BI Prediksi Pasar Ritel Turun

Konsumsi Belum Pulih Sepenuhnya

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 February 2018 12:50
Survei Penjualan Eceran yang dirilis Bank Indonesia menunjukkan data yang variatif alias mixed.
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia – Survei Penjualan Eceran yang dirilis Bank Indonesia menunjukkan data yang variatif alias mixed. Ada kabar baik, tapi ada pula hal yang patut menjadi kewaspadaan. 

Pada kuartal IV-2018, penjualan eceran tercatat naik 1,8% year on year (YoY). Lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 0,2% YoY. Hasil survei BI menunjukkan kenaikan penjualan ritel disokong oleh bahan kendaraan bermotor, makanan-minuman, serta sandang.

Konsumsi Masyarakat Belum Pulih SepenuhnyaBI

Data pertumbuhan penjualan ritel mengkonformasi adanya pelemahan konsumsi pada 2017. Tahun sebelumnya, penjualan ritel setidaknya masih bisa tumbuh di level 9% dan bahkan bisa menyentuh dua digit.

Namun pada 2017, penjualan ritel hanya bisa tumbuh di bawah 5%.
 Puncak konsumsi ada di kuartal II, bertepatan dengan Ramadan dan Idul Fitri. Itu pun penjualan hanya tumbuh 4,9%. Bandingkan dengan kuartal II-2016 yang tumbuh 13,7%. 

Data ini juga sejalan dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang selama 2017 hanya tumbuh di bawah 5%. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga tidak mampu melampaui pertumbuhan ekonomi secara umum. Kali terakhir konsumsi mampu mengungguli pertumbuhan ekonomi umum adalah pada kuartal I-2016.

Konsumsi Masyarakat Belum Pulih SepenuhnyaBPS

Perlambatan konsumsi adalah agregat dari berbagai faktor. Namun banyak pihak yang sepakat bahwa hal ini utamanya disebabkan oleh perubahan skema subsidi listrik. 

Mulai awal 2017, pemerintah mengurangi pemberian subsidi kepada pengguna listrik 900 VA. Sebanyak 18,7 juta rumah tangga pengguna listrik 900 VA tidak lagi mendapat subsidi sehingga mereka harus membayar biaya lebih mahal. Bahkan kenaikan biaya listrik bisa lebih dari dua kali lipat. 

Sementara keuntungan dari penghematan subsidi listrik tidak bisa langsung diterima oleh masyarakat. Penghematan anggaran yang digunakan untuk membangun infrastruktur, pelayanan kesehatan dan pendidikan, bantuan sosial, dan sebagainya baru dirasakan dalam jangka menengah. 

Ini yang menyebabkan konsumsi masyarakat mengalami shock (kejutan). Namun shock ini hanya diharapkan hanya bersifat jangka pendek karena tahun ini pemerintah sudah menegaskan tidak ada kenaikan tarif listrik. 

Meski demikian, survei BI justru menunjukkan penjualan ritel pada tiga dan enam bulan mendatang diperkirakan menurun. Pada tiga bulan mendatang, Indeks Ekspektasi Penjualan (IEP) adalah 118,7, lebih rendah dari bulan sebelumnya yaitu 134,6. Sementara penjualan Juni 2018 diperkirakan turun dengan IEP 149 sedangkan bulan sebelumnya adalah 151. 

Sepertinya konsumsi rumah tangga masih akan menjadi tantangan dalam perekonomian tahun ini. Bank Dunia memperkirakan konsumsi rumah tangga masih belum pulih sepenuhnya. 

Konsumsi masih bisa tumbuh, tetapi sangat moderat. Pada 2018, Bank Dunia memperkirakan konsumsi rumah tangga tumbuh 5,1%, yang lagi-lagi masih di bawah pertumbuhan ekonomi umum yang sebesar 5,3%. 

“Setelah relatif stagnan pada 2017, konsumsi masyarakat diperkirakan bisa tumbuh pada 2018. Data-data ketenagakerjaan sepertinya masih akan kuat dengan kenaikan upah, inflasi yang terkendali, dan biaya kredit yang lebih murah,” sebut kajian Bank Dunia. 

(aji/aji) Next Article Ini Fakta Terbaru Lesunya Konsumsi & Daya Beli Masyarakat RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular