
Produksi Garam Dikembangkan ke Kawasan Timur
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
22 February 2018 19:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) fokus memperluas lahan produksi garam di kawasan timur Indonesia guna mencapai target swasembada garam pada 2020.
Direktur Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Mohammad Abduh Nurhidajat mengatakan kondisi laut di Indonesia Timur sangat cocok untuk dijadikan daerah pengolahan garam, khususnya sebagai bahan baku industri.
"Kita perlu tambahan lahan produksi garam setidaknya 10.000 - 15.000 hektare dari yang saat ini 30.000 hektare. Kadar salinitas air laut di Indonesia Timur seperti NTB dan NTT umumnya 4%, lebih tinggi dibanding area produksi garam di Jawa dan Madura yang hanya 2-3%. Di sana, kemarau pun bisa mencapai 6-8 bulan. Ini yang kami mau fokuskan sebagai sentra produksi garam industri," jelas Abduh dalam peluncuran buku Hikayat Si Induk Bumbu, Selasa (22/2/2018).
Selain perluasan lahan produksi garam di Indonesia Timur, KKP juga sedang mencoba pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan kualitas garam.
"Kami sedang coba kerjasama antara koperasi petani garam di Indramayu dengan pakar kimia untuk mempercepat evaporasi (penguapan kandungan air dalam garam) dari yang tadinya butuh waktu 70 hari dengan hanya memanfaatkan sinar matahari menjadi 7 hari saja. Pilot project-nya 1 hektar. Kalau ini berhasil, moga-moga bisa diterapkan di seluruh sentra produksi garam di Jawa dan Madura yang ada saat ini," jelas Abduh.
Di tempat yang sama, Profesor Misri Gozan dari Himpunan Ahli Garam Indonesia menilai tingkat kelembaban di kawasan timur memang lebih rendah sehingga cocok untuk produksi garam industri.
"Tingkat humiditas di Indonesia Barat 60% tapi biasanya 80-90%, sementara di Indonesia Timur hanya 30% - 40% sehingga bisa lebih optimal untuk memproduksi garam industri," ujar Profesor Misri.
(ray/ray) Next Article Ternyata RI Impor Garam 2,6 Juta Ton di 2019
Direktur Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Mohammad Abduh Nurhidajat mengatakan kondisi laut di Indonesia Timur sangat cocok untuk dijadikan daerah pengolahan garam, khususnya sebagai bahan baku industri.
"Kita perlu tambahan lahan produksi garam setidaknya 10.000 - 15.000 hektare dari yang saat ini 30.000 hektare. Kadar salinitas air laut di Indonesia Timur seperti NTB dan NTT umumnya 4%, lebih tinggi dibanding area produksi garam di Jawa dan Madura yang hanya 2-3%. Di sana, kemarau pun bisa mencapai 6-8 bulan. Ini yang kami mau fokuskan sebagai sentra produksi garam industri," jelas Abduh dalam peluncuran buku Hikayat Si Induk Bumbu, Selasa (22/2/2018).
"Kami sedang coba kerjasama antara koperasi petani garam di Indramayu dengan pakar kimia untuk mempercepat evaporasi (penguapan kandungan air dalam garam) dari yang tadinya butuh waktu 70 hari dengan hanya memanfaatkan sinar matahari menjadi 7 hari saja. Pilot project-nya 1 hektar. Kalau ini berhasil, moga-moga bisa diterapkan di seluruh sentra produksi garam di Jawa dan Madura yang ada saat ini," jelas Abduh.
Di tempat yang sama, Profesor Misri Gozan dari Himpunan Ahli Garam Indonesia menilai tingkat kelembaban di kawasan timur memang lebih rendah sehingga cocok untuk produksi garam industri.
"Tingkat humiditas di Indonesia Barat 60% tapi biasanya 80-90%, sementara di Indonesia Timur hanya 30% - 40% sehingga bisa lebih optimal untuk memproduksi garam industri," ujar Profesor Misri.
(ray/ray) Next Article Ternyata RI Impor Garam 2,6 Juta Ton di 2019
Most Popular