
Anjlok 2% Pekan Ini, Emas Antam Punya Potensi To The Moon!

Meski pada akhirnya vaksin sukses menanggulangi virus corona, tetapi masih belum diketahui seberapa cepat perekonomian akan bangkit.
Guna membangkitkan kembali perekonomian, pemerintah di berbagai negara menggelontorkan stimulus fiskal yang masif. Stimulus tersebut menjadi salah satu bahan bakar utama emas untuk terus menguat. Dari semua negara, Amerika Serikat tentunya yang paling jumbo.
Negeri Paman Sam masih akan menggelontorkan stimulus fiskal lagi, yang pembahasannya mandek akibat pemilihan presiden 3 November lalu. Presiden terpilih AS, Joseph 'Joe' Biden dari Partai Demokrat diperkirakan akan menggelontorkan stimulus fiskal lebih besar ketimbang Donald Trump.
Stimulus fiskal begitu juga stimulus moneter merupakan bahan bakar emas untuk terus menanjak. Stimulus fiskal akan menguntungkan emas dari 2 sisi.
Pertama, semakin besar stimulus artinya semakin banyak uang yang beredar di perekonomian, secara teori dolar AS akan melemah. Saat dolar AS melemah harga emas akan menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga permintaan berpotensi meningkat, harganya pun naik.
Kedua, banjir likuiditas di perekonomian tentunya berisiko memicu kenaikan inflasi. Secara tradisional emas dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi, sehingga ketika inflasi naik emas akan diburu investor.
Besarnya stimulus fiskal yang digelontorkan tentunya berakibat membengkaknya utang Amerika Serikat. Besarnya rasio utang terhadap PDB AS menjadi salah satu faktor yang bisa membawa emas kembali melesat.
Analisis rasio utang terhadap PDB tersebut diungkapkan oleh salah satu perusahaan trading di Asia, WingCapital Investment.
"Secara historis kami melihat rasio utang terhadap PDB memiliki korelasi yang lebih besar dibandingkan dengan balance sheet [neraca] bank sentral AS [terhadap harga emas]," tulis analis WingCapital yang dikutip Kitco.com.
Analis tersebut melihat pada periode sebelumnya ketika emas mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 1.920/troy ons pada September 2011, reli tersebut berakhir ketika laju kenaikan rasio utang terhadap PDB AS mulai menurun.
Berdasarkan data dari CEIC, ratio utang terhadap PDB AS di tahun 2007 sebesar 63%, kemudian melesat hingga mencapai 103% di tahun 2013.
Selama periode tersebut harga emas juga terus menanjak, hingga memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa saat itu US$ 1.920/troy ons pada September 2011.
Di tahun 2019 sebesar 108%. Analis dari WingCApital melihat belanja masif pemerintah AS guna memerangi Covid-19 diprediksi akan membengkakkan defisit anggaran tersebut, hingga rasio utang terhadap PDB akan menyamai ketika perang dunia II ketika naik sebesar 30% tahun ini, atau menjadi sekitar 130% dari PDB.
Selain stimulus fiskal bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) juga menjadi bahan bakar utama emas untuk menguat. Di tahun ini, The Fed membabat habis suku bunganya menjadi < 0,25%, kebijakan yang sama diambil saat krisis finansial global 2008.
Ketua The Fed, Jerome Powell, menyatakan suku bunga tidak akan dinaikkan hingga tahun 2023. Hal ini tentunya akan menguntungkan bagi investor emas karena opportunity cost menjadi rendah.
"Kenyataannya suku bunga tidak akan dinaikkan dalam waktu dekat, dan itu akan bagus untuk emas. Jika kita melihat perekonomian bangkit dengan cepat, maka ada potensi inflasi akan melesat dan membuat suku bunga riil menjadi negatif," kata Hansen.
(pap/pap)