Indonesia Alami Deindustrialisasi Prematur

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 February 2018 15:15
ektor industri manufaktur merupakan motor utama pendorong ekonomi Indonesia. Namun, sektor ini terus mengalami masa suram.
Foto: fanjianhua / Freepik
 Jakarta, CNBC Indonesia – Sektor industri manufaktur merupakan motor utama pendorong ekonomi Indonesia. Namun, sektor ini terus mengalami masa suram. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sektor industri pengolahan menyumbang 20,16% terhadap perekonomian nasional yang dicerminkan dari produk domestik bruto (PDB). Industri manufaktur menduduki posisi teratas dalam sumbangannya terhadap PDB.

Indonesia Alami Deindustrialisasi PrematurBPS

Namun pertumbuhan sektor ini dalam tren melambat, bahkan agak jauh di bawah pertumbuhan ekonomi. Pada 2017, pertumbuhan ekonomi adalah 5,07% sementara sektor industri di bawah 5%.

Indonesia Alami Deindustrialisasi PrematurBPS

Pada kuartal IV-2017, industri pengoalahan tumbuh 4,46% year on year (YoY), melambat dibandingkan pertumbuhan kuartal sebelumnya yang sebesar 4,85%.

Industri batu bara dan pengolahan migas melambat menjadi 4,46% dari sebelumnya 4,85%, sedangkan industri non migas ikut melambat menjadi 5,14% dari 5,46%. Kontribusi industri manufaktur dalam pembentukan PDB memang masih yang teratas. Namun kontribusinya dalam tren yang menurun.

Indonesia Alami Deindustrialisasi PrematurBPS

Laporan American Chambers of Commerce (Amcham) Indonesia menyebutkan, Indonesia memang sudah masuk fase deindustrialisasi. Sehebat apapun pemerintah berargumen untuk menentang itu, tetapi data-data yang ada sudah tidak bisa dipungkiri.

Sektor industri sudah tidak mampu tumbuh di atas pertumbuhan PDB, dan sumbangannya ke PDB terus menurun. Amcham melihat Indonesia bahkan mengalami deindustrialisasi prematur. 
Belum semestinya Indonesia mengalami deindustrialisasi, karena Indonesia sedang dalam fase mengembangkan sektor tersebut, terutama industri pengolahan sumber daya alam.

Namun Indonesia justru seolah meninggalkan pembangunan industri. Indonesia meninggalkan pembangunan sektor industri karena terlena oleh buaian harga komoditas.

Pada periode 2008-2012, harga komoditas melonjak tajam sehingga menjual bahan mentah ke pasar ekspor sudah sangat menguntungkan. Tidak perlu mengolahnya di industri. 

Selain itu, Amcham mencatat ada hal-hal lain yang menyebabkan Indonesia mengalami deindustrialisasi prematur, yaitu:
  1. Produktivitas pekerja menurun, meski upah terus naik.
  2. Biaya logistik yag tinggi, mencapai 24% dari PDB.
  3. Aturan dan regulasi yang kompleks.
Perlambatan industri perlu menjadi perhatian seluruh pihak. Benar, sekarang adalah era ekonomi digital. Namun ada baiknya Indonesia melakukan re-industrialisasi dengan lebih tertib. Re-industrialisasi bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif karena mampu menciptakan jutaan lapangan kerja. 

(aji/aji) Next Article Menperin Optimistis Manufaktur Masih Jadi Andalan di 2018

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular