
Dulu Kerja di Kebun Sawit, Kini Pimpin Asosiasi CPO Dunia
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
26 April 2018 11:38

Nusa Dua, CNBC Indonesia - Dato Makhdzir Mardan, Wakil Direktur Eksekutif Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), tersenyum saat mengingat kembali masa kecilnya ketika bekerja di perkebunan kelapa sawit. Ia mengatakan pada waktu itu usianya masih 14 tahun.
Dua sampai tiga hari dalam seminggu, ia harus bolak-balik mengayuh sepedanya sejauh 50-60 kilometer untuk memanen buah kelapa sawit dan menyiangi ilalang di sekitar tanaman kelapa sawit. Dia rela melakukan itu semua demi dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah.
"Kalau saya tidak bekerja di perkebunan kelapa sawit di akhir pekan, saya tidak bisa ke sekolah. Saya tidak punya uang," kenangnya saat berbincang dengan para jurnalis di sela-sela acara International Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE) di Nusa Dua, Bali, Rabu (25/4/2018).
Mardan bernostalgia mengenai masa kecilnya itu saat mengungkapkan alasannya ketika ingin keluar dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
"Saya ditanya oleh Duta Besar dari Swiss, kenapa kok mau keluar dari RSPO? Saya bilang, saya punya masalah dengan nilai-nilai kamu [RSPO]," ungkap Mardan.
Pasalnya, RSPO menganggap industri minyak kelapa sawit mempekerjakan anak-anak di bawah umur sebagai buruh. Namun, Dato memiliki anggapan yang berbeda karena menurutnya kelapa sawit telah menyelamatkan kehidupannya.
"Untungnya ibu dan ayah saya tidak mendengarkan orang-orang seperti Anda [RSPO], kalau tidak mungkin saya tidak akan menjadi seorang profesor sekarang ini," katanya.
Pria kelahiran tahun 1953 itu memang pada akhirnya berhasil meraih berbagai gelar pendidikan tinggi, di antaranya adalah Master in Entomology dari Louisiana State University, di Amerika Serikat (AS) dan Doctor of Philosophy (Ph.D) dari University of Guelph, Canada. Dia juga sempat mengajar di Universitas Putra Malaysia (UPM) dan memperoleh gelar professor emeritus.
"Saya bertanya kepada mereka. Kenapa memojokkan saya? Kalau saya lapar, Anda tidak akan memberi saya makan. Kalau saya tidak ke sekolah dan menjadi entah apa, Anda tidak akan membantu saya," ungkapnya.
Mardan pun menyoroti fenomena pekerja anak-anak di negara Barat, seperti loper koran. Ia menyimpulkan keadaan di sana juga sebenarnya tidak sesempurna itu karena buruh anak-anak juga masih ditemui.
Ia mengakui keadaan di negara-negara produsen CPO memang masih tidak sempurna, tetapi perbaikan konfigurasi ulang terus dilakukan demi menciptakan industri CPO yang berkelanjutan.
"Kita punya banyak alasan untuk bersyukur dengan minyak kelapa sawit. Tentu saja kami membuat kesalahan, tetapi kami terus memperbaikinya," kata Dato.
(prm) Next Article Jreng! RI-Malaysia Tiba-Tiba Akur Mau Kendalikan Sawit Dunia
Dua sampai tiga hari dalam seminggu, ia harus bolak-balik mengayuh sepedanya sejauh 50-60 kilometer untuk memanen buah kelapa sawit dan menyiangi ilalang di sekitar tanaman kelapa sawit. Dia rela melakukan itu semua demi dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah.
"Kalau saya tidak bekerja di perkebunan kelapa sawit di akhir pekan, saya tidak bisa ke sekolah. Saya tidak punya uang," kenangnya saat berbincang dengan para jurnalis di sela-sela acara International Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE) di Nusa Dua, Bali, Rabu (25/4/2018).
"Saya ditanya oleh Duta Besar dari Swiss, kenapa kok mau keluar dari RSPO? Saya bilang, saya punya masalah dengan nilai-nilai kamu [RSPO]," ungkap Mardan.
Pasalnya, RSPO menganggap industri minyak kelapa sawit mempekerjakan anak-anak di bawah umur sebagai buruh. Namun, Dato memiliki anggapan yang berbeda karena menurutnya kelapa sawit telah menyelamatkan kehidupannya.
"Untungnya ibu dan ayah saya tidak mendengarkan orang-orang seperti Anda [RSPO], kalau tidak mungkin saya tidak akan menjadi seorang profesor sekarang ini," katanya.
Pria kelahiran tahun 1953 itu memang pada akhirnya berhasil meraih berbagai gelar pendidikan tinggi, di antaranya adalah Master in Entomology dari Louisiana State University, di Amerika Serikat (AS) dan Doctor of Philosophy (Ph.D) dari University of Guelph, Canada. Dia juga sempat mengajar di Universitas Putra Malaysia (UPM) dan memperoleh gelar professor emeritus.
"Saya bertanya kepada mereka. Kenapa memojokkan saya? Kalau saya lapar, Anda tidak akan memberi saya makan. Kalau saya tidak ke sekolah dan menjadi entah apa, Anda tidak akan membantu saya," ungkapnya.
Mardan pun menyoroti fenomena pekerja anak-anak di negara Barat, seperti loper koran. Ia menyimpulkan keadaan di sana juga sebenarnya tidak sesempurna itu karena buruh anak-anak juga masih ditemui.
Ia mengakui keadaan di negara-negara produsen CPO memang masih tidak sempurna, tetapi perbaikan konfigurasi ulang terus dilakukan demi menciptakan industri CPO yang berkelanjutan.
"Kita punya banyak alasan untuk bersyukur dengan minyak kelapa sawit. Tentu saja kami membuat kesalahan, tetapi kami terus memperbaikinya," kata Dato.
(prm) Next Article Jreng! RI-Malaysia Tiba-Tiba Akur Mau Kendalikan Sawit Dunia
Most Popular