
Internasional
IMF Sebut Inisiatif Belt and Road China Hadapi Tantangan
Prima Wirayani & Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
12 April 2018 11:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Pembangunan infrastruktur sebagai bagian kerjasama regional Belt Road Initiative (BRI) yang sejak 2013 dicanangkan pemerintah China disebut Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/ IMF) dapat mengubah kondisi ekonomi suatu kota bahkan suatu wilayah menjadi lebih baik.
IMF memahami bahwa infrastruktur yang baik dapat membantu suatu wilayah mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif, menarik lebih banyak investasi asing, dan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan, kata Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde dalam pidatonya di Konferensi IMF-PBC di Beijing, China, Kamis (12/4/2018) sebagaimana dikutip dari naskah pidato yang diterima CNBC Indonesia.
Jalur kereta cepat yang menghubungkan kota-kota di China dan Thailand, misalnya, bila rampung, akan dapat mendorong integrasi perekonomian kedua negara dan menjadikannya salah satu rantai pasok regional, tambah Lagarde.
BRI, yang sebelumnya bernama One Belt and One Road, menawarkan sebuah upaya untuk memperluas peluang bagi pembangunan dan kesejahteraan bersama melalui kerjasama yang saling menguntungkan, khususnya di bidang infrastruktur, antara lebih dari 70 negara peserta.
Dengan banyaknya negara peserta itu, tentu saja sulit untuk secara pasti menentukan nilai investasi yang dibutuhkan.
Berkaca dari pengalaman di berbagai belahan dunia, Lagarde menilai, ada beberapa tantangan yang perlu dicermati untuk memastikan pelaksanaan program itu sejalan dengan tujuannya.
"Pengalaman dari berbagai belahan dunia menunjukkan bahwa selalu ada risiko kegagalan proyek dan penyalahgunaan dana. Bahkan ketika proyek yang tepat sudah dipilih, kesulitan muncul dari sisi pelaksanaan," ujar Lagarde.
"Mungkin, ada hambatan-hambatan baru di bidang politik, hukum, dan lingkungan. Mempersiapkan diri untuk situasi ini, memilih proyek yang benar-benar mengisi kekurangan infrastruktur, dan melaksanakan proyek-proyek itu dengan seefisien mungkin harus menjadi prioritas ke depannya," tegas dia.
Hal tersebut, lanjutnya, berkaitan dengan tantangan kedua, yaitu kebijakan fiskal.
BRI dapat menyediakan pembiayaan infrastruktur yang sangat dibutuhkan negara-negara rekanannya. Namun, upaya itu dapat membawa masalah terkait kenaikan utang yang berpotensi membatasi belanja lainnya karena bunga utang meningkat, dan juga menciptakan masalah neraca pembayaran.
"Di negara di mana utang pemerintah telah tinggi, pengelolaan syarat-syarat pembiayaan yang hati-hati menjadi sangat penting. Hal ini akan melindungi China dan juga rekanannya dari perjanjian yang dapat menimbulkan kesulitan di kemudian hari," kata Lagarde.
Namun, ia meyakini pemerintahan China telah memahami potensi risiko ini, termasuk juga strategi apa saja yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Langkah awal yang baik adalah memastikan adanya pengambilan keputusan yang transparan," jelasnya. "Kerangka kerja menyeluruh antara berbagai lembaga yang terlibat dalam Belt and Road Initiative akan dapat memberi kejelasan bagi semua pemangku kepentingan."
Sebagai informasi, sejak berganti nama menjadi BRI pada 2015 lalu, pengaruh China melalui BRI semakin meluas ke beberapa negara Asia, tidak terkecuali Indonesia.
Saat ini, di bawah program BRI, terdapat beberapa pembangunan infrastruktur yang sedang dilakukan di Indonesia. Salah satunya adalah pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang digarap konsorsium badan usaha milik negara (BUMN) Indonesia dan China, PT Kereta Api Cepat Indonesia-China (KCIC). Proyek ini ditargetkan rampung pada 2019 mendatang.
(prm) Next Article Rayuan China: Proyek Belt and Road tak Bikin Utang Bengkak
IMF memahami bahwa infrastruktur yang baik dapat membantu suatu wilayah mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif, menarik lebih banyak investasi asing, dan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan, kata Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde dalam pidatonya di Konferensi IMF-PBC di Beijing, China, Kamis (12/4/2018) sebagaimana dikutip dari naskah pidato yang diterima CNBC Indonesia.
Jalur kereta cepat yang menghubungkan kota-kota di China dan Thailand, misalnya, bila rampung, akan dapat mendorong integrasi perekonomian kedua negara dan menjadikannya salah satu rantai pasok regional, tambah Lagarde.
Dengan banyaknya negara peserta itu, tentu saja sulit untuk secara pasti menentukan nilai investasi yang dibutuhkan.
Berkaca dari pengalaman di berbagai belahan dunia, Lagarde menilai, ada beberapa tantangan yang perlu dicermati untuk memastikan pelaksanaan program itu sejalan dengan tujuannya.
"Pengalaman dari berbagai belahan dunia menunjukkan bahwa selalu ada risiko kegagalan proyek dan penyalahgunaan dana. Bahkan ketika proyek yang tepat sudah dipilih, kesulitan muncul dari sisi pelaksanaan," ujar Lagarde.
"Mungkin, ada hambatan-hambatan baru di bidang politik, hukum, dan lingkungan. Mempersiapkan diri untuk situasi ini, memilih proyek yang benar-benar mengisi kekurangan infrastruktur, dan melaksanakan proyek-proyek itu dengan seefisien mungkin harus menjadi prioritas ke depannya," tegas dia.
Hal tersebut, lanjutnya, berkaitan dengan tantangan kedua, yaitu kebijakan fiskal.
BRI dapat menyediakan pembiayaan infrastruktur yang sangat dibutuhkan negara-negara rekanannya. Namun, upaya itu dapat membawa masalah terkait kenaikan utang yang berpotensi membatasi belanja lainnya karena bunga utang meningkat, dan juga menciptakan masalah neraca pembayaran.
"Di negara di mana utang pemerintah telah tinggi, pengelolaan syarat-syarat pembiayaan yang hati-hati menjadi sangat penting. Hal ini akan melindungi China dan juga rekanannya dari perjanjian yang dapat menimbulkan kesulitan di kemudian hari," kata Lagarde.
Namun, ia meyakini pemerintahan China telah memahami potensi risiko ini, termasuk juga strategi apa saja yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Langkah awal yang baik adalah memastikan adanya pengambilan keputusan yang transparan," jelasnya. "Kerangka kerja menyeluruh antara berbagai lembaga yang terlibat dalam Belt and Road Initiative akan dapat memberi kejelasan bagi semua pemangku kepentingan."
Sebagai informasi, sejak berganti nama menjadi BRI pada 2015 lalu, pengaruh China melalui BRI semakin meluas ke beberapa negara Asia, tidak terkecuali Indonesia.
Saat ini, di bawah program BRI, terdapat beberapa pembangunan infrastruktur yang sedang dilakukan di Indonesia. Salah satunya adalah pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang digarap konsorsium badan usaha milik negara (BUMN) Indonesia dan China, PT Kereta Api Cepat Indonesia-China (KCIC). Proyek ini ditargetkan rampung pada 2019 mendatang.
(prm) Next Article Rayuan China: Proyek Belt and Road tak Bikin Utang Bengkak
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular