Ombudsman: Hentikan Opini Surplus Pangan

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
15 January 2018 14:38
Sama dengan KPPU, Ombudsman menyampaikan data beras Kementerian Pertanian dinilai maladministrasi
Foto: Samuel Pablo
Jakarta, CNBC Indonesia – Setelah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai data produksi beras nasional memiliki kredibilitas rendah, kini Ombudsman menyampaikan hal serupa.

Melalui keterangan pers, Ombudsman menilai terdapat sejumlah indikasi maladministrasi terkait pengelolaan data stok beras dan kebijakan impor di mana salah satunya adalah penyampaian informasi stok yang tidak akurat.

Menurut Ombudsman, Kementerian Pertanian (Kementan) selalu menyatakan produksi beras surplus dan stok cukup hanya berdasarkan perkiraan luas panen dan produksi gabah, tanpa disertai jumlah dan sebaran stok beras secara riil.

Adanya kenaikan harga sejak akhir tahun tanpa temuan penimbunan dalam jumlah besar mengindikasikan kemungkinan proses mark up data produksi dalam model perhitungan tersebut.

Terkait hal ini, Ombudsman meminta Kementan untuk menghentikan pembangunan opini surplus pangan dan perayaan panen yang berlebihan, serta memberikan dukungan penuh kepada Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menyediakan data produksi dan stok yang lebih akurat.


“Kami mengundang Pak Enggar (Menteri Perdagangan), Pak Amran (Menteri Pertanian), dan Pak Darmin selaku Menteri Perekonomian untuk duduk bersama menyelesaikan permasalahan ini supaya ada jalan keluar. Kami minta para pengambil kebijakan untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan informasi publik agar tidak menciptakan kegaduhan,” jelas Anggota Ombudsman, Ahmad Alamsyah, dalam konferensi pers hari ini, Senin (15/01/2018).

Terkait impor beras khusus, Ombudsman menyayangkan pengiriman dari luar negeri itu diputuskan pada Januari – Februari 2018. Padahal, hasil pantauan Ombudsman di 31 provinsi pada periode 10-12 Januari 2018 stok masih mencukupi meski tidak berlimpah, dan dalam waktu dekat akan memasuki masa panen raya.


“Di dalam UU memang harus ada rekomendasi dari kementerian terkait impor, dalam hal ini Kementerian Pertanian. Nah, ini lah yang jadi polemik. Katanya impor beras khusus, tapi kok 500.000 ton dan diimpor karena ada gejala kenaikan harga, yang sebenarnya beras umum. Kan yang naik harganya beras umum,” jelas Alamsyah.

Menyusul hal tersebut, Ombudsman menilai seharusnya impor beras itu dilakukan oleh Perum Bulog bukan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) sesuai dengan Instruksi Presiden No.5/2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah / Beras dan Penyaluran Beras Oleh Pemerintah.
(ray/ray) Next Article Bulog Punya 1,4 Juta Ton Beras, Bawang Menipis, Jagung Kosong

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular