Eropa Larang CPO, Bagaimana Nasib Ekonomi RI?

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
13 April 2018 15:08
Eropa Larang CPO, Bagaimana Nasib Ekonomi RI?
Foto: REUTERS/Samsul Said
Jakarta, CNBC Indonesia - Industri Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia tengah diganggu. Tahun ini Parlemen Eropa menyetujui larangan penggunaan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) sebagai bahan baku biodiesel pada 2021.

Hal tersebut diyakini akan berdampak pada tergerusnya ekspor CPO Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencapat ekspor CPO Indonesia ke 19 negara anggota Uni Eropa (EU) pada tahun lalu sebesar US$ 2,89 miliar atau sekitar Rp39,8 Triliun.

Tapi, sebenarnya dampak terhadap kinerja ekspor belum seberapa apabila jika dibandingkan dampak turunan lainnya. 

Indonesia adalah produsen terbesar CPO di seluruh dunia dengan luas areal tanam sawit terus bertambah setiap tahunnya. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, total luas pada 2016 mencapai 11,92 juta ha atau meningkat 42,12% dari 2010.

Apabila dirata-ratakan dalam enam tahun terakhir (2010-2016), setiap tahun ada tambahan luas tanam sawit sebesar 588.330 ha. Dengan kata lain, lahan seluas Pulau Bali berubah fungsi menjadi perkebunan sawit tiap tahunnya.

Foto: CNBC Indonesia


Provinsi Riau menjadi berada di posisi teratas di daftar daerah yang memiliki kebun sawit terluas di Indonesia.




Sejalan dengan melimpahnya lahan sawit, sektor agrikultur berkontribusi signifikan pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di empat besar provinsi di atas.

Pada 2016, sektor agrikultur berkontribusi sebesar 24,68% bagi PDRB Riau, 22,52% bagi PDRB Kalimantan Barat, 24,86% bagi PDRB Sumatera Utara, dan 20,95% bagi PDRB Kalimantan Tengah.

Peningkatan luas perkebunan kelapa sawit Indonesia diiringi penciptaan kesempatan kerja yang besar dalam perekonomian. Berdasarkan hasil riset Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), pada tahun 2000, jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam industri kelapa sawit Indonesia adalah sebanyak 2,09 juta jiwa.

Kemudian, pada tahun 2015 naik empat kali lipat lebih menjadi 8,38 juta jiwa. Dalam lima tahun terakhir (2010-2015), rata-rata industri kelapa sawit menyerap 678.000 pekerja setiap tahun.

Berdasarkan status pekerjanya, pada tahun 2015 sebanyak 55,3% bekerja sebagai petani, 40% sebagai staf perusahaan, dan 4,7% sebagai pemasok bahan baku. Seperti diketahui, petani umumnya berasal dari penduduk setempat.

Analisis Input-Output

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh industri kelapa sawit terhadap dengan sektor lain, Tim Riset CNBC Indonesia menggunakan metode analisis Input - Output dengan Tabel Input - Output Indonesia Tertutup 2010 berdasarkan Transaksi Domestik Atas Dasar harga Produsen, yang formulanya dirilis oleh BPS.

Sebagai catatan, naik atau turunnya permintaan akhir (konsumsi, investasi, ekspor, atau pengeluaran pemerintah) pada suatu industri tidak hanya berdampak pada industri itu saja, namun juga ke industri lainnya.

Hal tersebut terjadi karena adanya keterkaitan satu industri dengan industri lainnya dalam satu perekonomian.

Contohnya, apabila permintaan akhir sektor industri kelapa sawit menurun, maka permintaan pupuk atau pestisida (yang merupakan bahan baku perkebunan kelapa sawit) juga akan ikut berkurang.

Berdasarkan pengolahan data Tim Riset CNBC Indonesia, angka pengganda output sektor Kelapa Sawit adalah sebesar 2,12. Angka ini menunjukkan bahwa jika terjadi penurunan permintaan akhir sektor kelapa sawit sebesar Rp 1 juta, maka akan mengakibatkan penurunan output total seluruh sektor dalam perekonomian di Indonesia sebesar Rp 2,12 juta.  Kemudian, angka pengganda pendapatan masyarakat untuk sektor Kelapa Sawit adalah sebesar 0,32. Dengan kata lain, apabila terjadi penurunan permintaan akhir sektor kelapa sawit sebesar Rp 1 juta, maka akan mengurangi pendapatan masyarakat berupa upah atau gaji total sebesar Rp 320.000 dalam perekonomian. Lalu untuk angka pengganda tenaga kerja sektor Kelapa Sawit adalah sebesar 0,017, yang berarti penurunan permintaan akhir sektor kelapa sawit sebesar Rp 1 juta akan mengurangi jumlah lapangan pekerjaan sebanyak 0,017 orang di perekonomian secara keseluruhan.

Pada tahapan berikutnya, apabila dilakukan simulasi dampak dengan menggunakan shock penurunan ekspor kelapa sawit sebesar Rp 39,8 triliun (setara dengan nilai ekspor CPO ke Eropa 2017), maka:

1. Output perekonomian nasional secara keseluruhan akan berkurang sebesar Rp 97,07 triliun. Jumlah itu setara dengan 0,98% dari PDB Indonesia pada 2017.
2. Pendapatan masyarakat secara total akan menurun sebesar Rp 12,89 triliun.
3. Penurunan lapangan kerja sebanyak 685.948 orang pada keseluruhan sektor penurunan.
Menurut perhitungan tim riset CNBC Indonesia, 3 besar sektor yang paling terdampak ditempati oleh industri pupuk, industri pestisida, dan jasa penunjang kehutanan dan pertanian.

Hal itu dapat dikarenakan 3 sektor tersebut merupakan salah satu bahan baku maupun sistem pendukung utama untuk perkebunan kelapa sawit.

Sebagai tambahan, berdasarkan hasil riset PASPI pada tahun 2014, setiap peningkatan produksi CPO sebesar 10%, akan menurunkan persentase penduduk miskin sebesar 7,7%.

Hal itu senada dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan bahwa industri kelapa sawit merupakan pengentas kemiskinan di Indonesia.  “Kelapa sawit itu salah satu cara mengentaskan kemiskinan, karena dengan memiliki 1 hektar itu bisa buat hidup keluarganya bagus,” kata Luhut
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular