
Investor Masih Ketar-Ketir, IHSG Drop 50 Poin di Akhir Sesi 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melemah pada penutupan perdagangan sesi pertama Rabu (14/7/2021), melanjutkan koreksi kemarin di tengah meningginya kasus harian Covid-19 di Tanah Air.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia, IHSG berakhir di level 5.961,685 atau turun 50,3 poin (-0,84%). Pada pembukaan pagi, indeks acuan bursa ini sudah tertekan 0,06% ke level 6.008,241 dan sempat anjlok hingga melewati level psikologis 6.100, ke 5.948,879 pada pukul 11:20 WIB.
IHSG hanya sekali menyentuh zona hijau beberapa menit usai pembukaan, yang sekaligus menjadi level tertinggi hariannya pada 6.013,042. Sebanyak 338 saham melemah, 135 lain menguat, dan 152 sisanya flat.
Nilai transaksi bursa kian turun, di kisaran Rp 5,5 triliun dengan hanya 11 miliar saham yang diperdagangkan sebanyak 732.000-an kali. Investor asing tercatat mencetak pembelian bersih (net buy) sangat tipis, senilai Rp 7,3 miliar di pasar reguler.
Saham yang diburu asing adalah PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dengan nilai pembelian masing-masing Rp 55,6 miliar dan Rp 17,1 miliar. Saham INCO stagnan di level Rp 5.175 sedangkan ITMG melesat 3,5% ke Rp 14.850/saham.
Sebaliknya, saham yang dilego asing terutama adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), sama seperti posisi kemarin, dengan nilai penjualan masing-masing Rp 96,4 miliar dan Rp 29,6 miliar. Keduanya kompak melemah sekitar 1% menjadi Rp 29.975 dan Rp 3.030/unit.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) kembali merajai transaksi dengan nilai Rp 231,6 miliar, diikuti saham BBCA sebesar Rp 178 miliar. Saham BBRI juga tertekan, sebesar 1,85% menjadi Rp 3.170/saham.
Per Kamis (14/7/2021), Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah pasien positif corona di Indonesia mencapai 2,6 juta orang, atau bertambah 47.899 orang dari hari sebelumnya. Ini adalah rekor penambahan kasus harian tertinggi sejak virus corona mewabah di Tanah Air.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menyebutkan bahwa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat bisa diperpanjang hingga 6 pekan. Hal ini memicu sentimen negatif bagi pasar keuangan dalam negeri.
Di sisi lain, inflasi AS per Juni dilaporkan melesat 5,4% secara tahunan dengan inflasi inti 4,5%. Angka itu jauh lebih tinggi dari estimasi ekonom dalam polling Dow Jones yang berujung pada inflasi tahunan 5% dan inflasi inti 3,8%--tertinggi sejak September 1991.
Kenaikan tersebut memicu kekhawatiran bahwa bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed) bisa mengubah sikapnya dengan mengurangi laju pembelian obligasi dari pasar sekunder dalam waktu dekat.
Jika The Fed benar melakukan itu, maka limpahan likuiditas yang selama ini masuk ke pasar global pun berpeluang terhenti, terlebih jika kebijakan moneter diperketat yang bisa memicu aksi beli surat utang pemerintah AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saham Bank Diburu, IHSG Awet Menghijau Hingga Closing Sesi 1