
Menanti Pertamina Paska Pengesahan Holding Migas
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
13 March 2018 10:35

Jakarta, CNBC Indonesia- Penyatuan PT PGN (Persero) Tbk ke dalam tubuh PT Pertamina (Persero) semakin dekat. Pekan ini akta pengalihan saham akan dikeluarkan oleh Menteri BUMN, setelah terbitnya Keputusan Menteri Keuangan.
Penyerahan tersebut adalah kelanjutan dari terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2018, terkait pembentukan holding BUMN migas.
Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) Pertamina Nicke Widyawati mengatakan akan dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pertamina pada 16 Maret 2018 yang juga menandakan masuknya saham di PGN termasuk milik pemerintah ke dalam Pertamina. Namun, belum ada kepastian bentuk integrasi antara Pertagas dan PGN nantinya.
"Jadi ada integrasi formal, ada integrasi operasional. Yang paling penting sekarang integrasi operasional karena dengan masuknya (PGN) seharusnya jadi nilai tambah dan invetasi jadi lebih optimal," terang Nicke di Kantor Pusat Pertamina, Senin (12/3/2018).
Terbitnya PP Nomor 6 Tahun 2018 yang membahas mengenai penyertaan penambahan modal untuk pembentukan holding BUMN di bidang migas memang bertujuan untuk meningkatkan investasi Pertamina sebagai induk. Penambahan penyertaan modal negara yang dimaksud adalah sebanyak 13,8 miliar saham dengan nilai yang belum ditentukan saat ini.
Dalam kesempatan sama, Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik membahas tentang minimnya investasi industri migas di Indonesia. Dia membandingkan besaran angka antara investasi industri migas dalam negeri dengan Malaysia. Utamanya dengan bagaimana keberadaan proyek Refinery and Petrochemical Integrated Development (RAPID) Project negeri jiran.
Perbandingannya, kata Massa, sampai empat kali atas Malaysia. Massa mencontohkan, salah satu ketertinggalan Indonesia adalah dalam mastering shale oil and gas atau minyak dan gas serpih.
"Shale oil dan shale gas teknologi mereka sudah masuk 5 tahun yang lalu, mungkin karena mungkin mereka punya uang," kata Massa.
Dia pun membandingkan dana yang dimiliki, di mana dalam waktu 5 tahun Malaysia bisa investasi migas mencapai US$ 80 juta, sedangkan Indonesia hanya mencapai US$ 20 juta.
Massa menjelaskan, pengembangan pemanfaatan migas di Indonesia sangat tertinggal, utamanya dalam menghadirkan produk petrokimia yang dapat meningkatkan nilai produk. Sebab, harganya tidak stabil karena mengikuti pasar dan cakupan jenis barang yang dijual bisa jauh berkembang.
Direktur Rencana Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina Gigih Prakoso menyebut saat ini dana investasi untuk petrokimia memang hampir tidak ada. Namun itu akan diwujudkan ketika nanti pembangunan RDMP, di mana akan ada pengembangan petrokimia
"Porsi investasi kita tambah, (nilainya) kita lihat lah nanti," kata Gigih.
Dalam melakukan ekspansi bisnis, Gigih mengaku Pertamina butuh pendanaan yang tidak sedikit. Terutama dengan keadaan premium yang tidak akan mengalami kenaikan harga hingga 2019.
Dia mengaku dengan efisiensi, perusahaan plat merah tersebut bisa tetap mempertahankan profit. "Cash flow kita tetap bicara dengan pemerintah supaya tagihan-tagihan bisa dibayar. Dengan demikian, bisa kita alokasikan investasi," terangnya.
Seperti diketahui, pemerintah berencana untuk mempertahankan harga premium dan solar. Dengan begitu, Pertamina akan waspada dengan pergerakan harga minyak sebab pemerintah tidak mensubsidi premium.
Sedangkan untuk solar, pemerintah resmi melakukan peningkatan jumlah subsidi dari Rp 500 menjadi Rp 1.000.
Plt. Dirjen Migas Ego Syahrial menyatakan akan segera membahas hal itu dengan Komisi VII DPR RI, untuk meminta persetujuan. "Minimalkan supaya jangan terlalu berat untuk Pertamina (antara harga keekonomian dan harga jual)," kata Ego.
(gus/gus) Next Article PP Belum Diteken, PGN Tetap Gabung Pertamina Maret Ini
Penyerahan tersebut adalah kelanjutan dari terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2018, terkait pembentukan holding BUMN migas.
"Jadi ada integrasi formal, ada integrasi operasional. Yang paling penting sekarang integrasi operasional karena dengan masuknya (PGN) seharusnya jadi nilai tambah dan invetasi jadi lebih optimal," terang Nicke di Kantor Pusat Pertamina, Senin (12/3/2018).
Terbitnya PP Nomor 6 Tahun 2018 yang membahas mengenai penyertaan penambahan modal untuk pembentukan holding BUMN di bidang migas memang bertujuan untuk meningkatkan investasi Pertamina sebagai induk. Penambahan penyertaan modal negara yang dimaksud adalah sebanyak 13,8 miliar saham dengan nilai yang belum ditentukan saat ini.
Dalam kesempatan sama, Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik membahas tentang minimnya investasi industri migas di Indonesia. Dia membandingkan besaran angka antara investasi industri migas dalam negeri dengan Malaysia. Utamanya dengan bagaimana keberadaan proyek Refinery and Petrochemical Integrated Development (RAPID) Project negeri jiran.
Perbandingannya, kata Massa, sampai empat kali atas Malaysia. Massa mencontohkan, salah satu ketertinggalan Indonesia adalah dalam mastering shale oil and gas atau minyak dan gas serpih.
"Shale oil dan shale gas teknologi mereka sudah masuk 5 tahun yang lalu, mungkin karena mungkin mereka punya uang," kata Massa.
Dia pun membandingkan dana yang dimiliki, di mana dalam waktu 5 tahun Malaysia bisa investasi migas mencapai US$ 80 juta, sedangkan Indonesia hanya mencapai US$ 20 juta.
Massa menjelaskan, pengembangan pemanfaatan migas di Indonesia sangat tertinggal, utamanya dalam menghadirkan produk petrokimia yang dapat meningkatkan nilai produk. Sebab, harganya tidak stabil karena mengikuti pasar dan cakupan jenis barang yang dijual bisa jauh berkembang.
Direktur Rencana Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina Gigih Prakoso menyebut saat ini dana investasi untuk petrokimia memang hampir tidak ada. Namun itu akan diwujudkan ketika nanti pembangunan RDMP, di mana akan ada pengembangan petrokimia
"Porsi investasi kita tambah, (nilainya) kita lihat lah nanti," kata Gigih.
Dalam melakukan ekspansi bisnis, Gigih mengaku Pertamina butuh pendanaan yang tidak sedikit. Terutama dengan keadaan premium yang tidak akan mengalami kenaikan harga hingga 2019.
Dia mengaku dengan efisiensi, perusahaan plat merah tersebut bisa tetap mempertahankan profit. "Cash flow kita tetap bicara dengan pemerintah supaya tagihan-tagihan bisa dibayar. Dengan demikian, bisa kita alokasikan investasi," terangnya.
Seperti diketahui, pemerintah berencana untuk mempertahankan harga premium dan solar. Dengan begitu, Pertamina akan waspada dengan pergerakan harga minyak sebab pemerintah tidak mensubsidi premium.
Sedangkan untuk solar, pemerintah resmi melakukan peningkatan jumlah subsidi dari Rp 500 menjadi Rp 1.000.
Plt. Dirjen Migas Ego Syahrial menyatakan akan segera membahas hal itu dengan Komisi VII DPR RI, untuk meminta persetujuan. "Minimalkan supaya jangan terlalu berat untuk Pertamina (antara harga keekonomian dan harga jual)," kata Ego.
(gus/gus) Next Article PP Belum Diteken, PGN Tetap Gabung Pertamina Maret Ini
Most Popular