Tips Investasi

Ada Hantu Resesi, Ini Investasi yang Berpotensi Cuan Jumbo

Romys Binekasri, CNBC Indonesia
09 September 2022 10:20
Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi dunia sedang dibayangi ancaman resesi dan lonjakan inflasi tinggi yang sudah terjadi di berbagai negara. Sejauh ini, ekonomi Indonesia relatif aman berdasarkan data-data makro ekonomi hingga hingga kuartal II 2022.

Meski demikian ancaman resesi dan pasca pandemi covid-19, kesadaran untuk berinvestasi terus meningkat, khususnya untuk masyarakat Indonesia. Berdasarkan pengalaman pandemi covid dalam 2 tahun lebih ini, masyarakat semakin sadar pentingnya memiliki dana darurat dalam bentuk investasi.

Oleh karena itu, pilihan instrumen investasi yang tepat menjadi kunci, agar dana yang diinvestasikan bisa menjadi bantalan saat terjadi krisis. Setidaknya masih terdapat sejumlah kelas aset lain atau bagian dari kelas aset yang secara historis terbukti dapat melindungi harta yang nilainya kian menciut akibat tingginya angka inflasi.

Investor biasa diberitahu ketika inflasi melonjak, salah satu keputusan yang terbaik adalah mengkonversi uang ke dalam aset fisik yang bergerak di atas lonjakan harga, dengan real estate merupakan yang paling sering disarankan sebagai pilihan terbaik.

Namun, aset fisik khususnya properti tentu bukan pilihan banyak orang karena memakan biaya transaksi yang signifikan, serta tidak dapat dibeli semudah atau secepat aset investasi lain.

Terkait pilihan investasi lain, ada juga yang biayanya tidak terlalu mahal tetapi pergerakannya seringkali bergejolak dan memiliki kinerja yang tidak konsisten selama periode inflasi tinggi.

Pilihan terbaik selanjutnya biasanya adalah menyeimbangkan kembali portofolio saham untuk memindahkannya ke industri yang bekerja dengan baik dalam situasi ekonomi dengan inflasi tinggi.

Berikut adalah sejumlah instrumen investasi yang menarik untuk dilirik dalam kondisi perekonomian dengan inflasi tinggi.

Komoditas

Dalam situasi saat ini, ketika terjadi inflasi, secara historis harga komoditas biasanya mengalami kenaikan tinggi. Hal ini karena butuh waktu lama untuk membangun kapasitas baru untuk memenuhi permintaan.

Contohnya, saham emiten tambang, CPO, migas, dan produsen komoditas lainnya secara konsisten terus mengungguli kinerja pasar secara keseluruhan.

Harga minyak dan batu bara naik puluhan hingga ratusan persen tahun ini. Sementara saham tambang, khususnya batu bara, dan perusahaan minyak melonjak tajam dengan indeks energi merupakan sektor terbaik tahun ini.

Meski masih relatif asing, komoditas dapat diperdagangkan melalui bursa berjangka, yang pengembalian jangka panjangnya lebih bergantung pada perbedaan antara berbagai harga berjangka daripada komoditas yang mendasarinya.

Meski demikian perdagangan berjangka juga memiliki ancaman khusus seperti apa yang dikenal oleh trader sebagai contango, yakni ketika harga berjangka lebih tinggi dari harga spot yang diharapkan ketika kontrak berjangka jatuh tempo.

Contango berarti investor jangka panjang terus-menerus membeli tinggi dan kemudian menjual rendah, menghasilkan pengembalian "putaran" negatif.

Sejumlah komoditas sudah mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan dan berada di contango. Sehingga investor harus berpikir berapa besar kenaikan harga yang cukup untuk menutupi kerugian.

Saham

Dalam kondisi inflasi tinggi atau bahkan sampai resesi, pasar saham secara keseluruhan biasanya akan memberikan pengembalian negatif. Akan tetapi hal tersebut tidak pukul rata, artinya sejumlah sektor dapat mengalami penguatan dan sektor lainnya terkoreksi dalam.

Sejumlah pandangan umum menyarankan agar investor mengoleksi value stock yang memiliki fundamental bagus, daripada growth stock yang menawarkan pertumbuhan bisnis tinggi, seperti sektor teknologi.

Selain itu sejumlah sektor juga menawarkan peluang investasi kala suku bunga tinggi, termasuk sektor energi hingga finansial.

Emas

Inflasi yang tinggi dan ambruknya pasar saham AS beberapa waktu lalu ternyata tidak banyak berpengaruh pada harga emas di paruh pertama tahun ini.

Tetapi memang benar bahwa emas, secara historis, berkinerja baik ketika inflasi tinggi, mempertahankan nilainya bahkan di negara-negara di mana inflasi melonjak hingga dua digit, menurut sebuah studi untuk Credit Suisse oleh akademisi Elroy Dimson, Paul Marsh dan Mike Staunton.

Permasalahan utama dengan emas adalah dalam situasi normal cenderung memiliki kinerja kurang baik dibandingkan saham dan tidak memberikan pendapatan. Karena nilai emas ditopang oleh anggapan bahwa orang lain menganggapnya berharga, emas juga rentan terhadap apa pun yang mengancam status tersebut.

Setelah emas naik mendekati rekor pada bulan Maret, harganya merosot selama tiga bulan dan mengalami penurunan kuartalan terbesar dalam lebih dari setahun.

Tekanan pada emas tampaknya akan bertahan di paruh kedua tahun ini. The Federal Reserve telah mempercepat kenaikan suku bunga untuk melawan inflasi.

Hal tersebut telah mengangkat imbal hasil obligasi pemerintah dan dolar AS ke level tertinggi multi-tahun, menyeret harga emas turun lebih dari 10% dari posisi tertinggi 2022.

Gejolak pasar, inflasi dan perang umumnya diperkirakan akan meningkatkan harga emas, yang dihargai karena stabilitasnya. Tetapi investor melihat kombinasi hasil yang lebih tinggi dan dolar yang meningkat sebagai sentimen yang dapat merusak performa logam mulia.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular