Mackenzie: Keran Ekspor LNG Perlu Dibuka Lebih Longgar

Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
16 March 2018 18:45
Wood Mackenzie menyarankan pemerintah untuk lebih longgar membuka keran ekspor LNG, Ini dikarenakan akan terdapat surplus LNG 3-4 juta ton di 2018.
Foto: Dokumentasi ESDM
Jakarta, CNBC Indonesia- Lembaga riset internasional Wood Mackenzie menyarankan pemerintah untuk lebih longgar membuka keran ekspor gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG). Ini dikarenakan akan terdapat surplus LNG 3-4 juta ton di 2018.

Gas and Power Lead for Asia Mackenzie Edi Saputra memaparkan kondisi surplus LNG saat ini penyebabnya adalah pasar domestik yang belum mampu menyerap optimal, dari alokasi 6 juta ton perkiraannya hanya bisa terserap hingga 2,8 juta ton.



Sisanya, kata Edi, masih terlalu besar jika dilepas ke pasar spot. Sementara, ada potensi pasar ekspor seperti Jepang dan Korea yang kontraknya diputuskan pemerintah untuk tidak diperpanjang lagi.

"Salah satu langkah yang bisa diambil pemerintah misalnya fleksibel untuk membuka keran ekspor gas [LNG] karena surplus tidak hanya diakibatkan kebutuhan domestik menurun, tapi keputusan pemerintah membatasi ekspor," kata Edi, Jumat (16/3/2018)

Menanggapi hal itu, Sekretaris SKK Migas Arief Setiawan Handoko mengaku pemberhentian ekspor LNG ke beberapa negara dilakukan guna membantu program pemerintah untuk memenuhi kebutuhan LNG domestik.

"Jadi kami support itu, makanya ada sebagian kontrak ekspor tidak diperpanjang," kata Arief.

Dia mengakui memang beberapa tahun terakhir terjadi surplus produksi LNG dalam negeri. LNG yang berlebih, kata Arief, akan dijual dengan memanfaatkan penjual eceran atau pasar spot.

"Kalau dari dulu kan memang ada surplus, uncommited kargo dijual di spot," ujarnya.

Arief mengaku belum tahu jumlah LNG uncommited cargo pada tahun lalu, namun tahun ini dia prediksi permintaan akan meningkat. Peningkatan itu utamanya dari industri serta PLN.

Gas and Power Lead for Asia Mackenzie Edi Saputra mengatakan pemerintah tidak perlu khawatir untuk melakukan ekspor karena di sisi lain, PT Pertamina (Persero) juga telah teken kontrak impor jangka panjang dengan Cheniere Corpus Christi, Total, dan Woodside Energy Trading.

"Harus ada perubahan mindset untuk maintance balance ke pasar, harus berani ambil langkah," lanjut Edi.

Dengan memperhitungkan kontrak impor Pertamina, Edi memperkirakan baru akan muncul kebutuhan impor pada tahun 2025. Sementara itu hingga tahun 2024, dengan keadaan seperti ini, masih akan terjadi surplus LNG.
(gus/gus) Next Article Mackenzie: Serapan LNG Pasar Domestik 2018 Naik 15%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular