Korporasi Harus Ungkap Pemilik Langsung Perusahaan

Arys Aditya, CNBC Indonesia
07 March 2018 17:52
Aturan ini untuk mencegah terorisme dan pencucian uang.
Foto: Setpres RI
Jakarta, CNBC Indonesia -- Setiap korporasi yang beroperasi di wilayah Republik Indonesia kini wajib untuk mengumumkan pemilik manfaat (beneficial owner). Artinya, setiap entitas bisnis kini tidak bisa lagi menyembunyikan siapa pemilik yang sebenarnya untuk mencegah terorisme dan pencucian uang.

Kewajiban tersebut dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 13/2018 yang baru diteken pada 5 Maret 2018. Dalam beleid tersebut, yang dimaksud dengan beneficial owner adalah orang perseorangan yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada Korporasi, memiliki kemampuan untuk mengendalikan Korporasi, berhak atas dan/atau menerima manfaat dari Korporasi baik langsung maupun tidak langsung, merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham Korporasi.

Peraturan yang bertajuk lengkap Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme itu mewajibkan menetapkan siapa pemilik manfaat dari suatu korporasi. Dalam beleid yang sama, Pemerintah juga berhak menetapkan pemilik manfaat.

"Korporasi wajib menyampaikan informasi yang benar mengenai pemilik manfaat kepada instansi berwenang," bunyi pasal 18 peraturan tersebut.

Kepala DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengemukakan beleid tersebut tidak hanya berguna untuk mencegah terorisme dan pencucian uang, melainkan juga untuk mencegah upaya 'melarikan diri' dari beban pajak melalui aktivitas pengelakan (tax evasion) dan penghindaran pajak (tax avoidance).

"Pajak bisa menjadi alasan bagi BO untuk menyamarkan asal usul, pengendalian, jumlah manfaat yang diterima, serta memutus rantai kepemilikan, agar terhindar sebagian atau seluruhnya dari kewajiban membayar pajak yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya," ungkap Bawono.

Mengutip riset Global Financial Integrity, selama kurun 2004-2013, rata-rata tiap tahun aliran dana gelap ke luar Indonesia sebesar US$18.071 juta atau sekitar Rp200 triliun.

Bawono memaparkan, sejak 2017 Global Forum on Transparency and Exchange of Information telah mensyaratkan adanya identifikasi BO dalam format pertukaran informasi. "Selain itu, praktik BO juga erat kaitannya dengan fenomena aliran dana gelap (illicit financial flows) ke luar yurisdiksi."

Dia menjelaskan, aliran dana gelap dapat menjadi dua bagian, yakni dana hasil tindak kriminal, seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, kejahatan yang terorganisir, serta dana ang didapatkan secara legal namun menjadi ilegal karena dipergunakan untuk pembiayaan tindak ilegal, misalnya untuk pendanaan terorisme, atau pemindahan dana secara ilegal, seperti misalnya pelanggaran hukum pajak
(roy/roy) Next Article ESDM Segera Terbitkan Larangan untuk Investor Migas "Semu"

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular