Buwas Jadi Dirut Bulog Buntut Mahalnya Beras Jelang Puasa?

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
27 April 2018 17:19
Harga beras masih tinggi menjelang bulan puasa.
Foto: CNBC Indonesia/Samuel Pablo
Jakarta, CNBC Indonesia - Budi Waseso hari ini, Jumat (27/4/2018), ditunjuk sebagai Direktur Utama Bulog menggantikan Djarot Kusumayakti.

Mengomentari penunjukannya tersebut, mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) tersebut lantas berjanji akan menjaga pasokan dan kestabilan harga pangan.

"Mendekati puasa, yang penting sekarang ketersediaan barang dan kestabilan harga. Kita perlu terus memperhatikan supply (penawaran) dan demand (permintaan)," ujar pria yang biasa disapa Buwas itu setelah pelantikan dirinya di Gedung Kementerian Badan Usha Milik Negara (BUMN) sore ini.

Ucapan Buwas memang bukan tanpa alasan. Pasalnya, harga beras memang belum menunjukkan penurunan signifikan di tahun 2018.

Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Bank Indonesia, harga beras medium kualitas I nasional bahkan menembus harga Rp12.250/kg, atau level tertingginya tahun ini, pada akhir Januari lalu.



Hari ini, Jumat (27/4/2018), harga beras medium memang sudah tercatat bergerak menurun ke Rp11.850/kg, atau setara dengan harga di akhir tahun 2017. Tapi angka tersebut masih lebih tinggi dari harga beras rata-rata di bulan November 2017 sebesar Rp 11.489/kg.

Di Jakarta harga beras medium hari ini bahkan mencapai Rp 13.700/kg atau jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) di wilayah itu yakni Rp 9.450/kg.

Sebagai catatan, pemerintah telah mengundur kewajiban pedagang menjual harga beras sesuai HET, yang semula ditetapkan pada 1 April 2018 menjadi 13 April 2018. Namun, hingga saat ini ikhtiar itu hanya menjadi pepesan kosong.
Tingginya harga beras yang konsisten memang agak mencengangkan. Pasalnya, pemerintah telah melakukan impor beras dalam jumlah yang tidak sedikit pada tahun ini, yakni mencapai 500.000.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor beras oleh pemerintah mencapai 230.750 ton pada Februari 2018. Sisanya 240.000 ton akan masuk di bulan Maret, dan 20.000 ton lagi akan mendarat di Bulan Mei.

Sebagai catatan, beras asal Vietnam dan Thailand mendominasi beras yang diimpor oleh tanah air, sementara India dan Pakistan hanya menyumbang sebagian kecil saja.

Uniknya, impor yang dilakukan pemerintah berlangsung bersamaan dengan panen raya petani yang sudah dimulai sejak awal tahun ini.

Berdasarkan pantauan Tim Riset CNBC Indonesia, panen sudah dimulai di antaranya Bojonegoro, Demak, Kudus, Grobogan, dan Sragen, semenjak awal Januari 2018 lalu.

Awal masa panen raya ini juga terjadi di sejumlah daerah di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Subang dan Karawang, lalu di DI Yogyakarta yakni Kabupaten Sleman, dan Sumatera Selatan yaitu Kabupaten Banyuasin.

Di beberapa lokasi, seperti Kabupaten Subang dan Grobogan, masa panen bahkan telah dimulai sejak bulan Desember tahun lalu.

Secara logika, pasokan beras dari sumber impor maupun panen raya seharusnya mampu memenuhi stok beras di gudang Bulog, dan menstabilkan harga bahan pokok ini.


Namun kenyataannya, kombinasi impor dan panen tersebut baru mampu menurunkan harga beras sejak akhir Februari. Itupun apabila dihitung hingga hari ini, penurunannya tergolong minim, yakni hanya sekitar Rp300-400/kg (sekitar 3%).

Tidak terkendalinya harga beras di kuartal I 2018 tersebut lantas terefleksikan pada komoditas beras yang paling dominan memberikan andil/sumbangan inflasi pada bulan Januari dan Februari 2018 pada kelompok bahan makanan, yakni masing-masing 0,24% dan 0,04%. Baru pada Maret 2018, beras mencatatkan deflasi sebesar 0,1% seiring penurunan harga beras.

(ray/ray) Next Article Buwas Klaim Urusan 20 Ribu Ton Beras Rusak Bulog Sudah Beres

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular