Bagaimana Bos BCA Melihat Kasus Duniatex, Suram?

Yanurisa Ananta, CNBC Indonesia
25 July 2019 14:27
Bankir masih melihat industri tekstil tak semuanya dianggap buruk.
Foto: Seorang wanita bekerja di bengkel produsen tekstil di Binzhou, provinsi Shandong, China 11 Februari 2019. (China Daily via REUTERS)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan bankir melihat industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tak semuanya dianggap suram karena tergantung tata kelola perusahaan masing-masing. Meski industri TPT sudah lama dianggap sebagai industri yang sunset.

"Jadi nggak bisa kita vonis tekstil jelek, ada yang bagus ada yang jelek. Tergantung patuh kelola risiko," kata Direktur Utama Bank BCA Jahja Setiaatmadja di Jakarta, Rabu (25/7)

Ucapan Jahja ini merespons soal informasi terkini soal dugaan gagal bayar industri TPT Duniatex. Bisnis Duniatex salah satunya adalah pembuatan benang melalui pabrik spinning yang mereka miliki. Spinning merupakan proses produksi paling hulu dalam industri tekstil dan produk tekstil (TPT).



Jahja mengaku mendapat informasi memang ada masalah pada industri spinning. Ini berawal saat harga kapas yang turun yang memicu spekulasi pabrikan benang di dalam negeri menimbun banyak bahan baku kapas, tapi nyatanya harga kapas terus turun.

Hal ini berdampak pada margin perusahaan benang yang tergerus, akibat harga jual harus mengikuti pasar. Harga produksinya jadi lebih mahal dibandingkan para pabrikan benang yang tak menyetok kapas.

"Kalau dia bisa mengatur inventory-nya (stok). Small margin tapi volume jalan terus. Kedua, kasus Duniatex ini spinning bisa dilepas ke pasar dengan harga lebih murah," katanya. 

Selain itu, ada kabar, bahwa pelaku TPT sedang mencari pasar baru ke Amerika Serikat sebagai dampak perang dagang. Ini untuk memanfaatkan peluang dari substitusi impor TPT AS yang selama ini tak bisa diimpor dari China.

Industri TPT memang sedang tak baik-baik saja dari sisi neraca perdagangan setidaknya dari pelaku usaha di sektor hulu. Data Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menunjukkan, rata-rata pertumbuhan ekspor sejak tahun 2007 hingga tahun lalu hanya 3,1% per tahun, tak mampu mengimbangi laju pertumbuhan impor sebesar 12,3% per tahun. Neraca perdagangan TPT Indonesia juga terus tergerus dari surplus US$ 6,7 miliar di tahun 2007 menjadi hanya US$ 3,2 miliar tahun lalu.


Namun, Ketua Umum API Ade Sudrajat menyampaikan kondisi industri tekstil terkini yang dia bilang "dalam keadaan baik". Ade bilang nilai ekspor ditargetkan tumbuh jadi US$ 14,6 miliar. Namun, penyakit lama soal serbuan barang impor masih jadi persoalan.

"Kami menyadari bahwa iklim usaha saat ini belum sempurna...khususnya pada sektor impor untuk konsumsi domestik yang berlebihan walau barang tersebut sudah diproduksi di dalam negeri," kata Ade, Rabu (24/7).
(hoi/hoi) Next Article Libur Akhir Tahun, BNI Operasikan 201 Outlet Layani Nasabah

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular