Pertamina yang Sulit Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
03 May 2018 19:14
Presiden Joko Widodo menyindir habis kinerja Pertamina di sektor hulu migas. Ia menilai perusahaan ini kurang agresif  eksplorasi di dalam negeri.
Foto: Ist/Pertamina.com
Jakarta, CNBC Indonesia- Presiden Joko Widodo menyindir habis kinerja Pertamina di sektor hulu migas. Ia menilai perusahaan migas negara ini kurang agresif dalam melakukan kegiatan eksplorasi di dalam negeri.

"Yang sering membuat saya geleng-geleng kepala di industri migas ini sebagai contoh misalnya Pertamina, informasi yang saya terima sejak 1970-an tidak pernah melakukan eksplorasi besar sampai saat ini," kata Jokowi dalam pagelaran Indonesia Petroleum Association (IPA) Convention and Exhibition 2018 di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (5/2/2018).



Pertamina yang Sulit Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri


Berdasarkan data dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) pada tahun 2017, realisasi produksi siap jual (lifting) minyak bumi yang disumbang oleh Pertamina EP hanya sebesar 77.500 barel per hari (bph).

Capaian tersebut masih berada di bawah Chevron Pacific Indonesia (CPI) (224.300 bph) dan ExxonMobil Cepu Ltd (204.500 bph).
Realisasi lifting minyak bumi dari Pertamina EP didapatkan dari 21 lapangan yang terbagi menjadi 5 Asset, yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Pada Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Pertamina EP tahun 2017, produksi minyak terbesar dialokasikan pada Asset 5, yakni sebesar 20.856 barel bph. Asset 5 sendiri terdiri dari lapangan Bunyu, Tarakan, Sangatta, Sangasanga, Tanjung, dan Papua.

Pertamina yang Sulit Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri



Bagaimana bila dibandingkan dengan CPI? Seperti diketahui, CPI memegang 100% partisipasi kepemilikan dan pengoperasian Production Sharing Contract (PSC) Rokan yang akan berakhir pada 2021. Mengutip keterangan dari Chevron Indonesia, produksi Blok Rokan saat ini berasal dari 76 lapangan migas aktif.



Tulang punggung produksi Blok Rokan adalah lapangan Duri yang menyumbang hingga 54.000 barel minyak per hari. Angka itu berkontribusi sebesar 44,26% dari total produksi rata-rata Blok Rokan sebesar 122.000 bph. Produksi lapangan Duri juga nyaris tiga kali lipat lebih banyak dari produksi Asset 5 Pertamina EP. Padahal Asset 5 terdiri dari 6 lapangan.

Bagaimana dengan perusahaan dengan realisasi lifting terbesar kedua di Indonesia, ExxonMobil Cepu Ltd? Sebagai informasi, ExxonMobil memegang 45 persen dari total saham partisipasi Blok Cepu hingga 2035. Apabila di Rokan ada Lapangan Duri, jagoan Blok Cepu adalah Lapangan Banyu Urip.

Mengutip situs ExxonMobil, proyek Banyu Urip merupakan pengembangan awal di bawah Blok Cepu dengan perkiraan cadangan minyak sebesar 450 juta barel, yang diumumkan pada April 2001. Produksi awal lapangan Banyu Urip sendiri dimulai pada Desember 2008, melalui Fasilitas Produksi Awal (Early Production Facility/EPF) yang mulai berproduksi dengan kapasitas 20.000 barel minyak per hari pada Agustus 2009.

Vice President Public & Government Affairs Exxonmobil Indonesia Erwin Mayoto mengklaim bahwa saat ini produksi lapangan Banyu Urip sudah mencapai angka lebih dari 210.000 bph. Angka tersebut bahkan direncanakan digenjot menjadi 220.000 bph tahun ini. Jelas volume produksi tersebut jauh melampaui lapangan-lapangan milik Pertamina EP.

Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa kapasitas lapangan migas Pertamina EP cenderung lebih kecil, dibandingkan lapangan-lapangan milik perusahaan negeri Paman Sam. Bahkan, apabila realisasi lifting Pertamina EP ditambah dengan realisasi lifting Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (ONWJ), yang merupakan blok unggulan lainnya milik Pertamina, secara total jumlahnya baru sebesar 109.700 bph. Angka tersebut hanya sekitar setengah dari realisasi lifting CPI.

Sebagai catatan, produksi blok ONWJ mencapai 38.000 bph, merupakan blok Pertamina yang paling produktif hingga saat ini. Blok tersebut beroperasi di bawah PHE ONWJ sejak 1971. Sejak saat itu, nampaknya belum ada lagi eksplorasi besar yang membanggakan.

Satu yang paling mendekati hanyalah penemuan lapangan Jatibarang, yang juga terjadi medio 70-an oleh Ibnu Sutowo. Produksi lapangan Jatibarang diestimasikan sebesar 10.500 bph pada 2017.

Benar kata Jokowi, nampaknya eksplorasi besar perlu dilakukan, jika Pertamina tidak mau menjadi tamu di negeri sendiri.

(gus/gus) Next Article Disindir Jokowi, Pertamina Disebut Lebih Suka Gali Blok Bekas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular