Kriptomologi

Terungkap! Kripto Justru Anti-Bubble, tapi Rentan Risiko Ini

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
27 May 2021 09:05
Vitalik Buterin. Ist
Foto: Vitalik Buterin. Ist

Maka, posisi yang paling tepat bagi kripto adalah komoditas. Tak kurang dan tak lebih. Itulah mengapai ia dibawahi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi (Bappepti), Kementerian Perdagangan. Bukan Bank Indonesia (BI) atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dalam komoditas, penentu pergerakan harganya adalah dinamika pasokan dan permintaan. Dari sisi suplai, kripto mirip dengan komoditas karena ada aspek kelangkaan. Ia didesain dengan jumlah yang terbatas. Bitcoin hanya tersedia 21 juta keping dan memiliki mekanisme halving (memangkas reward bagi penambang menjadi separuhnya).

Namun, PR-nya ada di sisi permintaan dalam kehidupan nyata. Berbeda dari komoditas riil (minyak mentah, batu bara, sawit, dll) yang permintaannya naik-turun mengikuti dinamika ekonomi, permintaan Bitcoin dkk belum ada di dunia nyata dan baru "dipersepsikan" akan ada. Mereka bermimpi mata uang kripto akan dipakai orang sedunia bertransaksi sehari-hari.

Tak ada istilah lain yang lebih tepat untuk mendefinisikan kondisi ini, selain: spekulasi. Inilah ketimpangan mata uang kripto. Suplai diciptakan, tapi permintaannya belum ada dan lagi-lagi "diciptakan" alias didasarkan pada spekulasi bahwa kelak bank sentral dan pelaku industri sedunia akan mengizinkan mata uang ini dipakai dalam transaksi digital dan bahkan transaksi sehari-hari.

Spekulasi itulah yang mendorong investor memegang aset kripto: berjaga-jaga jika nanti benar-benar dipakai secara luas. Jika belum, ya setidaknya dipakai oleh beberapa perusahaan promotor kripto. Maka, setiap ada berita tentang satu perusahaan menerima pembayaran berbasis mata uang kripto atau melayani trading kripto, harga Bitcoin dkk pun naik.

Apakah kenaikan harga tanpa nilai fundamental itu memicu bubble? Menurut kami, tidak.

Jika bubble dipahami sebagai kenaikan harga yang begitu tinggi melampaui fundamentalnya, maka kita tak bisa memvonis sesuatu yang tak memiliki nilai fundamental, seperti aset kripto, sedang di fase bubble. Ketika tidak ada acuan harga wajar, maka ketidakwajaran harga yang terjadi setiap hari pun menjadi "wajar".

Mengutip Maarten Van Oordt dalam riset berjudul "On the Value of Virtual Currencies" yang diterbitkan dalam Journal of Money, Credit, and Banking (2019), Bitcoin cenderung berlaku sebagai "investasi dengan tingkat spekulasi tinggi, ketimbang sebagai mata uang."

Secara nature, mata uang kripto adalah aset untuk berspekulasi. Tak ada valuasi yang bisa dipakai untuk mengukur apakah harga sekarang kemahalan, atau masih murah. Hingga kini belum ada formula baku yang disepakati, bahkan di komunitas kripto sekalipun mengenai itu.

Seorang anonim di Twitter bernama PlanB menyodorkan analisis stock-to-flow (STF), tapi ia-mengutip Profesor Stanfor University Paul Pleifderer-memakai metode bunglon karena berbasis asumsi sumir yang dikekalkan. Vitalik Buterin pun mempertanyakan validitasnya terkait fenomena halving dan efeknya terhadap naik-turunnya harga mata uang kripto.

Lagi-lagi, kelemahan aset kripto soal "nilai fundamental" ini menjadi keunggulannya, terutama jika berbicara tentang bubble. Ketika harga sudah dirasa terlalu tinggi oleh pelaku pasar, maka ia akan langsung anjlok tanpa ada konfirmasi pecah bubble atau tidak, dengan tanpa meninggalkan ruh spekulasi yang menempel di tiap aset kripto ini.

Ruh itu menjadikannya kembali diburu oleh mereka yang percaya bahwa mata uang digital ini kelak bakal dipakai secara luas. Ia pun membal seperti bola, dan bukannya pecah seperti gelembung. Bagi investor yang gemar trading berbekal spekulasi, situasi pasar yang seperti ini adalah surga.

Kecuali, bank sentral sedunia telah kompak menciptakan Central Bank Digital Currency (CBDC) dan menyatakan bahwa hanya CBDC yang berlaku di dunia virtual. Bukan Bitcoin, dkk. Jika itu yang terjadi, maka mata uang kripto tak hanya menghadapi bubble, melainkan kiamat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular