
Corona Menyerang, Reksa Dana Pendapatan Tetap Jadi Juara!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan global selama beberapa pekan terakhir dihantui serangan coronavirus dari China yang menyebabkan kinerja investasi portofolio juga terdampak. Hasilnya, imbal hasil pun tak maksimal.
Menurut Infovesta, bursa saham Asia cenderung sepi perdagangan karena tutupnya perdagangan saham di bursa China dan Kong di akhir Januari 2019.
Sementara bursa saham dalam negeri juga tidak berkinerja positif, tercatat selama periode Januari, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,88%.
Tak hanya disebabkan sentimen global, juga disebabkan karena sentimen dari dalam negeri yakni kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero). Kondisi tersebut turut membuat kinerja negatif pada reksa dana saham.
Berdasarkan indeks reksa dana saham Infovesta, reksa dana ini berkinerja negatif 3,57% sepanjang Januari 2020 lalu. Sebaliknya, kinerja reksa dana pendapatan tetap justru menunjukkan tren positif sepanjang bulan lalu. Berdasarkan indeks yang dimiliki Infovesta, reksa dana ini memberikan kinerja positif 1,97% selama satu bulan penuh.
Sejalan dengan itu, reksa dana pasar uang juga tak ikut berkinerja positif. Terlihat dari indeks reksa dana pasar uang Infovesta yang positif 0,36% di bulan lalu.
Reksa dana lainnya yang masih belum memberikan kinerja positif adalah reksa dana campuran. Berdasarkan indeks dari Infovesta dengan menggunakan acuan 50% IHSG dan 50% Infovesta Government Bond Index, reksa dana jenis ini masih negatif 1,02%.
Sementara itu, posisi kepemilikan Surat Berharga Negara oleh asing terus mengalami penurunan sejak tanggal 22 Januari 2020. Hingga 29 Januari 2020, porsi kepemilikan asing di SBN adalah Rp 1,08 triliun atau turun sebesar Rp 2,81 triliun.
The Fed masih mempertahankan suku bunga acuan di 1,5%-1,75% untuk mendukung ekspansi ekonomi secara berkelanjutan, sehingga yield dari reksa dana pendapatan tetap masih stabil.
Kondisi ini dinilai akan menjadikan reksa dana pendapatan tetap masih menarik, terutama dengan underlying SBN. Kondisi ini didukung oleh tingginya minat investor atas lelang yang dilakukan pemerintah di awal 2020.
"Reksa dana pendapatan tetap masih berpotensi mengalami peningkatan secara jangka panjang dan tidak terlalu terpengaruh oleh wabah virus corona. Untuk reksa dana saham masih tergerus oleh isu lokal maupun global sehingga para investor maupun manajer investasi cenderung risk off," tulis riset Infovesta, dikutip CNBC Indonesia Senin (3/2/2020).
Adapun menurut riset yang sama, reksa dana pasar uang dapat dijadikan alternatif bagi investor lantaran fluktuasinya yang terbilang rendah. Hal tersebut membuat reksa dana jenis ini memiliki risiko yang lebih rendah namun memberikan return yang lebih tinggi ketimbang menabung di bank.
Di sisi lain, IHSG pada perdagangan sesi II, Senin ini (3/2/2020), masih terkoreksi 0,57% di level 5.907. Year to date, IHSG minus 6,24%.
Hans Kwee, Direktur PT Anugerah Mega Investama, menilai IHSG masih tertekan akibat aksi jual reksa dana yang di bubarkan.
"Beberapa saham blue chip yang ada di dalam list produk yang di bubarkan telah mengalami tekanan jual. Lebih dari 35 reksa dana yang NAB-nya turun lebih dari 50% ketika melakukan rebalancing untuk mengembalikan dana nasabah juga pasti akan menekan Indeks ke depannya. Belum lagi pembekuan 800 rekening nasabah kami perkirakan akan menimbulkan sentimen negatif di pasar," tegasnya.
(tas/tas) Next Article Reksa Dana Kamu Cuan atau Boncos? Cek di Sini, Gan...
