
Terungkap! Kripto Justru Anti-Bubble, tapi Rentan Risiko Ini

Tak seperti emas dan mata uang kertas , yang pola pergerakannya terukur dan sangat dipengaruhi aspek fundamental ekonomi makro sebuah negara, dan perubahan konstalasi perekonomian dunia, mata uang kripto terlepas dari itu semua.
Kenaikan inflasi yang mempengaruhi harga obligasi tak berefek pada harga Bitcoin dkk. Demikian juga kebijakan suku bunga yang memengaruhi deposito dan kontraksi ekonomi yang menekan harga saham. Mata uang kripto memiliki dunia sendiri, yang terlepas dari indikator ekonomi.
Ini menjadi kelebihan aset kripto, yang sekaligus menghambatnya untuk menjadi kelas aset yang setara dengan saham, forex, atau emas. Ketiadaan korelasi harga dengan fundamental ekonomi dan industri di sektor riil membuatnya tak memiliki basis valuasi.
Beberapa kalangan mengklaim bahwa aspek fundamental mata uang kripto terletak pada: teknologi, figur pengembang, ekosistem dan kapitalisasi pasar. Kapitalisasi pasar jelas bukan aspek fundamental dari aset investasi. Ia bukanlah variabel pengubah nilai portofolio, melainkan variabel ikutan (dependen). Jika harga aset naik, maka kapitalisasi ikut naik. Bukan sebaliknya!
Selama ini, pencinta dan praktisi mata uang kripto mengacu pada tiga hal pertama ketika berbicara aspek 'fundamental' aset kripto. Kesemuanya terangkum dalam white paper, semacam prospektus proyek mata uang kripto yang berisi misi, sosok pengembang, gambaran teknologi yang dipakai dan ekosistem yang akan dibangun ke depan. Intinya: rencana kerja dan janji.
![]() |
Jika ada aset yang dibangun berdasarkan rencana dan janji tanpa pendapatan riil (earning) tetapi tetap dibeli oleh investor, maka sang pembeli layak disebut sebagai spekulan: membeli aset masa depan, dengan harga sekarang, meski tak ada nilai intrinsik dan belum ada keuntungan yang riil. Apakah ini salah? Tentu tidak. Ia tak melanggar hukum.
Namun itu jelas sebuah keputusan investasi yang sangat riskan, dan tak bisa disebut berbasis data fundamental. Ibaratnya, orang tak peduli rupiah dicetak dengan teknologi apa, karena yang mempengaruhi kursnya adalah faktor ekonomi (inflasi, neraca pembayaran, stabilitas politik Indonesia, dlsb)-yang membuat nilai tukarnya bisa kalah/menang dibanding mata uang lain. Aspek fundamentalnya tak terletak pada bagaimana dia diciptakan, melainkan pada bagaimana dia dipakai atau berperan dalam perekonomian.
Lalu adakah indikator untuk mengukur mahal-murahnya harga Bitcoin sekarang? Jawabannya: tidak. Ia tak memiliki basis pendapatan, berbeda dari saham yang memiliki valuasi berbasis profitabilitas seperti rasio harga terhadap laba per saham (price to earning/PE ratio), pengembalian ekuitas (return on equity/ROE) dan pengembalian aset (Return on Asset/ROA).
Jika dianalogikan seperti forex, maka mata uang kripto tak memiliki peer perbandingan laiknya rupiah versus dollar Amerika Serikat (AS) yang perubahan nilai tukarnya dipengaruhi komparasi kondisi fundamental ekonomi dan perbandingan kebijakan mereka. Perbandingan tersebut menciptakan dorongan bagi investor untuk memegangnya sebagai alat tukar atau melepasnya.
NEXT: Spekulatif Gaes
(ags/ags)