Sederet Alasan Saham Tambang Masih 'Seksi', Berani Coba?

Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
25 March 2021 14:20
Aktifitas pekerja saat bongkar muat Batubara yang datang dari Batam di Pelabuhan KCN Cilincing,  Jakarta Utara, Kamis (12/4). Keputusan Menteri ESDM Nomor 1359K/30/MEM/2018 soal harga jual batubara untuk penyediaan tenaga listrik buat kepentingan umum, pemerintah menetapkan harga jual untuk PLTU US$70 per ton.  pemerintah juga menetapkan volume maksimal pembelian batubara untuk pembangkit listrik 100 juta ton per tahun atau sesuai kebutuhan batubara untuk pembangkit listrik.Jonan menegaskan, penetapan harga jual batubara untuk PLTU agar tarif tenaga listrik tetap terjaga demi melindungi daya beli masyarakat dan industri yang kompetitif. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dinilai masih sangat 'seksi' untuk dicoba dimasuki oleh para investor di tengah tren kenaikan harga komoditas energi dan pemulihan ekonomi nasional.

CEO PT Sucor Sekuritas, Bernadus Wijaya mengatakan pertambangan menjadi salah satu sektor penunjang pemulihan ekonomi Tanah Air.

"Kita bisa lihat harga komunitas sudah menggeliat dibandingkan dengan harga ketika mengalami pandemi Covid-19," kata Bernadus dalam InvesTime CNBC Indonesia, dikutip Kamis (25/3/2021).

Dia mencontohkan batu bara yang harganya saat ini mencapai US$ 90/ton atau setara Rp 1,3 jutaan, naik dari US$ 50/ton atau Rp 723.000. Kenaikan yang sama juga terjadi pada nikel dari US$ 12.000/ton (setara Rp 173,6 jutaan) menjadi US$ 16.000 (Rp 231,5 jutaan) per ton.

Dengan tren kenaikan harga komoditas energi tersebut, dapat menggairahkan perekonomian Indonesia ke depannya lagi. Menurutnya akan banyak masyarakat Indonesia yang bergantung bekerja di bidang komoditas.

"Dengan harga komuoitas yang menggeliat tentu saja akan berdampak pada komoditas atau industri yang lain juga," ungkapnya.

Bernadus juga mengatakan untuk batu bara bukan hanya harga yang naik, namun juga sahamnya rata-rata menghasilkan dividen dari laba bersih cukup signifikan.

Misalnya PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dengan rasio dividen 90% di tahun lalu, hal yang sama juga terjadi pada PT Adaro Enegery Tbk (ADRO) dan PT Indo Tambang raya Megah Tbk (ITMG).

"Jika kita simak saat ini demand batu bara walaupun musim dingin telah usai di China atau negara barat saja, demand masih tinggi. Dibuktikan dengan harga batu bara yang cukup tinggi," ungkapnya.

Dia menambahkan untuk pertambangan menarik karena ada juga keterkaitan dengan mobil listrik. Nikel yang menjadi bahan baku baterai listriknya juga cukup terangkat dengan fakta ini.

Sebelumnya bos pabrikan mobil listrik asal AS, Tesla, Elon Musk sempat menuliskan dalam tweet-nya akan mengganti nikel ke besi atau iron. Namun menurutnya bukan sesuatu yang mudah dan nikel tetap akan dicari oleh produsen mobil listriknya.

Selain itu juga timah juga diperlukan dalam mobil listrik yakni sebagai bahan baku konduktor atau alat pengisi daya.

Di sisi lain, performa saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), dan PT Timah Tbk (TINS) beberapa waktu lalu cukup terkoreksi dalam. Namun menurut Bernadus di tahun 2021 ketiganya akan berpotensi menunjukkan hal positif alias berpeluang rebound.

"Kita melihat di tahun 2021, ini performa ketiga emiten ANTM-INCO-TINS atau yang disebut trio macan ini di tahun 2021 masih ada potensi untuk bersinar. Walaupun mengalami koreksi cukup dalam ketika kita bandingkan dengan pertengahan bulan Januari lalu," jealasnya.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Semenarik Apa Saham Nikel ANTM-INCO dkk? Cek Rekomendasinya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular