Kriptomologi

Tesla Cuan Rp 1,5 T dari Bitcoin, tapi Anda Bukan Elon Musk

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
28 April 2021 09:50
Solar City
Foto: REUTERS/Rashid Umar Abbasi

Adalah sebuah ironi besar jika kredit berkonsep investasi hijau tersebut, yang menambal kebutuhan dana tunai Tesla, sebagian dananya ternyata dibelanjakan Bitcoin yang dituding merusak lingkungan dalam aktivitas penambangannya.

Penambangan Bitcoin dilakukan dengan cara memecahkan serangkaian algoritma kompleks melalui komputer. Pada fase pertama saat dibuat pada 2009 lalu, tersedia 21 juta bitcoin untuk ditambang oleh seluruh orang di dunia. Penambangan cukup dilakukan dengan komputer biasa.

Dengan semakin banyak koin ditambang dan semakin sedikit yang tersisa, algoritma yang harus dipecahkan pun kian kompleks. Kini dengan 18,5 juta koin telah tertambang, komputer biasa tak lagi cukup untuk memproses algoritma tersebut. Super komputer pun diperlukan, yang cilakanya menyedot banyak listrik untuk memproses algoritma tersebut.

Center for Alternative Finances di Cambridge memperkirakan konsumsi listrik untuk Bitcoin di atas 115 terawatt per jam (Twh) atau 115 triliun watt per jam. Sebagai perbandingan, penjualan listrik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) ke seluruh warga Indonesia, hingga kuartal III-2020, adalah sebesar 181,6 Twh.

"(Jumlah listrik untuk penambangan) secara historis lebih banyak dari (jumlah listrik yang digunakan) sebuah negara, seperti Irlandia," kata profesor ekonomi Universitas New Mexico, Benjamin Jones, dikutip The Guardian, Senin (1/3/2021).

qSumber: Digiconomist

Terpisah, laporan Digiconomist mengungkapkan jika penggunaan listrik untuk menambang Bitcoin di seluruh dunia mencapai 80 Twh. Sayangnya, China ternyata merupakan penambang Bitcoin terbesar di dunia, yang 60% pasokan listriknya masih berasal dari batu bara.

Transaksi Bitcoin juga jauh lebih boros dibandingkan aktivitas online lainnya. Menurut laporan Digiconomist, jejak karbon dari penambangan sekeping Bitcoin membuang karbon yang sama dengan 680.000 transaksi Visa dan menonton Youtube selama 51.210 jam.

Itulah harga yang harus dibayar untuk mendapatkan tiap keping Bitcoin. Dan karenanya, jangan heran jika harga Bitcoin kini melonjak, karena kian besarnya ongkos untuk menambang, di samping tingginya spekulasi bahwa mata uang kripto ini bakal digunakan untuk bertransaksi dalam kehidupan keseharian-sesuatu yang sejauh ini masih utopis karena 90% negara di dunia melarangnya.

Mereka yang menikmati cuan terbesar tentu saja yang sudah masuk lebih dahulu sebelum rekor harga tertinggi dicapai pada Maret kemarin di level US$ 63.000 per keping. Salah satunya adalah Elon, yang sudah sejak lama hobi "pompom" mata uang kripto.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular