
Disrupsi Digital, ADB: Buruh Hingga Akuntan Berpotensi Hilang
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
11 April 2018 16:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Pesatnya perkembangan teknologi menimbulkan kehawatiran akan dampaknya pada sektor ketenagakerjaan. Lapangan kerja pun terancam banyak terpangkas akibat munculnya otomatisasi.
Namun, Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) menilai perkembangan teknologi hanya akan mendisrupsi lapangan kerja di sektor tertentu.
Dalam laporan Asian Development Outlook 2018 yang dipaparkan di Kantor ADB pada hari Rabu (11/4/2018), bank yang berbasis di Manila, Filipina, tersebut mengkategorikan lapangan pekerjaan menjadi empat kategori yaitu rutinitas atau non-rutinitas, serta manual atau kognitif.
ADB memprediksi, tipe pekerjaan yang akan menerima dampak terbesar dari perkembangan teknologi adalah gabungan dari kategori rutinitas dan manual seperti buruh pabrik, serta rutinitas dan kognitif seperti akuntan dan teller bank.
"Riset kami menunjukkan bahwa otomatisasi sebagian besar menargetkan tugas-tugas rutinitas. Penggunaan mesin juga semakin banyak di bidang perbankan, yang termasuk kategori rutinitas dan kognitif," kata Emma Allen, Ekonom ADB untuk Indonesia, kepada para jurnalis dalam konferensi pers.
Sebaliknya di kategori pekerjaan non-rutinitas dan kognitif seperti manajemen, riset dan koki, otomatisasi cenderung tidak akan terjadi karena pekerjaan tersebut sangat membutuhkan interaksi sosial. Bahkan, penelitian ADB menunjukkan kenaikan permintaan tenaga kerja di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK), kesehatan dan pendidikan akan bantu menutupi lapangan kerja yang hilang akibat disrupsi teknologi.
Maka dari itu, ADB menilai pemerintah Indonesia harus merespon tantangan ini dengan menyediakan akses yang lebih baik ke pendidikan yang lebih tinggi, sehingga keahlian tenaga kerja meningkat dan mereka bisa memanfaatkan peluang-peluang yang muncul dari perkembangan teknologi.
ADB juga merekomendasikan kerja sama mendalam antara penyedia layanan pendidikan dari pemerintah dan sektor swasta dalam menciptakan program pelatihan yang disesuaikan dengan permintaan industri.
"Riset kami menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja akan kuat di area-area yang membutuhkan keterampilan kognitif, tugas-tugas non-manual, serta sangat melibatkan TIK dan interaksi sosial yang artinya menurut saya adalah soft skills dan hard skills," kata Emma. "Koordinasi antara investasi dan pendidikan sangat penting untuk memanfaatkan keuntungan dari teknologi."
Terkait hal ini, ADB mengapresiasi peta jalan industri 4.0 yang baru saja diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo untuk bantu menghadapi revolusi industri jilid 4 yang fokus pada ekonomi digital.
"Peta jalan 4.0 adalah arah yang benar. Sangat penting bagi pemerintah, pebisnis, tenaga kerja dan anak-anak untuk mengetahui apa yang harus dipersiapkan dalam menghadapi teknologi baru," kata Winfried Wicklein, Kepala Perwakilan ADB untuk Indonesia, di kesempatan yang sama.
Sebagai catatan, di awal bulan ini Jokowi meluncurkan peta jalan industri 4.0 yang dijuluki Making Indonesia 4.0. Roadmap ini fokus pada pengembangan lima sektor industri, yaitu makanan dan minuman, elektronik, kimia, otomotif dan tekstil.
(roy/roy) Next Article Okupansi Mal Turun karena Peritel Banyak Tutup
Namun, Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) menilai perkembangan teknologi hanya akan mendisrupsi lapangan kerja di sektor tertentu.
Dalam laporan Asian Development Outlook 2018 yang dipaparkan di Kantor ADB pada hari Rabu (11/4/2018), bank yang berbasis di Manila, Filipina, tersebut mengkategorikan lapangan pekerjaan menjadi empat kategori yaitu rutinitas atau non-rutinitas, serta manual atau kognitif.
Sebaliknya di kategori pekerjaan non-rutinitas dan kognitif seperti manajemen, riset dan koki, otomatisasi cenderung tidak akan terjadi karena pekerjaan tersebut sangat membutuhkan interaksi sosial. Bahkan, penelitian ADB menunjukkan kenaikan permintaan tenaga kerja di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK), kesehatan dan pendidikan akan bantu menutupi lapangan kerja yang hilang akibat disrupsi teknologi.
Maka dari itu, ADB menilai pemerintah Indonesia harus merespon tantangan ini dengan menyediakan akses yang lebih baik ke pendidikan yang lebih tinggi, sehingga keahlian tenaga kerja meningkat dan mereka bisa memanfaatkan peluang-peluang yang muncul dari perkembangan teknologi.
ADB juga merekomendasikan kerja sama mendalam antara penyedia layanan pendidikan dari pemerintah dan sektor swasta dalam menciptakan program pelatihan yang disesuaikan dengan permintaan industri.
"Riset kami menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja akan kuat di area-area yang membutuhkan keterampilan kognitif, tugas-tugas non-manual, serta sangat melibatkan TIK dan interaksi sosial yang artinya menurut saya adalah soft skills dan hard skills," kata Emma. "Koordinasi antara investasi dan pendidikan sangat penting untuk memanfaatkan keuntungan dari teknologi."
Terkait hal ini, ADB mengapresiasi peta jalan industri 4.0 yang baru saja diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo untuk bantu menghadapi revolusi industri jilid 4 yang fokus pada ekonomi digital.
"Peta jalan 4.0 adalah arah yang benar. Sangat penting bagi pemerintah, pebisnis, tenaga kerja dan anak-anak untuk mengetahui apa yang harus dipersiapkan dalam menghadapi teknologi baru," kata Winfried Wicklein, Kepala Perwakilan ADB untuk Indonesia, di kesempatan yang sama.
Sebagai catatan, di awal bulan ini Jokowi meluncurkan peta jalan industri 4.0 yang dijuluki Making Indonesia 4.0. Roadmap ini fokus pada pengembangan lima sektor industri, yaitu makanan dan minuman, elektronik, kimia, otomotif dan tekstil.
(roy/roy) Next Article Okupansi Mal Turun karena Peritel Banyak Tutup
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular