
Ketergantungan Impor, Indonesia Bisa Tertinggal Dari Vietnam
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
15 March 2018 13:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Neraca perdagangan Indonesia dalam dua bulan pertama ini mengalami defisit US$ 870 juta. Kenaikan impor yang berbanding terbalik dengan ekspor selama Januari - Februari menjadi penyebab utama.
Kenaikan impor, terutama impor bahan baku disebut menjadi sinyal perbaikan ekonomi domestik. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor bahan baku selama Februari mencapai US$ 10,58 miliar atau tumbuh 20,75% year on year (yoy).
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, defisit neraca perdagangan yang sudah terjadi dalam dua bulan terakhir perlu menjadi perhatian bagi pemerintah. Apalagi, defisit tersebut sudah terjadi sejak Desember 2017.
"Ini perlu menjadi perhatian kita semua. Defisit Februari lebih disebabkan karena ada surplus dari non migas, tapi terkoreksi impor non migas kita yang lumayan tinggi," kata Suhariyanto dalam konferensi pers, Kamis (15/3/2018).
Menurut Suhariyanto, melonjaknya impor memang bukan tanpa alasan. Belum adanya industri yang bisa menghasilkan bahan baku subtitusi impor, menjadi penyebab ketergantungan terhadap impor masih cukup tinggi.
"Memang harus ada hilirisasi agar bisa menekan impor," katanya.
Maka dari itu, perluasan pangsa pasar ekspor dan hilirisasi komoditas ekspor pun menjadi alternatif. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya bergantung pada impor yang selama ini menjadi motor penggerak ekonomi.
"Obatnya ya perluasan pasar ekspor internasional. Bagaimana menciptakan produk yang bernilai tambah. Kalau tidak dilakukan, kita akan tertinggal dari Vietnam dan Thailand," katanya.
Sebagai informasi, pangsa pasar ekspor Indonesia saat ini masih didominasi oleh China, Amerika Serikat (AS), dan Jepang. Total ekspor Indonesia ke China mencapai 15,36% dari total ekspor, AS 10,91%, dan Jepang 10,22%.
(roy/roy) Next Article Tekor US$ 860 Juta, Awal Tahun Kurang Baik Neraca Dagang RI
Kenaikan impor, terutama impor bahan baku disebut menjadi sinyal perbaikan ekonomi domestik. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor bahan baku selama Februari mencapai US$ 10,58 miliar atau tumbuh 20,75% year on year (yoy).
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, defisit neraca perdagangan yang sudah terjadi dalam dua bulan terakhir perlu menjadi perhatian bagi pemerintah. Apalagi, defisit tersebut sudah terjadi sejak Desember 2017.
"Memang harus ada hilirisasi agar bisa menekan impor," katanya.
Maka dari itu, perluasan pangsa pasar ekspor dan hilirisasi komoditas ekspor pun menjadi alternatif. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya bergantung pada impor yang selama ini menjadi motor penggerak ekonomi.
"Obatnya ya perluasan pasar ekspor internasional. Bagaimana menciptakan produk yang bernilai tambah. Kalau tidak dilakukan, kita akan tertinggal dari Vietnam dan Thailand," katanya.
Sebagai informasi, pangsa pasar ekspor Indonesia saat ini masih didominasi oleh China, Amerika Serikat (AS), dan Jepang. Total ekspor Indonesia ke China mencapai 15,36% dari total ekspor, AS 10,91%, dan Jepang 10,22%.
(roy/roy) Next Article Tekor US$ 860 Juta, Awal Tahun Kurang Baik Neraca Dagang RI
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular