
BCA, Mandiri, dan BNI Masih Rugi Jualan Uang Elektronik

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah bank penerbit uang elektronik mengeluhkan biaya yang harus ditanggung dari infrastruktur pengadaan uang elektronik. Pasalnya, pendapatan yang diperoleh dari peredaran uang elektronik belum bisa menutupi biaya dan cenderung merugi.
Senior Vice President Transaction Banking Retail Sales PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Thomas Wahyudi mengungkapkan, sejauh ini belum ada pendapatan berbasis biaya (fee based income) yang signifikan dari bisnis uang elektronik. "Rasio antara pendapatan dan biaya yang dikeluarkan jauh sekali," ujar dia kepada CNBC Indonesia melalui pesan singkat, Senin (8/1/2018).
Hal yang sama juga dialami oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Senior Executive Vice President IT BNI Dadang Setiabudi mengungkapkan, pendapatan yang diperoleh perusahaan dari bisnis uang elektronik belum sepenuhnya bisa menutupi biaya operasional.
"Penyebabnya karena biaya yang dikenakan kepada pengguna sangat terbatas," ungkap dia.
[Gambas:Produk Investasi by Investasiku]
PT Bank Central Asia (BCA) Tbk juga mengalami nasib serupa. Malahan, perseroan mencatat kerugian hingga Rp 60 miliar di 2017.
Direktur Transaction Banking BCA, Santoso Liem menjelaskan, sebenarnya uang elektronik BCA yakni 'Flazz BCA' sudah bisa menghasilkan pendapatan berbasis biaya (fee based income). Namun pendapatan tersebut digunakan untuk menutupi biaya perawatan produk.
"Pendapatan dikurangi biaya menjadi rugi Rp 60 miliar pada akhir 2017," ujar dia melalui pesan singkat kepada CNBC Indonesia, Senin (8/1/2018).
Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja menambahkan, pendapatan berbiaya dari uang elektronik memang belum bisa memberikan keuntungan.
"Untuk biaya pembuatan kartu memang bisa ditutupi dari pendapatan berbasis biaya, tetapi untuk menutupi investasi belum bisa," terang dia.
Namun demikian, untuk sumber fee based income lain, menurut Jahja masih memberikan keuntungan. Sehingga secara total, fee based income masih mengkontribusi perolehan laba sekitar 8-10%.
[Gambas:Produk Investasi by Investasiku]
Tahun 2018, Bank Indonesia (BI) berencana menerbitkan revisi aturan terkait uang elektronik. Gubernur BI, Agus Martowardojo, mengatakan revisi peraturan BI (PBI) juga bertujuan menyelesaikan perizinan uang elektronik yang saat ini sedang diajukan oleh sejumlah perusahaan.
"Tahun 2018 BI akan menerbitkan revisi aturan BI terkait uang elektronik, nah jika revisi itu sudah dikeluarkan maka status dari beberapa perusahaan yang mengajukan permohonan bisa difinalkan," ujar Agus beberapa waktu lalu.
Sekedar informasi, saat ini ada sejumlah uang elektronik berbasis server yang sedang mengajukan izin ke BI. Antara lain, Paytren, BukaDompet milik Bukalapak, TokoCash milik Tokopedia, ShopeePay milik Shopee dan GrabPay milik Grab.
Saat ini yang masih berlaku Peraturan Bank Indonesia No. 18/17/PBI/2016 tanggal 29 Agustus 2016 perihal Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money).
[Gambas:Beli Saham Investasiku]
(dru/dru) Next Article POJK Kepemilikan Asing Bank Umum Harus Diikuti Perubahan PP
