Cuan Gede Nih! Harga Emas Meroket Nyaris 11% Bulan Lalu

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 August 2020 16:04
Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Ilustrasi Emas Batangan (REUTERS/Michael Dalder)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas melambung tinggi sepanjang pekan ini. Kekhawatiran akan resesi dan pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) mendorong kenaikan harga sang logam mulia.

Sepanjang Juli, harga emas dunia (XAU) melonjak 10,89%. Harga komoditas ini menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa.

Kenaikan harga emas tidak hanya terjadi di level global. Harga emas Logam Mulia produksi PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) juga mengangkasa.

Pada Juli, berbagai data output perekonomian atau Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II-2020 di berbagai negara sudah keluar. Hasilnya mengecewakan, resesi terhampar di mana-mana.

Di Asia, ada Singapura, Jepang, dan Hong Kong yang membukukan kontraksi (pertumbuhan negatif) ekonomi secara dua kuartal beruntun sehingga sah masuk ke jurang resesi. Di Eropa, ada Jerman dan Prancis yang masuk zona resesi.

AS, negara dengan perekonomian terbesar di dunia, tidak mampu selamat dari resesi. Pada kuartal I-2020, ekonomi AS terkontraksi -4,8% secara kuartalan yang disetahunkan (annualized) dan pada kuartal berikutnya terkontraksi -32,9%. Ini menjadi catatan terburuk dalam sejarah modern AS, bahkan lebih parah dibandingkan saat Depresi Besar pada 1930-an.

Resesi yang menghantui perekonomian dunia membuat investor memilih bermain aman. Dalam situasi seperti ini, emas adalah pilihan yang paling rasional.

Selain itu, pelemahan nilai tukar dolar AS juga memberi energi tambahan bagi emas. Harga emas dan kurs dolar AS punya hubungan berkebalikan, saat greenback melemah harga emas malah naik.

Sebab emas adalah komoditas yang dibanderol dalam dolar AS. Saat dolar AS melemah, emas menjadi lebih murah buat investor yang memegang mata uang lain. Permintaan emas naik, harga jadi terungkit.

Selama Juli, Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama dunia) ambrol 3,85%. Depresiasi dolar AS disebabkan oleh penurunan minat investor terhadap aset-aset berbasis mata uang Negeri Paman Sam.

Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) masih menahan suku bunga acuan di 0-0,25%. Bank sentral paling berpengaruh di muka bumi itu menegaskan bahwa suku bunga akan bertahan di level rendah hingga ekonomi Negeri Paman Sam benar-benar pulih dari hantaman pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Suku bunga rendah ikut menekan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Kemarin, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di 0,536%, terendah sejak Maret.

Bahkan kalau memperhitungkan suku bunga riil setelah dikurangi inflasi, di mana pada Juli inflasi Negeri Adidaya adalah 0,6%, maka hasilnya menjadi -0,06%. Menaruh uang di instrumen ini bukannya untung malah buntung, boncos. Ini membuat US Treasury Bonds menjadi tidak 'seksi' lagi.

Permintaan terhadap obligasi turun, otomatis permintaan kepada dolar AS juga berkurang. Kala permintaan berkurang, nilai tukar dolar AS melemah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dear Ibu-ibu, Harga Emas Antam Sudah Termurah 6 Bulan nih

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular