Menyoal Produksi Migas: Sindiran Jokowi dan Masukan Pengusaha

Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
03 May 2018 08:36
Sudah sejak tahun 1970-an Pertamina tak pernah melakukan eksplorasi besar.
Foto: ist
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo menyinggung PT Pertamina (Persero) tentang kinerja perusahaan pelat merah tersebut dalam kegiatan eksplorasi blok minyak dan gas bumi. Jokowi menilai Pertamina telah cukup lama tidak melakukan eksplorasi dalam skala besar.

"Yang sering membuat saya geleng-geleng kepala di industri migas ini sebagai contoh misalnya Pertamina, informasi yang saya terima sejak 1970-an tidak pernah melakukan eksplorasi besar sampai saat ini," kata Jokowi dalam pagelaran Indonesia Petroleum Association (IPA) Convention and Exhibition 2018 di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (5/2/2018).

Jokowi mempertanyakan mengapa telah cukup lama, eksplorasi yang dilakukan tergolong kecil. Oleh sebab itu, Presiden mengaku telah memerintahkan Kementerian ESDM untuk melakukan pemangkasan aturan yang dinilai menghambat dunia investasi.

Dalam kesempatan itu, Jokowi juga membuka diri untuk menerima berbagai masukan dari perusahaan migas. Dia ingin, masalah yang ada agar disampaikan kepada Pemerintah.

Menanggapi hal itu, Senior Vice President Upstream Business Development Pertamina Denie Tampubolon memposisikan sebagai arahan untuk perusahaan pelat merah tersebut. Dia menjanjikan pula, ke depan Pertamina akan lebih gencar dalam melakukan eksplorasi blok migas.

"Pertamina itu sebetulnya kalau di Indonesia, jumlah sumur eksplorasi yang kami bor itu lebih banyak dari operator-operator lain. Kami mungkin ngebor sekitar 70-80% dari sumur eksplorasi di Indonesia," ungkap Denie.

Sepanjang tahun ini, perusahaan menarget bisa melakukan eksplorasi di sekitar 20 sumur migas. Adapun tahun lalu, perseroan telah melakukan eksplorasi sekitar 15 sumur.

Tantangan Pertamina saat ini, lanjut Denie, adalah area kerja perusahaan yang tergolong mature, bukan area baru atau green area. Hal itu membuat secara geologi, cadangan minyak yang ada terbatas.

Masih tentang pengembangan produksi migas dalam negeri, beberapa perusahaan multinasional membahas bagaimana penerapan fiskal di Indonesia masih butuh peningkatan.

Managing Director Chevron IndoAsia Business Unit Chuck Taylor menyambut positif berbagai kebijakan yang telah dihadirkan Pemerintah, di mana hasilnya bisa dilihat atas bagaimana hasil lelang yang berlangsung dengan skema gross split.

Namun begitu, Chuck menilai Indonesia masih bisa meningkatkan daya saingnya, termasuk dalam penerapan . "Saya rasa, tantangan utama Indonesia adalah dalam meningkatkan persyaratan fiskal agar lebih kompetitif," kata dia.

VP ExxonMobil Asia Pacific Raymond E. Jones menuturkan dalam menjalankan bisnisnya di Indonesia, dia berharap lingkungan bisnis yang ada bisa lebih terbuka. Rezim fiskal yang berlaku, dia harap mengakui rezim berbeda-beda tergantung pada proyek yang dijalankan.

Hal itu disebabkan tantangan dan fleksibilitas dari setiap proyek berbeda-beda. "Secara singkat sebanyak mungkin kita kurangi ketidakpastian," ujar Raymond.
(roy) Next Article Jokowi: Praktik Keagamaan Tertutup Harus Kita Hindari!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular