
Internasional
Laba Shell Melonjak, Tapi Arus Kas Mengecewakan
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
26 April 2018 18:41

London, CNBC Indonesia- Royal Dutch Shell pada hari Kamis melaporkan kenaikan 42% laba kuartal pertamanya, kenaikan tertinggi setelah lebih dari tiga tahun dampak dari tingginya harga minyak dan produksi, namun harga sahamnya turun karena arus kas meleset dari perkiraan.
Laba dan arus kas Shell diproyeksikan cukup tinggi setelah perusahaan Anglo-Belanda tersebut mengalahkan saingannya yang lebih besar, Exxon Mobil, di kedua lini pada tahun 2017 lalu berkat adanya pemotongan biaya dan efisiensi yang lebih tinggi.
Saham Shell turun 1% pada 07:55 GMT. Laba perusahaan melonjak melampaui ekspektasi, menjadi US$5,3 miliar, dilansir dari Reuters.
"Fokus dari perusahaan-perusahaan minyak besar dalam beberapa bulan ini adalah untuk menaikkan kas arus bebas, terutama mengingat betapa kuatnya Q1 biasanya secara musiman untuk grup," tulis analis di Barclays, yang mengatakan memproyeksi reaksi saham negatif.
Perusahaan minyak dunia ini diperkirakan akan mendapat lebih banyak kas di tahun 2018 daripada tahun kapanpun selama dekade ini, setelah mengalami pemotongan kas selama tiga tahun ini. Namun, para manajemen tetap waspada mengenai ketidakpastian harga dalam jangka pendek ataupun jangka panjang.
"Laba Shell yang kuat di kuartal ini disebabkan oleh harga minyak dan gas yang tinggi, pertumbuhan yang berkelanjutan, dan peforma yang sangat baik di bisnis gas kami yang terintegrasi, dan peningkatan profitabilitas di bisnis sampingan kami," kata Chief Executive Officer Ben van Beurden.
Shell pada kuartal keempat menghapus dividen scrip-nya, menandakan perusahaan yakin mampu mempertahankan sekitar US$15 miliar dalam pembayaran dividen tahunan tanpa terpaksa meminjam setelah harga minyak terus turun dalam tiga tahun.
Perusahaan berencana membeli kembali saham senilai US$25 miliar sampai 2020 untuk mengimbangi efek dilutif dari scrip dan akuisisi Grup BG senilai US$54 miliar.
Setelah melenceng dari ekspektasi di kuartal sebelumnya, arus kas Shell dari operasi di tiga bulan pertama tahun 2018 membaik menjadi US$9,43 miliar, namun angka tersebut masih sedikit lebih rendah dari capaian tahun sebelumnya sebesar US$9,5 miliar.
Laba bersih yang di atribusikan kepada pemegang saham, berdasarkan biaya persediaan (cost of supplies/CCS), dan tidak termasuk item yang diidentifikasi, naik menjadi US$5,322 miliar, melampaui konsensus analis yang disediakan oleh perusahaan, yaitu sebesar US$5,277 miliar.
Tahun lalu laba bersih perusahaan adalah sebesar US$3,754 miliar. Sementara untuk produksi tumbuh 2% menjadi 3,839 juta barel setara minyak per hari. Laba bersih untuk segmen tersebut hampir tiga kali lipat dari tahun sebelumnya.
Pendapatan dari segmen pemasaran dan pengolahan, yang diketahui terus turun, melemah akibat semakin sedikitnya margin dan ketersediaan kilang.
Harga minyak Brent dalam beberapa bulan terakhir telah meningkat menjadi US$75 per barel, tertinggi sejak akhir 2014. Harga rata-rata sekitar US$67 per barel di kuartal pertama, naik hampir 25% dari tahun sebelumnya.
(gus/gus) Next Article Shell Akan Temui Luhut, Bahas Blok Masela
Laba dan arus kas Shell diproyeksikan cukup tinggi setelah perusahaan Anglo-Belanda tersebut mengalahkan saingannya yang lebih besar, Exxon Mobil, di kedua lini pada tahun 2017 lalu berkat adanya pemotongan biaya dan efisiensi yang lebih tinggi.
"Fokus dari perusahaan-perusahaan minyak besar dalam beberapa bulan ini adalah untuk menaikkan kas arus bebas, terutama mengingat betapa kuatnya Q1 biasanya secara musiman untuk grup," tulis analis di Barclays, yang mengatakan memproyeksi reaksi saham negatif.
Perusahaan minyak dunia ini diperkirakan akan mendapat lebih banyak kas di tahun 2018 daripada tahun kapanpun selama dekade ini, setelah mengalami pemotongan kas selama tiga tahun ini. Namun, para manajemen tetap waspada mengenai ketidakpastian harga dalam jangka pendek ataupun jangka panjang.
"Laba Shell yang kuat di kuartal ini disebabkan oleh harga minyak dan gas yang tinggi, pertumbuhan yang berkelanjutan, dan peforma yang sangat baik di bisnis gas kami yang terintegrasi, dan peningkatan profitabilitas di bisnis sampingan kami," kata Chief Executive Officer Ben van Beurden.
Shell pada kuartal keempat menghapus dividen scrip-nya, menandakan perusahaan yakin mampu mempertahankan sekitar US$15 miliar dalam pembayaran dividen tahunan tanpa terpaksa meminjam setelah harga minyak terus turun dalam tiga tahun.
Perusahaan berencana membeli kembali saham senilai US$25 miliar sampai 2020 untuk mengimbangi efek dilutif dari scrip dan akuisisi Grup BG senilai US$54 miliar.
Setelah melenceng dari ekspektasi di kuartal sebelumnya, arus kas Shell dari operasi di tiga bulan pertama tahun 2018 membaik menjadi US$9,43 miliar, namun angka tersebut masih sedikit lebih rendah dari capaian tahun sebelumnya sebesar US$9,5 miliar.
Laba bersih yang di atribusikan kepada pemegang saham, berdasarkan biaya persediaan (cost of supplies/CCS), dan tidak termasuk item yang diidentifikasi, naik menjadi US$5,322 miliar, melampaui konsensus analis yang disediakan oleh perusahaan, yaitu sebesar US$5,277 miliar.
Tahun lalu laba bersih perusahaan adalah sebesar US$3,754 miliar. Sementara untuk produksi tumbuh 2% menjadi 3,839 juta barel setara minyak per hari. Laba bersih untuk segmen tersebut hampir tiga kali lipat dari tahun sebelumnya.
Pendapatan dari segmen pemasaran dan pengolahan, yang diketahui terus turun, melemah akibat semakin sedikitnya margin dan ketersediaan kilang.
Harga minyak Brent dalam beberapa bulan terakhir telah meningkat menjadi US$75 per barel, tertinggi sejak akhir 2014. Harga rata-rata sekitar US$67 per barel di kuartal pertama, naik hampir 25% dari tahun sebelumnya.
(gus/gus) Next Article Shell Akan Temui Luhut, Bahas Blok Masela
Most Popular