
Dolar AS Nyaris Rp 14.000, Sektor Aviasi Kena Imbas
Exist In Exist, CNBC Indonesia
26 April 2018 08:31

Jakarta, CNBC Indonesia - Sektor aviasi terkena imbas dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang nyaris mendekati Rp 14.000/US$.
CEO PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) Dendy Kurniawan mengatakan kenaikan dolar AS ini membuat biaya operasional juga meningkat sekitar 9,6% salah satunya dihitung dari biaya sewa pesawat.
"Pada akhirnya pasti akan di-pass through ke penumpang. Ketika ada kenaikan komponen biaya itu, komponen akan di-pass through ke komponen harga tiket," jelasnya, Rabu (25/4/2018).
Namun, dia mengatakan pihaknya tidak bisa serta-merta menaikan harga tiket karena dampaknya jumlah penumpang bisa turun.
"Harus diatur oleh airlines juga. Mungkin kenaikan enggak linier [seperti kenaikan dolar AS terhadap rupiah]. Ini memang suatu tantangan bagi kami, semakin tipis marginnya. Kita berharap pelemahan rupiah ini cuma temporary," kata Dendy.
Sementara itu, Presiden Direktur Lion Air Group Edward Sirait meminta bantuan pemerintah terkait harga avtur dan pajak suku cadang pesawat yang secara tidak langsung juga berkaitan dengan kenaikan dolar AS.
"Kita berharap dari stakeholder lain, misal Pertamina, jangan naikin fuel [avtur] dulu. Kita minta tolong diturunin dulu harganya supaya maskapai bisa bertahan. Kita juga tidak minta mereka rugi," jelasnya, Rabu (25/4/2018).
Di samping itu, lanjut Edward, Lion Air juga meminta agar pemerintah menurunkan pajak suku cadang pesawat guna membantu maskapai menghemat biaya operasional
"Saya atas nama Lion Group terima kasih ke dirjen udara kalau bisa itu. Saya tidak tahu harus keluarin duit berapa lagi, dari jutaan jadi triliunan, sementara harga tiket masih sama saja," jelas dia.
Merespons berbagai keluhan tersebut, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus mengatakan pihaknya akan terus memantau apakah kenaikan dolar AS ini bersifat sementara atau permanen.
Apabila bersifat permanen, jelas Agus, pihaknya akan membertimbangkan revisi batas atas tarif pesawat agar maskapai tidak merugi.
"Ya, nanti kita lihat [kenaikan dolar AS ini] permanen atau tidak. Kalau permanen baru kita hitung kembali [revisi tarif batas atas], kalau fluktuatif saja ya tetap segini," tuturnya.
Sementara itu, terkait pembebasan pajak seluruh suku cadang pesawat, Agus mengatakan pihaknya dapat mengusahakan permintaan tersebut asalkan maskapai dapat membuat daftar komplet suku cadang tersebug.
"Kami pemerintah memberikan kemudahan berupa keringanan pajak tersebut tapi sekarang terbatas pada listing yang diajukan industri maintenance tadi. Selama dia bisa men-submit kepada kami complete list yang diinginkan untuk diberikan keringanan tax, kami tentunya akan meminta pembebasan kepada Kemenkeu," pungkasnya.
(prm) Next Article "The Mighty" Rupiah
CEO PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) Dendy Kurniawan mengatakan kenaikan dolar AS ini membuat biaya operasional juga meningkat sekitar 9,6% salah satunya dihitung dari biaya sewa pesawat.
"Pada akhirnya pasti akan di-pass through ke penumpang. Ketika ada kenaikan komponen biaya itu, komponen akan di-pass through ke komponen harga tiket," jelasnya, Rabu (25/4/2018).
"Harus diatur oleh airlines juga. Mungkin kenaikan enggak linier [seperti kenaikan dolar AS terhadap rupiah]. Ini memang suatu tantangan bagi kami, semakin tipis marginnya. Kita berharap pelemahan rupiah ini cuma temporary," kata Dendy.
Sementara itu, Presiden Direktur Lion Air Group Edward Sirait meminta bantuan pemerintah terkait harga avtur dan pajak suku cadang pesawat yang secara tidak langsung juga berkaitan dengan kenaikan dolar AS.
"Kita berharap dari stakeholder lain, misal Pertamina, jangan naikin fuel [avtur] dulu. Kita minta tolong diturunin dulu harganya supaya maskapai bisa bertahan. Kita juga tidak minta mereka rugi," jelasnya, Rabu (25/4/2018).
Di samping itu, lanjut Edward, Lion Air juga meminta agar pemerintah menurunkan pajak suku cadang pesawat guna membantu maskapai menghemat biaya operasional
"Saya atas nama Lion Group terima kasih ke dirjen udara kalau bisa itu. Saya tidak tahu harus keluarin duit berapa lagi, dari jutaan jadi triliunan, sementara harga tiket masih sama saja," jelas dia.
Merespons berbagai keluhan tersebut, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus mengatakan pihaknya akan terus memantau apakah kenaikan dolar AS ini bersifat sementara atau permanen.
Apabila bersifat permanen, jelas Agus, pihaknya akan membertimbangkan revisi batas atas tarif pesawat agar maskapai tidak merugi.
"Ya, nanti kita lihat [kenaikan dolar AS ini] permanen atau tidak. Kalau permanen baru kita hitung kembali [revisi tarif batas atas], kalau fluktuatif saja ya tetap segini," tuturnya.
Sementara itu, terkait pembebasan pajak seluruh suku cadang pesawat, Agus mengatakan pihaknya dapat mengusahakan permintaan tersebut asalkan maskapai dapat membuat daftar komplet suku cadang tersebug.
"Kami pemerintah memberikan kemudahan berupa keringanan pajak tersebut tapi sekarang terbatas pada listing yang diajukan industri maintenance tadi. Selama dia bisa men-submit kepada kami complete list yang diinginkan untuk diberikan keringanan tax, kami tentunya akan meminta pembebasan kepada Kemenkeu," pungkasnya.
(prm) Next Article "The Mighty" Rupiah
Most Popular