
Suku Bunga Negatif Jepang
Inflasi Rendah, Jepang Dorong Masyarakat Agar Tak Menabung
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 January 2018 13:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Jepang tengah dilanda kelesuan ekonomi. Pemerintah dan bank sentral pun melakukan berbagai hal untuk mengembalikan gairan ekonomi, khususnya dari dalam negeri.
Kelesuan ekonomi Jepang terlihat dari inflasi. Ya, inflasi.
Di Indonesia, inflasi mungkin merupakan musuh yang harus ditekan serendah-rendahnya. Namun sejatinya inflasi — yang merupakan kenaikan harga barang dan jasa — merupakan salah satu pertanda nadi ekonomi masih berdenyut.
Bila ada inflasi, artinya harga barang naik, dan kenaikan harga menunjukkan banyaknya permintaan. Inflasi menunjukkan konsumen dan produsen sama-sama bergerak maju.
Di Jepang, nadi ekonomi ini tidak sedang berdenyut kencang. Untuk mencapai inflasi 1,5% saja sulit minta ampun. Justru Jepang kerap mengalami deflasi.
Dalam kasus Jepang, deflasi bukan berarti sama seperti Indonesia di mana pemerintah kemudian mengklaim mampu mengendalikan harga pangan.
Deflasi di Jepang artinya pengusaha setengah putus asa karena produknya kurang laris terjual sehingga memilih banting harga. Bila ini yang terjadi, maka ekonomi memang belum pulih.
Oleh karena itu, pemerintah dan bank sentral Jepang, Bank of Japan (BoJ), terus berupaya mendongkrak inflasi. Salah satu kebijakannya adalah penerapan suku bunga negatif yang dilakukan BoJ dalam setahun terakhir.
Saat suku bunga minus maka tabungan dan investasi masyarakat justru akan termakan oleh bunga, bukan bertambah. Masyarakat seakan diajak untuk lebih banyak mengonsumsi, bukan menabung atau berinvestasi.
Tidak hanya dari sisi moneter, pemerintah Jepang di bawah komando Perdana Menteri Shinzo Abe pun gencar memberikan stimulus untuk mendorong konsumsi masyarakat. Misalnya, Abe mendorong kenaikan upah agar masyarakat memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan dan mengurangi jam kerja sehingga konsumen punya waktu lebih untuk berbelanja.
Dana Moneter Internasional (IMF) memberi pujian terhadap langkah pemerintah dan BoJ. Lembaga ini bahkan merekomendasikan agar stimulus fiskal dan moneter jangan buru-buru dihentikan.
“Abenomics [kebijakan ekonomi PM Abe] telah meningkatkan kondisi perekonomian Jepang. Namun, kebijakan-kebijakan yang komprehensif masih dibutuhkan agar Jepang mampu keluar dari deflasi,” sebut IMF dalam laporan Article IV edisi Juli 2017.
Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda pun menegaskan bank sentral belum akan menghentikan kebijakan moneter super-longgarnya ini meskipun ekonomi Jepang mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan.
“Untuk ekonomi Jepang, sangat penting bagi BOJ untuk dengan sabar melanjutkan kebijakan pelonggaran moneter,” ujarnya dalam konferensi pers setelah mengumumkan mempertahankan suku bunga acuan bank sentral hari Selasa (23/1/2018).
Tim Riset CNBC Indonesia
(prm) Next Article Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga Negatif
Kelesuan ekonomi Jepang terlihat dari inflasi. Ya, inflasi.
Di Indonesia, inflasi mungkin merupakan musuh yang harus ditekan serendah-rendahnya. Namun sejatinya inflasi — yang merupakan kenaikan harga barang dan jasa — merupakan salah satu pertanda nadi ekonomi masih berdenyut.
Di Jepang, nadi ekonomi ini tidak sedang berdenyut kencang. Untuk mencapai inflasi 1,5% saja sulit minta ampun. Justru Jepang kerap mengalami deflasi.
Dalam kasus Jepang, deflasi bukan berarti sama seperti Indonesia di mana pemerintah kemudian mengklaim mampu mengendalikan harga pangan.
Deflasi di Jepang artinya pengusaha setengah putus asa karena produknya kurang laris terjual sehingga memilih banting harga. Bila ini yang terjadi, maka ekonomi memang belum pulih.
![]() Sumber: Statistics of Japan |
Saat suku bunga minus maka tabungan dan investasi masyarakat justru akan termakan oleh bunga, bukan bertambah. Masyarakat seakan diajak untuk lebih banyak mengonsumsi, bukan menabung atau berinvestasi.
Tidak hanya dari sisi moneter, pemerintah Jepang di bawah komando Perdana Menteri Shinzo Abe pun gencar memberikan stimulus untuk mendorong konsumsi masyarakat. Misalnya, Abe mendorong kenaikan upah agar masyarakat memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan dan mengurangi jam kerja sehingga konsumen punya waktu lebih untuk berbelanja.
Dana Moneter Internasional (IMF) memberi pujian terhadap langkah pemerintah dan BoJ. Lembaga ini bahkan merekomendasikan agar stimulus fiskal dan moneter jangan buru-buru dihentikan.
“Abenomics [kebijakan ekonomi PM Abe] telah meningkatkan kondisi perekonomian Jepang. Namun, kebijakan-kebijakan yang komprehensif masih dibutuhkan agar Jepang mampu keluar dari deflasi,” sebut IMF dalam laporan Article IV edisi Juli 2017.
Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda pun menegaskan bank sentral belum akan menghentikan kebijakan moneter super-longgarnya ini meskipun ekonomi Jepang mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan.
“Untuk ekonomi Jepang, sangat penting bagi BOJ untuk dengan sabar melanjutkan kebijakan pelonggaran moneter,” ujarnya dalam konferensi pers setelah mengumumkan mempertahankan suku bunga acuan bank sentral hari Selasa (23/1/2018).
Tim Riset CNBC Indonesia
(prm) Next Article Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga Negatif
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular