
Pasar Lesu, Ini Tips Menghindar dari Prank Saham 'Gorengan'

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham domestik masih belum mencatat level batas atas terbaru dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) seiring dengan masih adanya kekhawatiran pelaku pasar mengenai kenaikan kasus Covid-19 di tanah air.
Analis PT NH Korindo Sekuritas Indonesia, Dimas Wahyu Putra Pratama menjelaskan, selain kasus Covid-19, sentimen negatif di pasar modal juga berasal dari pemerintah yang menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi karena kebijakan PPKM Darurat yang diperkirakan akan diperpanjang.
Selain itu, bursa saham juga masih tertekan dengan sektor perbankan yang akan melakukan aksi korporasi rights issue atau penerbitan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).
"Sentimen ini yang menyebabkan saat ini market [IHSG] tertekan di bawah 6.000," kata Dimas, dalam wawancara di program InvesTime CNBC Indonesia, Rabu (14/7/2021).
Di sisi lain, ia juga menilai ada sejumlah harga saham yang bergerak cukup atraktif atau bisa disebut juga 'saham gorengan'.
Saham-saham ini utamanya beririsan dengan sektor yang diuntungkan dari pandemi Covid-19 seperti vaksin dan healthcare, produsen jarum suntik, dan saham-saham farmasi.
Selain itu, kenaikan juga terjadi di saham-saham sektor telekomunikasi, menara telekomunikasi dan digital banking.
"Saham-saham di sektor ini begitu atraktif pergerakan di kuartal kedua," kata Dimas.
Dimas mengingatkan agar investor tetap mencermati pergerakan harga saham yang naik signifikan tersebut agar nantinya investor tidak mengalami kerugian setelah berinvestasi di saham yang atraktif tersebut.
Langkah yang perlu dilakukan agar tidak kena 'prank' dari saham-saham gorengan ini ialah dengan mencermati transaksinya, apakah cukup likuidi atau tidak di pasar.
Saham gorengan ini dalam artian saham dengan fluktuasi tajam tetapi tidak dibarengi dengan fundamental yang baik.
"Kita perlu melihat likuiditasnya, ada banyak cara, pertama lihat sentimen, kedua supply demand yang terjadi di market, likuid atau tidak," bebernya.
Ketiga, investor yang ingin melakukan trading di saham-saham ini dibatasi maksimal 15% sampai dengan 20% dari total portofolionya. Namun, harus menyiapkan rencana trading (trading plan) sebelum membeli saham-saham tersebut, misalnya dengan analisis teknikal.
"Sehingga tahu posisi di target mana take profit. Biar gak terjebak kena prank," ujarnya.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Apaan sih Saham Gorengan, Seberapa Besar Risikonya?