
ESDM Klaim Investasi Energi di Indonesia Lebih Mudah
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
04 May 2018 12:49

Jakarta, CNBC Indonesia- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral membantah kritik berbagai kalangan soal makin sulitnya investasi energi di Indonesia. Mulai dari sektor migas karena diberlakukannya gross split, hingga sektor energi terbarukan yang dinilai regulasinya semakin rumit.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi menyebut tidak mungkin pihak kementerian melakukan hal-hal yang bersifat menghambat investasi.
"Buktinya awal tahun ini Menteri ESDM sudah pangkas 186 perizinan di sektor ESDM. Itu bukan wacana lagi, tapi sudah dilakukan Maret lalu. Hasilnya proses investasi lebih lancar, banyak pelaku usaha yang merasakan langsung manfaatnya," ungkap Agung, Jumat (4/5/2018).
Terkait skema gross split untuk kontrak-kontrak blok migas, Agung juga menegaskan hingga saat ini bukan hanya satu WK saja yang menggunakan skema baru ini. sebanyak 16 wilayah kerja (WK) migas dengan Production Sharing Contract (PSC) skema gross split telah laku. Padahal, lanjut Agung, lelang tahun 2015 dan 2016 dengan skema cost recovery sama sekali tidak ada yang laku.
"Sejak Januari 2017 hingga awal Mei 2018 ini, sudah ada 16 WK pakai gross split. Rinciannya 1 WK ONWJ, 5 WK hasil lelang 2017, 6 WK terminasi 2018, dan 4 hasil lelang penawaran langsung 2018. Untuk lelang reguler 2018 hasilnya nanti diumumkan Juni 2019. Bisa bertambah lagi," tutur Agung.
Dia bercerita, Chevron sebagai perusahaan migas multinasional yang beroperasi di Indonesia juga mengakui hal itu. Beberapa hari lalu, Managing Director Chevron IndoAsia Business Unit Chuck Taylor menyebut telah ada perubahan positif dalam bisnis migas di Indonesia, salah satunya dengan kehadiran gross split.
Agung melanjutkan, kebijakan investasi berikutnya adalah memberi kesempatan kepada investor eksisting untuk mengelola WK migas sehingga investasi dan produksi terjaga, tetapi tetap harus lebih menguntungkan Negara. Kebijakan tersebut dilakukan melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 23 tahun 2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Migas yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya.
Investasi lainnya yang kerap dikritik adalah soal perkembangan investasi energi baru terbarukan yang hanya mencapai 14% dari target, serta turunnya investasi listrik. Di bidang k energi baru terbarukan (EBT), kata Agung, pada tahun 2017 telah diteken kontrak EBT sebanyak 70 kontrak. Padahal 3 tahun sebelumnya hanya 14 hingga 23 kontrak saja. "Dari 70 kontrak EBT tersebut, 3 project telah selesai, 22 sedang konstruksi dan selebihnya proses persiapan dan financing," pungkas Agung.
Terkait isu turunnya investasi listrik, Agung menyampaikan kalau Menteri ESDM Ignasius Jonan telah mengklarifikasi hal itu. Dia mengatakan tidak ada revisi investasi di bidang ketenagalistrikan dalam program 35.000 MW melainkan penyelesaiannya disesuaikan dengan kebutuhan listrik dari waktu ke waktu.
(gus/gus) Next Article Pengeboran Minyak di East Natuna Ditargetkan Tahun 2020
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi menyebut tidak mungkin pihak kementerian melakukan hal-hal yang bersifat menghambat investasi.
Terkait skema gross split untuk kontrak-kontrak blok migas, Agung juga menegaskan hingga saat ini bukan hanya satu WK saja yang menggunakan skema baru ini. sebanyak 16 wilayah kerja (WK) migas dengan Production Sharing Contract (PSC) skema gross split telah laku. Padahal, lanjut Agung, lelang tahun 2015 dan 2016 dengan skema cost recovery sama sekali tidak ada yang laku.
"Sejak Januari 2017 hingga awal Mei 2018 ini, sudah ada 16 WK pakai gross split. Rinciannya 1 WK ONWJ, 5 WK hasil lelang 2017, 6 WK terminasi 2018, dan 4 hasil lelang penawaran langsung 2018. Untuk lelang reguler 2018 hasilnya nanti diumumkan Juni 2019. Bisa bertambah lagi," tutur Agung.
Dia bercerita, Chevron sebagai perusahaan migas multinasional yang beroperasi di Indonesia juga mengakui hal itu. Beberapa hari lalu, Managing Director Chevron IndoAsia Business Unit Chuck Taylor menyebut telah ada perubahan positif dalam bisnis migas di Indonesia, salah satunya dengan kehadiran gross split.
Agung melanjutkan, kebijakan investasi berikutnya adalah memberi kesempatan kepada investor eksisting untuk mengelola WK migas sehingga investasi dan produksi terjaga, tetapi tetap harus lebih menguntungkan Negara. Kebijakan tersebut dilakukan melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 23 tahun 2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Migas yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya.
Investasi lainnya yang kerap dikritik adalah soal perkembangan investasi energi baru terbarukan yang hanya mencapai 14% dari target, serta turunnya investasi listrik. Di bidang k energi baru terbarukan (EBT), kata Agung, pada tahun 2017 telah diteken kontrak EBT sebanyak 70 kontrak. Padahal 3 tahun sebelumnya hanya 14 hingga 23 kontrak saja. "Dari 70 kontrak EBT tersebut, 3 project telah selesai, 22 sedang konstruksi dan selebihnya proses persiapan dan financing," pungkas Agung.
Terkait isu turunnya investasi listrik, Agung menyampaikan kalau Menteri ESDM Ignasius Jonan telah mengklarifikasi hal itu. Dia mengatakan tidak ada revisi investasi di bidang ketenagalistrikan dalam program 35.000 MW melainkan penyelesaiannya disesuaikan dengan kebutuhan listrik dari waktu ke waktu.
(gus/gus) Next Article Pengeboran Minyak di East Natuna Ditargetkan Tahun 2020
Most Popular