
November Ada Vaksin Corona, Begini Nasib Emas Antam Ibu-ibu

Di Indonesia boleh jadi memulai vaksinasi di bulan November nanti, tetapi tidak di negara-negara lainnya. Setiap pemerintah memiliki cara dan rencana sendiri untuk menanggulangi Covid-19.
Sayangnya, hingga saat ini pemerintah Amerika Serikat (AS), negara yang paling menentukan pergerakan harga emas dunia, belum menunjukkan tanda-tanda akan melakukan vaksinasi. Negeri Adi Kuasa masih "tersandera" politik, sebab akan ada Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 3 November mendatang.
Alhasil, hingga saat ini para analis masih belum merubah proyeksi harga emas dunia. Dalam jangka panjang harga logam mulia ini diramal masih akan terus menguat, bahkan kembali mencetak rekor tertinggi baru. Artinya, emas Antam juga masih berpeluang kembali ke tren naik.
Bahan bakar emas dunia untuk terus menanjak masih belum habis. Pelaku pasar kini menanti stimulus fiskal di AS yang masih dalam proses tarik ulur. Jika stimulus tersebut cair, yang nilainya mencapai triliunan dolar AS, maka harga emas berpeluang melesat naik lagi.
"Jika ada kesepakatan, stimulus akan berpotensi membangkitkan kembali ekspektasi inflasi ke arah target sasaran bank sentral AS (The Fed), bersama dengan suku bunga bunga rendah the Fed menjadi katalis yang sangat bagus untuk emas" kata Bart Melek, kepala strategi komoditas di TD Securities, melansir Reuters.
Stimulus fiskal, bersama dengan stimulus moneter yang dikeluarkan bank sentral AS membuat jumlah uang yang beredar di perekonomian menjadi meningkat, sehingga berpotensi memicu kenaikan inflasi, serta melemahnya dolar AS.
Emas merupakan aset lindung nilai terhadap inflasi, akan menjadi buruan pelaku pasar jika ada ekspektasi peningkatan inflasi. Sementara itu, harga emas akan menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang selain dolar AS ketika the greenback melemah, sehingga permintaannya berpotensi meningkat.
Artinya, kenaikan inflasi dan pelemahan dolar AS akan menjadi pemicu kenaikan harga emas dunia.
Oleh karena itu, Jeff Clark, analis logam mulia senior di Goldsilver.com, menyatakan setiap penurunan emas merupakan peluang untuk beli kembali.
Meski volatilitas emas sedang tinggi, artinya naik turun tajam dalam waktu singkat dan sering sekali terjadi, Clark masih belum merubah pandangannya jika emas masih akan terus menguat (bullish).
"Ada banyak sekali alasan untuk berinvestasi di emas. Banyak sekali katalis untuk emas saat ini, bahkan lebih banyak dari rambut di kepala saya. Kondisi pasar saat ini sangat sempurna untuk emas," kata Clark sebagaimana dilansir Kitco, Jumat (9/10/2020) lalu.
Pemilihan presiden di AS yang memicu ketidakpastian, kerusuhan sosial, fundamental dolar AS yang buruk, kerusakan ekonomi akibat virus corona, stimulus moneter dan fiskal yang besar dan masih akan lebih besar lagi, serta suku bunga negatif, merupakan sebagian faktor yang membuat harga emas akan terus menanjak.
"Saya akan terus membeli emas, saya masih membeli perak, khususnya saat harga sedang turun sampai seseorang mengatakan ke saya semua masalah tersebut telah selesai," katanya.
Clark juga menyatakan tidak akan khawatir meski harga emas belakangan ini sedang menurun, sebab masih banyak ketidakpastian di dunia ini yang akan membawa emas kembali ke atas US$ 2.000/troy ons.
"Saya tidak akan terkejut jika di akhir tahun nanti emas berada di bawah US$ 2.000/troy ons. Sekali lagi, dalam gambaran besar, setiap penurunan harga emas merupakan peluang beli bagi saya," tegasnya.
Hal senada juga diungkapkan Frank Holmes, CEO U.S. Global Investor, yang menyatakan volatilitas tinggi tersebut dikatakan menjadi kesempatan melakukan aksi buy on dip alias beli saat harga turun.
"Volatilitas emas menjadi peluang untuk buy on dip. Anda salah jika tak membeli emas," kata Holmes saat diwawancara oleh Kitco, Selasa (2/9/2020).
Holmes memprediksi harga emas akan mencapai US$ 4.000/troy ons dalam waktu 2 sampai 3 tahun ke depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]