
Ramai-ramai 'Bank Mini' Rights Issue, Apa Menarik Ditebus?

Jakarta, CNBC Indonesia - Penerbitan saham baru melalui skema rights issue atau memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) kepada para pemegang saham lama untuk menyerap saham baru memang tidak hanya dilakukan oleh perbankan besar.
Sejumlah bank mini alias bank BUKU II (bank umum kelompok usaha dengan modal inti di bawah Rp 5 triliun) yang menuju arah bank digital juga menggelar aksi korporasi ini.
Kebanyakan bank mini tersebut menggelar rights issue dengan tujuan menambah modal berkaitan dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mewajibkan modal minimal bank Rp 2 triliun tahun ini dan Rp 3 triliun tahun depan.
Lantas, apakah rights issue yang digelar bank mini yang fokus bisnisnya mengarah ke bank digital menarik?
Indra Then, analis Investment Banking dari PT Panin Sekuritas Tbk (PANS) mengatakan perlu dipahami terlebih dahulu tujuan dari bank digital melakukan rights issue, terutama penggunaan dananya untuk apa.
Hal ini karena ada juga bank digital yang melakukan rights issue untuk memenuhi modal dasar, jadi tak hanya untuk ekspansi dan mengurangi utang.
"Sebenarnya sih harus pahami dulu bank digital tujuannya penuhi aturan POJK terkait modal inti dasar, aku rasa gak semua bank tujuan daripada penambahan modal untuk ekspansi, ada juga pemenuhan modal inti," paparnya dalam program InvesTime CNBC Indonesia, Selasa malam, (13/07//2021).
Oleh karena itu menurutnya investor perlu pandai melihat prospektus dari penggunaan dana rights issue ini untuk apa. Selain itu perlu dilihat juga valuasi emiten terkait.
"Kita harus pandai pelajari prospektusnya, apakah bank-bank digital ini rights issue misal untuk ekspansi, ekspansi buat apa, terus juga valuasi seperti apa," jelasnya.
Melihat hal ini, lalu apakah rights issue memiliki prospek yang kurang bagus?
Menurutnya rights issue tidak bisa dibilang buruk, karena dengan adanya rights issue ini menandakan pasar modal punya kapabilitas untuk penggalangan dana bagi perusahaan terbuka (emiten).
Apalagi di tengah pandemi selama 1-2 tahun ini pendanaan di pasar modal terus berlanjut. Pendanaan di pasar modal, imbuhnya, cukup atraktif dan menampung minat investor. Efek jangka panjang dari rights issue akan dipengaruhi dari penggunaan dana tersebut.
"Misalnya rights issue mengubah kepemilikan, artinya ada potensi pemegang saham baru masuk. Kita analisis ini, pemegang saham masuk ini [suntik modal lewat rights issue] bisa bawa perusahaan ke dalam ke kinerja lebih baik atau tidak," paparnya.
Dia menegaskan investor perlu mempelajari rights issue ini, dan tidak serta merta menyebut rights issue buruk.
"Gak serta merta asumsi pasar rights issue buruk saya rasa kurang tepat," ungkapnya.
Rights issue adalah mekanisme penambahan modal dengan memberikan hak kepada investor lama untuk menyerap saham baru.
Ini berbeda dengan skema private placement di mana investor lama tak diberi hak menyerap saham baru tetap langsung diserap pembeli siaga sebagai investor baru dan porsi saham investor lama langsung terdilusi.
Sejumlah bank mini yang menggelar rights issue di antaranya PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI), PT Bank Maspion Indonesia Tbk (BMAS), dan PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB). Lalu ada PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA) dan PT Bank IBK Indonesia Tbk (AGRS).
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sudah Pegang Saham Private Placement, Hold atau Sell nih?