Fernandes, seraya mengakui bahwa dia "tunduk pada moment penting dalam sejarah [Malaysia]".
"Itu tidak benar. Selamanya saya akan menyesalinya, tetapi itu adalah keputusan yang dibuat dalam suatu momen" untuk melindungi perusahaan dan pekerjaan karyawan AirAsia, katanya.
'Memposisikan dirinya kembali'
Fernandes hanya "memposisikan dirinya kembali terkait konstelasi politik terbaru," kata Vedi Hadiz, Wakil Direktur Asia Institute di University of Melbourne.
Kaitan antara bisnis dan politik tetap kuat di Malaysia, sehingga permintaan maaf CEO itu "kemungkinan mencerminkan beberapa kekhawatiran dari ekspektasi bahwa kaitan itu akan tetap penting dalam konstelasi baru ini, bahkan jika harapan untuk reformasi fundamental tinggi saat ini," tambah Hadiz.
AirAsia mengatakan kepada CNBC Internasional bahwa pihaknya tidak berkomentar terkait masalah ini.
"Tony mencoba untuk pulih dari kerusakan yang terjadi pada dirinya dan merek AirAsia," kata James Chin, Pakar Politik Asia Tenggara di University of Tasmania. "Itu adalah kesalahan untuk melindungi pesawat, sebagian besar masyarakat Malaysia merasa dia melakukannya secara berlebihan".
Mempertimbangkan betapa terhubungnya urusan bisnis dan pemerintahan di Kuala Lumpur, bisnis-bisnis besar biasanya mendonasikan jumlah yang besar selama pemilu. Tidaklah mungkin seorang eksekutif senior melepaskan diri dari politik, jelas Chin.
(gus) Next Article AirAsia Malaysia Tunjuk Nadda Buranasiri Sebagai CEO
Tony Fernandes, CEO Air Asia yang menikmati statusnya sebagai bintang di negara-negara Asia Tenggara, meminta maaf pada hari Minggu (13/5/2018) atas dukungan mencolok terhadap mantan Perdana Menteri Najib Razak selama masa kampanye hingga pemilu tanggal 9 Mei lalu.
Saham AirAsia anjlok hingga 10% pada hari Senin (14/5/2018) ketika pasar Malaysia kembali dibuka paska pemilu, dilansir dari CNBC Internasional.
Fernandes, yang disebut-sebut seperti Richard Branson versi Malaysia, berkata di Facebook bahwa dia membuat "kesalahan besar dalam penilaian" dengan muncul di video tanggal 6 Mei. Di video itu dia berterima kasih kepada Najib, yang sedang terlilit skandal, atas pertumbuhan AirAsia.
Segera setelah video itu tersebar, Najib memposting foto dirinya dengan Fernandes di pesawat AirAsia yang menunjukkan slogan kampanye partai Barisan Nasional, koalisi pendukung Najib.
Pengembangan tersebut memicu reaksi dari warganet Malaysia. Kemarahan masyarakat atas dugaan keterlibatan Najib dalam kasus korupsi dana negara senilai miliaran dolar adalah alasan utama dari kekalahan pria berusia 64 tahun tersebut. Najib sendiri mengelak semua tuduhan terkait skandal 1MDB itu.
Fernandes berkata pada hari Minggu dia dengan "bodohnya" membuat video tertanggal 6 Mei, yang dia sebut "cukup netral dan factual", untuk memuaskan pemerintahan Najib.
Fernandes juga mengatakan mantan pemerintahan mendesaknya untuk menyingkirkan Direktur Rafidah Aziz dari AirAsia X dan membatalkan 120 penerbangan tambahan yang dibuat khusus bagi warga negara Malaysia agar pulang ke negaranya dan menggunakan hak pilih.
Ketidaksenangan pemerintah terhadap kedua faktor itu menciptakan "tekanan intens" ke AirAsia, jelas Fernandes, seraya mengakui bahwa dia "tunduk pada moment penting dalam sejarah [Malaysia]".
"Itu tidak benar. Selamanya saya akan menyesalinya, tetapi itu adalah keputusan yang dibuat dalam suatu momen" untuk melindungi perusahaan dan pekerjaan karyawan AirAsia, katanya.
'Memposisikan dirinya kembali'
Fernandes hanya "memposisikan dirinya kembali terkait konstelasi politik terbaru," kata Vedi Hadiz, Wakil Direktur Asia Institute di University of Melbourne.
Kaitan antara bisnis dan politik tetap kuat di Malaysia, sehingga permintaan maaf CEO itu "kemungkinan mencerminkan beberapa kekhawatiran dari ekspektasi bahwa kaitan itu akan tetap penting dalam konstelasi baru ini, bahkan jika harapan untuk reformasi fundamental tinggi saat ini," tambah Hadiz.
AirAsia mengatakan kepada CNBC Internasional bahwa pihaknya tidak berkomentar terkait masalah ini.
"Tony mencoba untuk pulih dari kerusakan yang terjadi pada dirinya dan merek AirAsia," kata James Chin, Pakar Politik Asia Tenggara di University of Tasmania. "Itu adalah kesalahan untuk melindungi pesawat, sebagian besar masyarakat Malaysia merasa dia melakukannya secara berlebihan".
Mempertimbangkan betapa terhubungnya urusan bisnis dan pemerintahan di Kuala Lumpur, bisnis-bisnis besar biasanya mendonasikan jumlah yang besar selama pemilu. Tidaklah mungkin seorang eksekutif senior melepaskan diri dari politik, jelas Chin.
(gus) Next Article AirAsia Malaysia Tunjuk Nadda Buranasiri Sebagai CEO
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular