
Trading Jangka Pendek di Saham Kena UMA, Berani Coba?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) menetapkan setidaknya 14 saham yang masuk daftar aktivitas perdagangan saham tak wajar (unusual market activity/UMA). Penyebabnya adalah saham-saham tersebut mengalami kenaikan harga di luar kebiasaan dalam kurun waktu tertentu.
Data BEI menunjukkan, setidaknya sejak 22 Februari hingga 1 Maret kemarin, beberapa saham masuk kategori UMA di antaranya PT Nusantara Inti Corpora Tbk (UNIT), PT Bank Jago Tbk (ARTO), PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB), PT Goodyear Indonesia Tbk (GDYR), hingga PT Bank Ganesha Tbk (BGTG).
UMA adalah salah satu mekanisme yang dilakukan BEI atas satu saham yang bergerak liar. Biasanya saham-saham kena UMA jika terus melesat tak karuan berujung pada suspensi perdagangan saham.
Head of Research PT Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma mengatakan, saham yang masuk UMA tersebut terutamanya disebabkan oleh tren pasar yakni transformasi ke bank digital sehingga memberikan keyakinan kepada investor ke depannya akan memberikan prospek yang bagus.
Memang dari beberapa saham-saham masuk UMA tersebut sebagian besar dari saham-saham bank mini alias bank dengan modal inti antara Rp 1-5 triliun alias bank BUKU II.
"Kenapa terjadi? karena valuasi bank digital dihubungkan dengan saham-saham teknologi. Jadi memvaluasinya bukan berdasarkan price book value [PBV] saja, tapi lebih kepada cara valuasinya berbeda, salah satunya dengan melihat apakah bisa create penjualan berapa," ujarnya saat berbincang dalam InvesTime CNBC Indonesia, Jumat pekan lalu (26/2).
Price to book value (PBV) adalah rasio valuasi untuk menilai mahal atau murahnya sebuah saham dengan membandingkan antara harga saham dengan nilai buku perusahaan.
Hanya saja Suria tidak menyarankan untuk melakukan trading alias perdagangan dalam jangka pendek untuk saham-saham yang telah masuk daftar UMA. Sebab, saham tersebut sulit diprediksi akan sampai kapan mana tren pergerakan kenaikan harga sahamnya di pasar.
Dengan demikian, kata dia, jika ingin melalukan trading dengan saham terkena UMA ini tergantung pada adrenalin investor. Apakah siap jika nantinya investor bisa menerima risiko yang tinggi. Sebab, saham-saham ini bergerak sangat liar, bisa turun dan naik secara drastis.
"Jadi itu memang tergantung adrenalin dari masing-masing. Siap dengan risiko tinggi atau nggak. Jadi itu memang kita harus berhati-hati juga dengan pergerakan saham gini. Jadi mau milih naik bisa tinggi dan turun juga tinggi," jelasnya.
Namun, ia melihat bahwa investor untuk bank-bank mini tersebut didominasi oleh ritel yakni anak muda sehingga transaksi di saham terkena UMA masih sangat cocok mengingat karakteristik investor muda biasanya lebih agresif.
Hal ini berbeda dengan karakteristik investor lama yang memang transaksinya juga dalam jumlah besar dan cenderung moderat. Namun yang pasti, saham terkena UMA bukan pilihan yang tepat.
"Tapi ritel kan banyak anak muda dan masih cocok. Kalau sudah berumur sudah nggak cocok [investasi saham yang liar], tiba-tiba uangnya berkurang kan nggak cocok. Jadi tergantung profil risiko masing-masing," tegasnya.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Emiten Getol Refinancing, Aman Gak sih Beli Sahamnya?
